ERAMADANI.COM, JAKARTA – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) akan menggelar Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (Munas dan Konbes NU) pada 18-19 Maret 2020 mendatang.
Dilansir dari Republika.co.id, rencananya Munas NU akan di gelar di Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang, Jawa Tengah, pada pertengan Maret tersebut.
Munas ini merupakan forum tertinggi kedua di organisasi NU, rencananya para ulama dan kiai akan membahas RUU omnibus law, khususnya terkait sertifikasi halal.
“Ya kita bahas omnibus law, terutama soal halal,” ujar Sekjen PBNU, Helmy Faishal Zaini, kepada Republika di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, belum lama ini.
Selain RUU Omnibus Law juga Akan Membahas Sertifikat Halal
Dimata Helmy masalah sertifikasi halal yang ada di dalam RUU Omnibus Law penting untuk dibahas. Karena, selama ini, sertifikasi halal dikelola oleh LPOM MUI.
Padahal,baginya, masing-masing ormas Islam di Indonesia juga mampu melakukan proses sertifikasi halal yang sudah di bentuk sejak 2017 lalu.
Yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJH). Lembaga inilah yang kini memiliki kewenangan untuk mengeluarkan sertifikat halal bekerja sama dengan MUI Pusat.
Bagi helmy, BPJH tidak akan mampu menangani banyaknya permintaan sertifikat halal yang diajukan oleh para pemilik produk makanan, minuman, kosmetik, obat-obatan, dan benda-benda lainnya.
Sebab itulah ia berharap, ke depannya PBNU sebagai Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dapat membantu meringankan beban pemerintah tersebut.
Munas yang akan berlangsung bulan depan tersebut akan dibagi menjadi beberapa komisi untuk membahas isu-isu krusial lainnya.
Diantaranya PBNU akan membahas masalah pengelolaan keuangan negara untuk mendorong APBN yang pro rakyat.
“Misalnya, orang kaya disubsidi BBM, orang miskin suruh bayar BPJS, itu akan dipertimbangangkan sisi agamanya, akan dibahas di munas,” ungkap Helmy.
Sementara terkait rencana pemerintah yang akan menggulirkan RUU omnibus law, PP Muhammadiyah juga telah mengambil sikap.
Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Trisno Raharjo menyatakan, Muhammadiyah menolak keras sikap PP Muhammadiyah Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja jika didesain untuk kelancaran agenda liberalisasi.
Menurutnya pula, masyarakat luas berhak mengetahui dan diberikan akses oleh pemerintah terhadap hal-hal penting yang terjadi.
Apalagi terkait dengan kepentingan rakyat. Karena itu, dasar-dasar filosofis maupun sosiologis RUU tersebut harus disosialisasikan kepada masyarakat, sehingga mendapatkan masukan dari berbagai pihak.
“Begitu juga dengan proses inisiasi pembahasan RUU omnibus, harus transparan dan disosialisasikan sedini mungkin ke masyarakat luas,” ucapnya. Trisno menjelaskan.
RUU tersebut merupakan inisiasi Kemenko Perekonomian. Tim gugus tugas (task force), selain harus melibatkan unsur pemerintah juga harus melibatkan pihak-pihak lain yang berkepentingan.
Terutama dari masyarakat sipil. Hal ini agar kemanfaatan RUU tersebut tidak menjadi sekadar kepentingan elite pemerintah.
Untuk rencana pembahasan RUU tersebut harus selaras dengan tujuan negara, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta dalam perdamaian dunia, sesuai Pancasila. (MYR)