Jakarta, [Tanggal Publikasi] – Kematian, peristiwa pasti yang akan dialami setiap insan, seringkali diiringi dengan berbagai spekulasi dan interpretasi keagamaan. Salah satu yang kerap diperbincangkan adalah kaitan antara keringat di dahi saat meninggal dunia dengan husnul khatimah, atau akhir kehidupan yang baik. Keyakinan ini berakar pada sebuah hadits, namun validitas dan interpretasinya perlu dikaji secara mendalam.
Istilah "husnul khatimah" sendiri, yang secara harfiah berarti "akhir yang baik," merupakan dambaan setiap muslim. Ia menggambarkan kematian yang diiringi dengan keimanan yang teguh, amal saleh yang melimpah, dan penerimaan yang lapang di sisi Allah SWT. Namun, menganggap keringat di dahi sebagai satu-satunya, atau bahkan indikator utama husnul khatimah, merupakan penyederhanaan yang perlu diluruskan.
Hadits yang menjadi rujukan utama terkait keringat dahi saat wafat diriwayatkan oleh Buraidah bin Khasbib. Ia menceritakan pengalamannya mengunjungi saudara yang sakit di Khurasan. Setibanya di rumah, ia mendapati saudaranya telah meninggal dunia dengan dahi yang berkeringat. Buraidah kemudian berkata, "Allahu Akbar, sungguh aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Matinya seorang mukmin adalah dengan berkeringat dahinya’." (HR Ahmad, an-Nasa’i, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Hakim, dan ath-Thayalisi).
Keaslian hadits ini telah menjadi perdebatan di kalangan ulama hadits. Meskipun Imam Hakim dan Ad-Dzahabi menilai hadits tersebut shahih, Syekh Al-Albani, ulama hadits terkemuka, menyatakan perlunya peninjauan ulang, terutama karena adanya keraguan pada salah satu sanad riwayat an-Nasa’i. Al-Albani menekankan pentingnya evaluasi yang cermat terhadap seluruh sanad hadits sebelum menetapkan keshahihannya. Perbedaan pendapat ini menunjukkan kompleksitas dalam menilai keotentikan dan kekuatan sebuah hadits. Para pembaca perlu memahami bahwa perbedaan pendapat di kalangan ulama merupakan hal yang wajar dan mencerminkan kedalaman kajian ilmu hadits.
Hadits tentang keringat dahi sebagai tanda husnul khatimah juga mendapatkan dukungan (syahid) dari hadits lain yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud RA. Hadits ini termaktub dalam Al-Mu’jam al-Ausath dan Al-Mu’jam al-Kabir karya ath-Thabrani, dengan perawi yang dianggap tsiqah (dapat dipercaya). Namun, lagi-lagi, kita perlu melihat konteks dan penilaian para ulama hadits terhadap hadits-hadits pendukung ini. Penggunaan istilah "syahid" tidak secara otomatis menjadikan hadits tersebut mutlak sahih dan bebas dari keraguan.
Ibnu Malik, seorang ulama terkemuka, menawarkan interpretasi lain terhadap fenomena keringat dahi saat meninggal. Ia berpendapat bahwa keringat tersebut merupakan tanda penghapusan dosa-dosa. Dalam buku "Mencari Husnul Khatimah" karya Syed Alwi Alatas, dikutip pernyataan Ibnu Malik yang menyatakan bahwa "beratnya kematian orang mukmin yang ditunjukkan dengan berpeluhnya dahi adalah untuk menghapuskan dosa-dosanya atau untuk meningkatkan derajatnya." Interpretasi ini menawarkan perspektif yang berbeda, mengarahkan perhatian bukan hanya pada husnul khatimah semata, tetapi juga pada proses penyucian diri dan peningkatan derajat di sisi Allah SWT.
Penting untuk diingat bahwa husnul khatimah merupakan konsep yang jauh lebih luas daripada sekadar keringat di dahi. Hadits-hadits lain menyebutkan berbagai tanda husnul khatimah, seperti meninggal dalam keadaan khusyuk beribadah, meninggal dengan mengucapkan kalimat syahadat, meninggal dalam keadaan tenang dan damai, serta meninggal dengan meninggalkan warisan amal saleh yang bermanfaat bagi sesama. Semua tanda tersebut menunjukkan kualitas keimanan dan amal seseorang selama hidupnya.
Keringat di dahi, dalam konteks ini, mungkin bisa diinterpretasikan sebagai manifestasi fisik dari perjuangan spiritual seseorang di akhir hayatnya. Ia bisa jadi merupakan refleksi dari ketegangan emosional, perjuangan melawan penyakit, atau bahkan manifestasi dari ketakutan dan keraguan yang dialami menjelang kematian. Namun, menganggapnya sebagai bukti mutlak husnul khatimah tanpa mempertimbangkan aspek-aspek lain dari kehidupan seseorang adalah sebuah kesimpulan yang prematur dan tidak berdasar.
Lebih jauh lagi, fokus semata pada tanda-tanda fisik seperti keringat dahi dapat mengalihkan perhatian dari esensi utama husnul khatimah, yaitu keimanan dan amal saleh yang konsisten selama hidup. Upaya untuk mencapai husnul khatimah seharusnya lebih tertuju pada perbaikan diri secara terus-menerus, meningkatkan kualitas ibadah, dan memperbanyak amal kebaikan.
Sebagai penutup, perlu ditekankan bahwa mencari husnul khatimah adalah tanggung jawab setiap muslim. Namun, pencarian ini tidak boleh disederhanakan menjadi pencarian tanda-tanda fisik semata. Keringat di dahi saat meninggal bisa jadi merupakan salah satu fenomena yang terjadi, namun tidak dapat dijadikan sebagai indikator tunggal atau bahkan utama untuk menentukan apakah seseorang meninggal dalam keadaan husnul khatimah atau tidak. Husnul khatimah adalah buah dari perjalanan spiritual yang panjang dan konsisten, bukan sekadar peristiwa sesaat menjelang kematian.
Doa untuk Husnul Khatimah:
Keinginan untuk mendapatkan husnul khatimah merupakan hal yang sangat wajar dan dianjurkan dalam Islam. Doa merupakan salah satu sarana untuk memohon kepada Allah SWT agar dikaruniai kematian yang baik. Salah satu doa yang dianjurkan terdapat dalam Al-Quran surat Ali Imran ayat 193, yang berbunyi:
"رَبَّنَا إِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِياً يُنَادِي لِلْإِيمَانِ أَنْ آمِنُوا بِرَبِّكُمْ فَآمَنَّا رَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكَفِّرْ عَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ الأَبْرَارِ"
Artinya: "Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mendengar orang yang menyeru pada keimanan, yaitu ‘Berimanlah kamu kepada Tuhanmu,’ maka kami pun beriman. Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami, hapuskanlah kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang selalu berbuat kebaikan."
Doa ini mengajarkan kita untuk memohon ampunan, penghapusan dosa, dan kematian yang baik bersama orang-orang yang beriman dan beramal saleh. Doa ini juga menekankan pentingnya keimanan dan amal saleh sebagai pondasi untuk mencapai husnul khatimah.
Selain doa di atas, banyak doa lain yang dapat dipanjatkan, seperti doa yang sering diucapkan saat sujud terakhir dalam salat:
"اللهم إني أسألك حسن الخاتمة"
Artinya: "Ya Allah, aku memohon kepada-Mu husnul khatimah."
Doa-doa ini merupakan ungkapan harapan dan permohonan tulus kepada Allah SWT. Namun, doa semata tidak cukup tanpa diiringi dengan usaha nyata dalam memperbaiki diri dan meningkatkan kualitas keimanan dan amal saleh. Husnul khatimah adalah hadiah dari Allah SWT yang diberikan kepada hamba-Nya yang bertakwa dan senantiasa berjuang untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Semoga kita semua dikaruniai husnul khatimah.