Sampang, Republika.co.id – Rais Aam Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Miftakhul Achyar, dalam pidato pelantikan Pengurus Cabang NU (PCNU) Sampang periode 2024-2029, mengungkapkan tiga tongkat pusaka "kesaktian" (kebesaran) organisasi Islam terbesar di Indonesia tersebut.
"Sekarang, kesaktian NU masih jam’iyah, bukan jamaah. Artinya, organisasinya memang besar, tetapi jamaahnya belum besar secara ekonomi atau sejahtera. Apakah ini berarti NU-nya kurang sakti?" tanya Kiai Miftah dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Rabu (30/10/2024).
Kiai Miftah, yang juga pengasuh Pesantren Miftakhussunnah, Kedungtarukan, Surabaya, menekankan bahwa kesaktian NU terletak pada tiga hal utama:
1. Sami’na Wa Athouna: Kepatuhan pada Ulama
"Sami’na wa athouna" merupakan prinsip dasar dalam NU yang menekankan pentingnya kepatuhan pada ulama. Kiai Miftah menjelaskan bahwa perintah "Iqra’" (baca/ilmu) dalam Alquran tidak hanya sebatas mencari ilmu, tetapi juga diiringi dengan perintah "Iqra’ bismi Robbik" (bacalah dengan nama Tuhan-Mu).

"Artinya, perintah ilmu/baca itu menyatu dengan perintah ibadah (Ketuhanan/Sholat). Pintar, gelar, atau ilmu yang tinggi itu penting, tapi bukan hanya iqra saja, bukan hanya menjadi ulama/ilmu saja. Karena bisa melahirkan sikap mementingkan pribadi/kelompok/golongan. Namun, jika dipadukan dengan atas nama Allah, maka akan ada kebersamaan," tegas Kiai Miftah.
2. Tabayyun: Cek Informasi tentang NU
"Tabayyun" dalam konteks NU berarti pentingnya melakukan pengecekan terhadap informasi yang beredar tentang organisasi dan jamaahnya. Kiai Miftah mengingatkan agar para anggota NU tidak mudah terpengaruh oleh informasi yang tidak jelas sumbernya.
"Tertib bila ada informasi yang tidak jelas tentang NU dan jamaah NU. Ini penting untuk menjaga keutuhan dan kredibilitas organisasi," ujarnya.
3. Tertib Regulasi: Kepatuhan pada AD/ART

Kiai Miftah menekankan pentingnya kepatuhan pada aturan organisasi, baik Anggaran Dasar (AD) maupun Anggaran Rumah Tangga (ART). Hal ini untuk menjaga agar organisasi berjalan dengan tertib dan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
"Kesepakatan bersama yang tertuang dalam AD/ART harus dipatuhi oleh semua anggota. Ini penting untuk menjaga kestabilan dan keberlangsungan organisasi," jelasnya.
Sampang: NU Kuat, Kesejahteraan Masyarakat Belum Merata
Kiai Miftah mencontohkan Kabupaten Sampang, yang sejak lama dikenal tidak memiliki gedung bioskop atau tempat kemaksiatan. Bahkan, persentase warga NU di Sampang mencapai 99%.
"Namun, kenapa masyarakatnya masih belum baik secara kesejahteraan? Ini menunjukkan bahwa kekuatan organisasi (jam’iyah) belum sepenuhnya berdampak pada kesejahteraan jamaahnya," kata Kiai Miftah.
Beliau menekankan bahwa kesaktian NU tidak hanya diukur dari kekuatan organisasinya, tetapi juga dari dampaknya terhadap kesejahteraan jamaahnya.
"Kesaktian NU secara jam’iyah (organisasi) dan secara jamaah (anggota) harus seimbang. Sami’na wa athouna, tabayyun, dan tertib regulasi harus diimplementasikan dengan baik agar kesaktian NU dapat dirasakan oleh seluruh jamaahnya," tutup Kiai Miftah.
Kesimpulan
Tiga tongkat pusaka kesaktian NU yang diungkapkan oleh Rais Aam Syuriah PBNU, KH Miftakhul Achyar, merupakan pondasi penting bagi organisasi Islam terbesar di Indonesia ini. Kepatuhan pada ulama, pengecekan informasi, dan kepatuhan pada aturan organisasi menjadi kunci untuk menjaga kesatuan, kredibilitas, dan keberlangsungan NU.




