ERAMADANI.COM, DENPASAR – Ahad (10/11/2019) kemarin, Gerakan Sholat Subuh Berjamaah (GSSB) telah memasuki pekan ke-26. Kali ini diselenggarakan oleh ICMI Bali di Masjid An-Nur, Denpasar bersama Ustadz Bambang Santoso (Senator DPD-RI).
Disaat bersamaan, gerakan serupa dilakukan di Masjid Darussalam, Kampung Ampel sebagai wadah yang menghimpun semangat serupa di Kabupaten Karangasem.
Gerakan tersebut juga masih diusahakan untuk bisa hadir di segenap kabupaten yang ada di Bali. Dengan harapan dapat menghimpun semangat Sholat Subuh masyarakat Muslim Bali yang dianggap sebagai ibadah yang membuka pintu semangat ibadah lainnya.
Namun pertanyaan setelahnya, mau di arahkan kemana semangat itu selanjutnya?
Memperluas Kebaikan Lewat Gerakan Sholat Subuh Berjamaah

Kajian yang diselenggarakan di An-Nur cukup membuka pemahaman tersebut, dengan materi yang dibawakan oleh Senator DPD dari Bali.
Bambang Santoso memulai dengan ceritanya ketika terkagum-kagum atas antusiame ibadah Subuh di salah satu pedalaman di Lombok. Beliau tidak menyangka bahwa antusias Muslim di luar Mataram begitu bersinar, melebihi semangat di Bali yang juga menggebu-gebu.
Kekaguman tersebut yang menimbulkan pertanyaan “Mau dibawa kemana semangat kita?” dalam hati Bambang Santoso.
“Apakah kita pernah mempertanyakan, dengan tingginya antusiasme kita dalam beribadah, apakah pernah kita merubah semangat itu menjadi sebuah solusi hidup?“
Solusi hidup, dua kata yang perlu digaris-bawahi dalam kajian tersebut.
Menjadikan diri kita sebagai solusi hidup bagi masalah kita sendiri dan masalah masyarakat luas merupakan salah satu bagian dari ibadah muamalah. Ibadah horizontal yang mendapat pahala dari Allah atas tindakan yang kita lakukan kepada sesama mahkluk.
Sedikit berbeda dengan ibadah Vertikal yang mendapat pahala dari Allah atas ibadah yang juga dilakukan kepada Allah Azza Wa Jalla.
Semangat Menebar Manfaat, Lebih Dari Kerukunan

Bambang Santoso menekankan amanatnya pada kajian tersebut. Sebuah amanat agar para jemaah menjalani sebaik-baiknya bermasyarakat di Bali. Yaitu menjadi Ummat yang Paripurna, yaitu kuat dalam ibadah ritual maupun muamalah.
Seseorang yang punya semangat tinggi dalam ibadah ritual seperti Sholat, puasa, berdzikir dan lainnya harus terdorong pula untuk mengejar ilmu. Ilmu tersebut juga mesti terimplikasi ke dalam bentuk inovasi-inovasi cemerlang.
Jika kausalitas tersebut terjalin, maka Ummat ahli ibadah ritual pun akan menjadi pribadi yang bermanfaat bagi masyarakat, khususnya di Bali.
Jika memiliki peran di masyarakat, makan bukan hanya sekedar kerukunan yang diraih. Namun sifat ajeg Menyama Braya bisa melekat dalam jati diri Ummat Islam di Bali.
Seiring dengan berkembangnya zaman, Bambang Santoso berharap agar ummat Islam menjadi individu yang menyumbangkan banyak aspirasi bagi kemajuan Bali itu sendiri. Tidak hany asyik dengan ibadahnya masing-masing, namun aktif berpartisipasi terhadap pembangunan Bali entah dalam bentuk pembangunan fisik, materi, ataupun mental.
Dengan itu, toleransi di Bali tidak hanya sebatas aktivitas simbolis, namun ada sinergi aktif yang memang positif antar masyarakat yang plural atau beragam. Sebagaimana Menyama Braya yang merupakan konsep ideal hidup bermasyarakat di Bali.
Bahagia Dunia dan Akhirat
“Saat itu problem kita banyak yang beribadah, namun ibadahnya egoistik. Hanya untuk diri sendiri, ibadah yang kurang holistik dan kurang menyentuh segala sendi kehidupan”, Tegas Bambang Santoso.
Ucapan itulah yang menggambarkan keresahan Bambang Santoso kepada ummat hari ini. Penekannya dalam materi kali ini murni mengajak masyarakat untuk berpartisipasi aktif di setiap lini kehidupan.
“Jika ibadah horizontal dan vertikal bisa kita seimbangkan dengan proporsional, maka itu menjadi solusi agar kita bisa mendapat surga di dunia sebelum surga sesungguhnya di akhirat”, tambahnya.
Bambang Santoso mengingatkan jemaah agar terhindar dari ibadah kapitalisme atau ibadah transaksional. Yaitu ibadah yang selalu berharap imbalan materi dalam setiap tindakannya. Lakukanlah semuanya semata-mata untuk Allah karena memang itulah perintah-Nya.
Pada akhir sesi, Bambang Santoso membacakan kutipan teks pidato presiden pertama Republik Indonesia, Bung Karno. Sebuah teks pidatonya ketika sedang merayakan acara Maulid Nabi di Istana Negara pada masanya. Isi teks yang dibaca ialah:
“Oleh karena itu kita berkata: Jika benar-benar engkau mencintai Nabi Muhammad, jika benar-benar engkau merayakan Maulid Nabi Muhammad bin Abdullah,”
“Jika benar-benar engkau merayakan Rasulullah yang punya hari maulid, kerjakanlah apa yang beliau perintahkan,”
” Kerjakanlah apa perintah agama yang beliau bawa, kerjakan sama sekali, agar supaya benar-benar kita bisa berkata: kita telah menerima agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad,” kata Bung Karno.
Kegiatan pun ditutup dengan foto bersama dan ramah tamah bersama panitia yang telah menyediakan puluhan nasi ayam Betutu kepada jemaah. (RAB)