ERAMADANI.COM, – Saat ini, penggalangan dana lewat media sosial dengan kecangihan teknologi cukup marak dilakukan dan diperbincangkan, tapi kamu harus waspadai penipuan berkedok donasi.
Melalui berbagai platform kita dapat berbagi kisah tentang siapa yang harus dibantu dan bagaimana cara membantunya. Namun seiring dengan rasa iba yang tercipta, timbullah penipuan dengan kedok tersebut.
Dilansir dari Femina.co.id, persoalan permintaan sumbangan via online
Seperti kasus Saeni maupun Darsem sudah sering terjadi.
Menurut Laurentius Dyson P. MA, ahli sosiolog dari Universitas Airlangga Surabaya, melihat hal tersebut dari persoalan klasik yang ada di tiap negara.
Seperti persoalan kemiskinan. Menurutnya, dalam ilmu sosial dikenal istilah budaya kemiskinan culture poverty yang artinya, masyarakat di dunia menjadi miskin.
Karena adanya budaya apatis, menyerah pada nasib, sistem keluarga yang tidak mantap, kurang pendidikan, tidak ada ambisi untuk membangun masa depan, dan kasus kejahatan yang terjadi di sekitarnya.
Fenomena Penipuan Berkedok Donasi

Fenomena penipuan berkedok donasi tersebut, terbentuk dari keadaan sosial ekonomi masyarakat Indonesia yang kurang baik.
Dyson mengingatkan tentang aturan-aturan yang ada yang terkait kemiskinan, seperti UUD 1945, Pasal 34 Ayat 1, yang menjelaskan tentang fakir miskin dan anak-anak telantar dipelihara oleh negara.
Serta beberapa perda tentang memberi uang kepada fakir miskin. “Selain menjadi tanggung jawab negara, mengacu pada aturan-aturan yang ada, pengumpulan dana melalui media online termasuk yang bisa dilarang,” jelas Dyson.
Dyson menambahkan, crowdfunding sebenarnya bukan hal yang baru. Gerakan mengumpulkan dana ini sudah ada sejak zaman Orde Baru (Orba) yang dihimpun oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Salah satu crowdfunding yang dianggap berhasil di masa Orba adalah pembangunan Kali Code di Yogyakarta yang digagas oleh Romo Mangunwijaya.
Menurutnya pengumpulan dana lewat LSM terbilang lebih jelas, sedangkan media online tidak karena sering kali dimanfaatkan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab.
“Apalagi mereka yang ingin mencari keuntungan pribadi atau kelompoknya, oleh sbeab itu terjadinya penipuan di medsos sangatlah lumrah,” ungkap Dyson.
Menurut hasil survei yang dilakukan Symantec, sebuah perusahaan software dari California, Amerika Serikat (AS), menguatkan pendapat Dyson.
Berdasarkan survei yang mereka lakukan pada tahun 2015 soal penipuan melalui medsos, Indonesia berada di posisi ke-13 tertinggi se-Asia Pasifik untuk kasus tersebut.
Dyson menambahkan bahwa tindak penipuan yang terkait kemiskinan juga terjadi di kehidupan sehari-hari. Misalnya kasus pengemis yang berpura-pura lumpuh, buta, terkena koreng, kusta, hingga yang sengaja menyewa anak ataupun bayi agar orang lain iba.
“Ternyata, para pengemis itu dikelola dengan rapi oleh pihak-pihak tertentu. Di negara kita, kejujuran memang sangat mahal harganya,” tegas Dyson.
Pilih tempat penyaluran dana yang kredibel

Tidak berarti seluruh sumbangan yang diminta secara online adalah penipuan belaka. Ada pula organisasi yang benar-benar melakukan tupoksinya sebagai distributor bantuan seoerti Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Salah satu relawan ACT yang telah bergabung sejak 2005, N. Imam Akbari menceritakan pemahaman nya tentang berbagai karakter penerima sumbangan.
Ia menjabat sebagai Senior Vice President Global Partnership dan Communication Department, ACT Indonesia.
Menurutnya tidak sedikit orang yang menerima bantuan yang pada akhirnya mereka justru bergantung pada bantuan orang lain.
Hal ini sudah beberapa kali terjadi, korban yang mendapat bantuan hingga belasan juta rupiah pada akhirnya jadi malas dan terus-menerus mengharapkan belas kasihan orang lain.
Bijak dalam menyalurkan bantuan

Imam mengingatkan masyarakat untuk bersikap lebih bijak dalam menyalurkan bantuannya. Bantuan berupa uang memang paling mudah dilakukan, tapi bisa memberikan efek jangka panjang.
“Kalau korban yang dibantu memiliki jiwa entrepreneur, sih, tidak masalah. Tapi, apa jadinya bila mereka tak mau berusaha? Donasi berupa uang malah membuat mereka jadi pemalas,” cetus Imam.
Imam juga mengingatkan netizen untuk tidak mudah terprovokasi oleh berita-berita yang ada, seperti kasus Saeni oarang tak tergolong miskin, karena memiliki mata pencaharian.
“Kalaupun ia terlihat dizalimi, itu hanya soal perspektif masyarakat. Masih banyak Saeni-Saeni lain yang kondisi kehidupannya lebih memprihatinkan: tidak memiliki pekerjaan maupun uang untuk makan,” ujarnya
Pihak ACT dalam menyeleksi orang-orang yang hendak dibantu dilakukan dengan cara participatory role appraisal (PRA) untuk kelompok dan assesment lapangan untuk perorangan.
PRA merupakan pendekatan kepada masyarakat desa dan analisis kondisi kehidupan desa, sedangkan assesment lapangan dilakukan dengan cara bertanya kepada tetangga dan ketua RT/RW setempat mengenai sosok yang akan dibantu.
“Dengan begitu, kami bisa menentukan jenis bantuan yang benar-benar dibutuhkan seseorang atau kelompok yang benar-benar membutuhkan,” tuturnya.
Selain itu, ACT juga menerapkan Mobile Social Rescue yang perannya mengelola komunitas supaya bisa lebih efektif dalam menyalurkan bantuan.
Serta memiliki tim digital media berjumlah 10 orang yang bertugas mengecek admin dan lokasi sebuah akun medsos. Jadi, akun-akun ‘bodong’ yang mencoba menipu dengan kedok menyalurkan donasi, bisa terdeteksi.
Mulai bermunculan juga situs-situs yang terpercaya

Ada beberapa situs yang mulai ramai dikunjungi untuk memberikan sumbangan atau sekedar mengemukakan pandangan ataupun pendapat.
Situs ini cukup dipercaya dan kian menunjukkan hal yang positif. Beberapa contohnya adalah kitabisa.com dan change.org.
Di kitabisa.com, tersedia beberapa pilihan campaign yang bisa kamu bantu, mulai dari pembangunan masjid, bayi yang mengidap kanker, wanita yang menderita kanker.
Biaya pendidikan anak, hingga korban meledaknya sebuah rumah sakit (RS) di Siria. Di websiteini, informasi mengenai donasi juga disebutkan dengan transparan.
Saat ini, tercatat sudah ada 115.691 donatur, jumlah donasi berupa uang sebesar Rp32.161.116.092, dan telah mendanai 2.054 campaign.
“Awalnya, saya mengetahui info penggalangan dana kitabisa.com dari posting-an teman di Facebook. Saat mengunjungi website-nya, saya langsung yakin menyumbang sejumlah uang untuk bayi penderita kanker,” ujar Fifi Anggraini yang mengaku aktif menyumbang tiap bulan.
Menurutnya, website charity seperti kitabisa.com memudahkannya berdonasi. Selain reputasinya yang positif, proses berdonasi di kitabisa.com sangat praktis dan mudah.
Halaman depan website terdapat 2 pilihan utama yaitu galang dana dan donasi. Bila ingin langsung menyumbang uang untuk bantuan kamu tinggal pilih salah satu. (IAA)