ERAMADANI.COM, JAKARTA – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) memberikan empat rekomendasi terkait strategi kebijakan energi biodesel Indonesia pada 2020-2045. Salah satunya tentang kebijakan merancang pabrik bahan bakar hijau (kilang green fuel), untuk mengolah minyak sawit menjadi bahan bakar hijau mulai dari solar, bensin, avtur, hingga elpiji.
Melansir dari republika.co.id, penelitian terkait bibit unggul minyak pangan, minyak nyamplung, dan minyak kemiri sunan masih perlu terperhatikan pula.
Lantaran hal itu memungkinkan menekan pembukaan perkebunan kelapa sawit yang lebih luas lagi.
Sementara itu, Yuka mengatakan rekomendasi berikutnya ialah evaluasi pelaksanaan kebijakan biodiesel B10, B20, dan B30 ditentukan dari kontribusi bauran energi, yang dihasilkan dan besaran biaya yang ditetapkan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
Oleh karena itu, hasil evaluasi itu dapat menjadi bukti dalam penetapan rencana kebijakan B40 dan B50 pada masa mendatang.
LIPI Juga Rekomendasikan Pembangunan Perkebunan Energi CPO Secara Masif
Sementara itu, rekomendasi yang ketiga ialah pembangunan perkebunan energi crude palm oil (CPO) secara masif, sebagai bahan baku bahan bakar hijau solar, bensin, avtur, dan elpiji.
Ketersediaan CPO dalam negeri terus bertambah, sebanding dengan kebutuhan yang terus meningkat.
“Untuk Indonesia, ketersediaan CPO sangat menggembirakan karena termasuk penghasil kelapa sawit terbesar di dunia, dengan jumlah panen melimpah sejak 2008,” tutur Yuka.
Lantas rekomendasi keempat ialah bagi para pemangku kepentingan secara bersama, dapat menciptakan inovasi bahan bakar hijau (green fuel) buatan dalam negeri.
Yuka mengatakan Direktorat Bioenergi, Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral perlu mengatur tempo.
Agar pembuatan perkebunan energi dan pengembangan teknologi green fuel dapat berjalan bersama-sama, sehingga ekosistem inovasi energi biodiesel dapat terbentuk.
Adapun LIPI menujukan keempat rekomendasi itu kepada pemangku kepentingan.
Khususnya kepada Direktorat Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Rekomendasi kebijakan itu pun melibatkan pemangku kepentingan lain seperti Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Kementerian Pertanian.
Kemudian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Selain itu juga Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). (ITM)