ERAMADANI.COM, JAKARTA – DPR RI kembali membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) setelah mengesahkan UU Cipta Kerja, kali ini tentang larangan minuman beralkohol (RUU Minol), mulai produsen, penjual, hingga yang mengonsumsi akan mendapat hukuman pidana.
Bab IV tentang Ketentuan Pidana dalam draf RUU Larangan Minuman Beralkohol pada pasal 18 hingga 21 berisi aturan bagi yang memproduksi, memasukkan, menyimpan, dan/atau mengedarkan minuman alkohol akan dipidana penjara minimal 2 tahun dan paling lama 10 tahun atau denda paling sedikit Rp 200.000 dan paling banyak Rp 1 miliar.
Melansir dari bbc.com, sementara bagi masyarakat yang mengonsumsi minol akan dipidana penjara minimal 3 bulan dan paling lama 2 tahun atau denda paling sedikit Rp 10 juta dan paling banyak Rp 50 juta.
RUU ini bertujuan untuk menciptakan ketertiban dan menaati ajaran agama.
Akan tetapi, tidak ada catatan akademis yang menunjukkan jumlah kasus kriminalitas akibat minuman berahkohol.
Pernyataan tersebut dari Pusat Kajian Kriminologi FISIP UI.
Berdasarkan angka konsumsi yang merujuk pada data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Indonesia adalah salah satu negara dengan konsumsi minuman beralkohol terendah di dunia.
Minuman alkohol juga merupakan salah satu produk yang terdapat cukai.
Jika merujuk pada data Kementerian Keuangan, maka dapat terlihat bahwa cukai minuman keras berkontribusi terhadap perekonomian negara, dengan nilai sekitar Rp 7,3 triliun pada tahun 2019.
Felippa Amanta, peneliti lembaga The Center for Indonesia Policy Studies (CIPS) mempertanyakan urgensi DPR membahas RUU itu.
Ia menjelaskan alih-alih melarang, pemerintah sebaiknya mengatur dan mengawasi distribusi terhadap minuman keras.
Sementara Institue for Criminal Justice Reform (ICJR) mengkhawatirkan RUU tersebut menimbulkan over kriminalisasi.
“Dengan semangat prohibitionist atau larangan buta, hanya akan memberikan masalah besar, seperti apa yang negara Indonesia hadapi pada kebijakan narkotika,” kata Direktur Eksekutif ICJR Erasmus Napitupulu.
Pengecualian Terhadap Beberapa Tempat untuk Minuman Beralkohol
Meskipun demikian, RUU ini berisi pengecualian terhadap sejumlah tempat yang tidak terpengaruh larangan minuman beralkohol.
Pasal 8 ayat (2) huruf e menyebutkan larangan minuman beralkohol tidak berlaku di tempat yang diizinkan oleh peraturan undang-undang.
Selain itu, juga terdapat pengecualian lainnya dalam pasal 8.
Larangan tersebut tidak berlaku untuk kepentingan terbatas.
Seperti kepentingan adat, ritual keagamaan, wisatawan, farmasi, dan tempat-tempat yang mendapat izin atau boleh dalam peraturan perundang-undangan. (LWI)