ERAMADANI.COM, JAKARTA – Senin (21/10/2019) lalu, terdapat beberapa angin kencang dan debu, di sejumlah daerah di Jawa, seperti Pangalengan dan Bandung.
Fenomena angin kencang ini menyebabkan beberapa pepohanan sekitar wilayah yang terkena menjadi tumbang.
Dilansir dari CNN Indonesia.com, BMKG menjelaskan ada tiga faktor yang mempengaruhi fenomena alam seperti ini.
Siswanto, selaku Kepala Sub Bidang Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG menjelaskan bahwa ada tiga faktor penyebab fenomena angin kencang.
Faktor Penyebab Angin Kencang
Menurut Siswanto, penyebab pertama adalah angin timur monsun Australia di atas Laut Jawa dan Samudera Hindia di selatan Jawa.
“Terlambatnya datang musim hujan, menyebabkan iklim kering lebih panjang karena aktifnya angin Monsun Australia di Pulau Jawa hingga Nusa Tenggara,” tuturnya.
Data BMKG dari sejumlah stasiun meteorologi mencatat rentang kecepatan angin atas pada 1.500 meter di atas permukaan laut.
Hal ini, terjadi mulai dari 45 kilometer per jam seperti di Cilacap hingga 100 kilometer per jam di Serang.
Penguatan kecepatan angin itu dipengaruhi oleh kuatnya pusaran tekanan tinggi di Samudera Hindia Tengah bagian Selatan Kepulauan Mascarene.
Yang dikenal sebagai fenomena Mascarene High (MH) yang biasa muncul pada bulan April dan Oktober berkaitan dengan monsun Afrika dan Australia.
Penyebab kedua, adalah pergerakan semu matahari secara tegak lurus dengan permukaan bumi atau yang disebut sebagai kulminasi.
Kulminasi yang terjadi pada 10-16 Oktober lalu, sebagian besar berlokasi di wilayah Jawa, Bali, Jakarta, Semarang, Cilacap, dan Jogjakarta.
Kemudian penyebab lainya, karena adanya kondisi kering yaitu kemarau panjang yang terjadi di beberapa wilayah Indonesia.
Kebakaran lahan menyebabkan suhu lokasi menjadi panas dan bila terjadi dalam waktu lama, akan mampu menurunkan tekanan udara permukaan sehingga angin mengalir ke wilayah tersebut.
Faktor ketiga, adalah respons cuaca lokal, terutama di pegunungan, terhadap peningkatan kecepatan angin tersebut.
Kecepatan angin yang lebih kuat pada lapisan troposfer atau sampai 10 kilometer di atas permukaan bumi dapat memicu penguatan sirkulasi lokal.
Berupa angin gunung dan angin lembah di daerah dengan kontur daratan berbukit suatu wilayah.
Fenomena Debu Daerah Pegunungan
Sedangkan untuk fenomena debu di daerah pegunungan, Siswanto menyebutkan faktor non cuaca yaitu kebakaran lahan menjadi penyebabnya.
Ia menyampaikan bahwa kebakaran hutan memengaruhi sirkulasi lokal sehingga menjadi bencana di beberapa tempat.
Contoh fenomena di lokasi pegunungan, sebut saja angin yang membawa debu pasir dan asap dari Kota Batu hingga arah Mojokerto.
Tetapi pada saat kondisi di tempat lebih panas di bagian atas pegunungan, maka sirkulasi lokal itu dapat berbalik sehingga menyebabkan angin lembah.
Pada topografi tertentu, pengaruh bentuk lereng dan permukaan pegunungan, angin lembah dapat membentuk pusaran pusaran angin pada area dan skala yang lebih kecil.
Hal ini juga terjadi di lereng Merapi, yang terjadi peningkatan suhu permukaan akibat aktifitas erupsi dan awan panas di bagian atas pegunungan. (IAA)