ERAMADANI.COM, JAKARTA – Melalui peningkatan mutu ternak dan penjaminan standar kesehatan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian (Kementan) terus mengupayakan peningkatan ekspor pada sektor peternakan.
Upaya itu salah satunya ialah sertifikasi kompartemen bebas penyakit Flu Burung (Avian Influenza/AI) yang telah berlangsung sejak tahun 2008.
“Saat ini, ada 116 unit usaha peternakan unggas yang memiliki sertifikat kompartemen bebas AI. Jumlah ini meningkat setiap tahunnya,” papar Direktur Jenderal PKH, Nasrullah.
Sejak 2008, sebanyak 377 sertifikat telah Direktorat Jenderal PKH keluarkan.
Sementara itu, unit usaha peternakan yang telah menerima sertifikat kompartemen bebas AI terus mendapat pantauan.
Apabila terdapat kejadian penyakit AI atau ada ketidaksesuaian terhadap standar, maka Direktorat Jenderal PKH (Kementan) dapat mencabut sertifikat tersebut.
Sertifikasi Kompartemen Bebas AI Menjadi Unsur Penting
Fadjar Sumping Tjaturrasa selaku Direktur Kesehatan Hewan menjelaskan, kompartementalisasi bebas penyakit AI menjadi alternatif penting.
Hal itu lantaran pencapaian pembebasan wilayah dan negara untuk penyakit AI di Indonesia masih menghadapai banyak tantangan.
Walau kasus AI di Indonesia sudah sangat menurun.
Indonesia telah menjalankan berbagai persyaratan teknis implementasi kompartemen bebas AI ini sesuai standar OIE.
Akan tetapi, mekanisme pengakuan resmi status bebas penyakit AI oleh organisasi kesehatan hewan dunia (OIE) ini belum tersedia.
Oleh sebab itu, pencapaian kompartemen bebas AI Indonesia ini Direktorat Jenderal PKH (Kementan) sampaikan untuk pemuatan di buletin OIE.
“Pelaporan implementasi dan pencapaian program kompartemen telah dikirim ke OIE, dan kita harapkan akan mendapatkan respons positif,” ungkapnya, mengutip republika.co.id.
Sementara itu, sebagai bentuk penjaminan dan fasilitasi pemerintah, ia mengajak para pelaku usaha dapat mengajukan permintaan sertifikasi kompartemen bebas AI untuk peternakan unggas, baik di tingkat breeding, hatchery, maupun komersil.
“Setelah pengajuan, akan dilakukan desk review dan berlanjut pada inspeksi oleh tim ke farm. Hasil inspeksi akan dikaji lagi bersama komisi ahli. Baru setelah itu sertifikat dapat terbit,” paparnya.
Adapun Direktorat Jenderal PKH telah menggunakan pendekatan yang sama untuk kompartemen bebas penyakit hewan lain seperti Brucellosis (penyakit keluron menular pada sapi dan kambing), dan penyakit Demam Babi Africa (African Swine Fever).
“Ke depan kita akan kembangkan juga untuk penyakit Classical Swine Fever pada babi serta Toxoplasma pada Kambing dan domba,” katanya.
“Untuk pengawasan dan pembinaan kompartemen akan dilakukan bersama pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten,” imbuhnya.
(ITM)