ERAMADANI.COM, PALESTINA – Satu hari setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memaparkan rencana perdamaian Timur Tengah, Palestina serukan mobilisasi massa sebagai penolakan.
Menurut Presiden AS tersebut, prakarsanya itu mungkin merupakan peluang satu-satunya bagi Palestina untuk meraih kemerdekaan sejati.
Namun, Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengatakan mobilisasi massa tersebut, untuk menentang rencana perdamaian yang diumumkan Trump.
Palestina Serukan Mobilisasi Massa

Dilansir dari Republika.co.id, kelompok Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dan Hamas menyerukan aksi protes besar-besaran.
Mobilisasi massa yang dilakukan tersebut, berdasarkan pengumuman rencana perdamaian dari Trump, telah membuat warga Palestina marah dan kecewa.
“Pengumuman itu membuat kami sangat marah dan kecewa,” ujar seorang sopir taksi, Maan Mustafa di Tepi Barat.
Mustafa mengatakan, rencana perdamaian yang diumumkan oleh Trump tidak memberikan perubahan yang lebih baik bagi Palestina. Mereka tetap berada di bawah pendudukan Israel.
“Kenyataannya adalah secara de facto kami telah hidup di bawah pendudukan Israel selama beberapa dekade. Jadi, pengumuman itu bukan menjadi hal baru, tidak ada yang berubah,” ujar Mustafa kepada Aljazirah.
Hal senada juga disampaikan oleh seorang mahasiswa dari Yerusalem Timur, Seif Abdo. Menurutnya, rencana perdamaian yang diumumkan Trump tidak akan mengubah kehidupan warga Palestina.
“Tidak ada yang berubah, ini sudah menjadi realita sehari-hari. Trump telah mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, memindahkan kedutaan AS di sana, dan menerapkan hukum Israel di Lembah Yordan dan Dataran Tinggi Golan,” ujar Abdo.
Rencana Perdamaian

Dalam rencana perdamaian itu, Trump menyatakan Yerusalem tetap menjadi ibu kota Israel yang tak terbagi. Ia juga mengakui pendudukan Israel atas sebagian wilayah Tepi Barat dan Lembah Yordan.
Sementara untuk Palestina, Trump mengusulkan Abu Dis sebagai ibu kota negara. Abu Dis adalah sebuah kota yang berada di Yerusalem Timur.
Terkait hal itu, Trump menetapkan lini waktu selama empat tahun bagi Israel dan Palestina untuk menyetujui pengaturan keamanan.
Sebagian besar warga Palestina menilai lini waktu yang diberikan oleh Trump selama empat tahun tidak akan memiliki efek langsung oleh sebab itu adanya mobilisasi massa.
Sami Fawzi, seorang pebisnis di Ramallah, meniliai rencana perdamaian itu tidak serius karena baru diberlakukan setelah empat tahun.
“Kami tidak menganggap serius kesepakatan ini, karena tidak akan segera diberlakukan. Kami masih punya empat tahun. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi,” ujar Fawzi.
Aksi protes menentang rencana perdamaian Timur Tengah secara sporadis meletus di wilayah Tepi Barat yang diduduki. Puluhan orang berkumpul di kota Tubas, di Lembah Yordan, Tepi Barat sambil mengibarkan bendera Palestina.
Pasukan Israel dikerahkan ke wilayah itu sejak Selasa. Mereka menembakkan gas air mata untuk membubarkan para demonstran.
Pasukan Israel juga menutup jalan menuju Lembah Yordan dan menghentikan bus yang membawa demonstran dari seberang Tepi Barat.
Sementara, di Bayt Lahm, sekelompok kecil orang Palestina berkumpul di jalan-jalan pada sore hari untuk mengecam rencana itu. Beberapa dari mereka membakar bendera AS dan foto-foto Trump.
Protes kecil lainnya diadakan oleh siswa sekolah di kota Tulkarm, Palestina. Setidaknya 41 orang terluka dalam bentrokan berskala kecil.
Setelah pasukan Israel menembakkan peluru karet dan gas air mata di Lembah Yordania, kamp pengungsi Al-Orub dan Tulkarm. (MYR)