ERAMADANI.COM, JAKARAT – Kementerian Agama dan Komisi VIII DPR RI menyepakati biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) tahun 2020 tidak mengalami kenaikan.
Dilansir dari Ihram.co.id, dalam rapat penetapan BPIH di gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (30/01/2020), BPIH ditetapkan sama dengan 2019 yang sebesar Rp 35.235.602 atau 2.563 dolar AS.
Ace Hasan Syadzily selaku Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI mengatakan, dengan besaran BPIH tersebut, jamaah haji Indonesia hanya membayar 51 persen.
Dari rata-rata total biaya haji per jamaah sebesar Rp 33.938.565,97. Biaya sisanya yang rata-rata sebesar Rp 33.938.565,97 atau 49 persen dibiayai dari dana nilai manfaat dan dana efesiensi tahun sebelumnya.
“Pembayaran BPIH tahun ini dilakukan dengan menggunakan mata uang rupiah. BPIH ini tetap dengan menggunakan asumsi jumlah jamaah haji sebanyak 231 ribu jamaah,” kata Ace Hasan
Nilai tukar rupiah menjadi salah satu faktor utama tetapnya BPIH. Katanya, pada 2019 asumsi nilai tukar rupiah sebesar Rp 14.200 per dolar AS. Sementara pada tahun ini Rp 13.750 per dolar AS.
Penguatan kurs rupiah sangat berpengaruh terhadap biaya penerbangan yang turun menjadi Rp 28,6 juta dari tahun lalu yang sebesar Rp 30.079.285.
Tetap dapat Pelayanan Haji yang Baik, Meski Biaya BPIH Tak Naik
![](https://eramadani.com/wp-content/uploads/2020/01/musim-haji-1-700x350.jpg)
Meski BPIH tak naik, jamaah haji dipastikan tetap mendapatkan pelayanan yang selama ini didapatkan, antara lain, pemondokan, konsumsi dan transportasi.
Jamaah haji juga akan mendapatkan living cost (uang saku) sebesar 1.500 SAR (Rp 5.500.005,-) dan biaya visa sebesar SAR 300 (Rp 1,1 juta) yang ditanggung dari BPIH.
“Jadi, jamaah haji tidak perlu mengeluarkan biaya kembali untuk pengurusan visa haji,” katanya.
Ace juga mengatakan, pelayanan haji tetap harus ditingkatkan. Para jamaah haji akan mendapatkan pelayanan konsumsi sebanyak 50 kali, lebih banyak dibanding dengan tahun sebelumnya 40 kali.
Penambahan 10 kali konsumsi ini diberikan pada saat tiga hari menjelang puncak pelaksanaan haji Arafah.
Setidaknya ada lima komponen terkait peningkatan pelayanan. Pertama, pemondokan atau akomodasi. Komisi VIII menginginkan setiap pemondokan yang digunakan harus standar bintang tiga.
Di setiap hotel harus tersedia air minum, tempat mencuci, dan ruang kesehatan untuk setiap kloter. “Kami juga memastikan agar setiap kamar kapasitasnya tidak terlalu banyak agar jamaah nyaman,” katanya.
Penempatan jamaah haji Indonesia dengan sistem zonasi per embarkasi tetap dipertahankan. Kebijakan ini dinilai sangat mendukung manajemen pembinaan haji di Arab Saudi.
Kedua, tentang konsumsi atau makanan. DPR dan Kemenag menyepakati agar disediakan makanan khas Indonesia dengan menu beragam.
Komisi VIII juga mengingatkan kepada Kementerian Agama menggunakan bahan-bahan lokal.
“Misalnya, beras, ikan, sayur-sayuran, daging, bumbu, dan lain-lain berasal dari Indonesia. Ini tentu dapat mendorong perekonomian kita,” kata dia.
Ia juga memaparkan bahwa Komisi VIII turut menaruh perhatian agar kualitas dan frekuensi transportasi bus shalawat ditingkatkan.
Keempat berkaitan dengan pelayanan di Arafah, Mudzdalidah, dan Mina. DPR meminta agar ada peningkatan kualitas tenda dan AC. “Kelima, pembinaan manasik haji melalui peningkatan kualitas petugas haji dan pembimbing haji.”
Komisi VIII memutuskan BPIH 2020 ditetapkan lebih cepat agar Kementerian Agama memiliki waktu yang lebih luas mempersiapkan penyelenggaraan haji.
Selain itu, jamaah haji yang mendapatkan kesempatan untuk berangkat tahun ini memiliki waktu lebih panjang untuk melunasi setoran. (MYR)