ERAMADANI.COM – Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Aturan yang diundangkan pada 15 Mei 2023 ini memuat sejumlah kebijakan. Salah satunya adalah keran ekspor pasir laut yang kini dibuka kembali setelah dilarang selama 20 tahun.
Dalam Pasal 9 PP Nomor 26 Tahun 2023 disebutkan bahwa pasir laut dan/atau material sedimen lain berupa lumpur merupakan hasil sedimentasi di laut yang dapat dimanfaatkan.
Khusus untuk pasir laut, dapat digunakan untuk tujuan reklamasi dalam negeri, pembangunan infrastruktur pemerintah, dan pembangunan prasarana oleh pelaku usaha. Tak hanya itu, pasir laut juga dapat diekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, bunyi ayat (2).
Melansir dari kompas.com, ekspor pasir laut baru bisa dilakukan setelah mendapatkan izin usaha pertambangan untuk pernjualan.
Dalam Pasal 10 ayat (4), izin usaha pertambangan untuk penjualan pasir laut dijamin penerbitannya oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang mineral atau gubernur sesuai dengan kewenangannya.
Namun, penerbitan itu baru bisa dilakukan setelah melalui kajian dan memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Pelaku usaha yang mengajukan permohonan izin pemanfaatan pasir laut juga harus memenuhi beberapa kriteria berikut:
- Bergerang di bidang pembersihan hasil sedimentasi di laut dan pemanfaatan hasil sedimentasi di laut yang meliputi pembersihan dan pemanfaatan dengan teknis khusus, pengangkutan, penempatan, penggunaan, dan penjualan hasil sedimentasi di laut
- Badan usaha berbentuk perseoran terbatas yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia
- Menggunakan peralatan untuk melakukan pembersihan hasil sedimentasi di laut dan pemanfaatan hasil sedimentasi di laut, berupa peralatan pendukung dengan teknologi khusus
- Memiliki kemampuan modal, sumber daya manusia, dan teknologi sesuai kapasitas pekerjaan
- Tidak memiliki riwayat pelanggaran perizinan berusaha di sektor kelautan dan perikanan
Larangan ekspor pasir laut sebelumnya tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan RI No 02/M-Dag/Per/1/2007.
Beberapa entitas yang dilarang dalam aturan tersebut adalah ekspor pasir laut, tanah dan top soil, termasuk tanah pucuk dan humus.
Dikutip dari laman ESDM, larangan ekspor pasir saat itu berkaitan dengan kedaulatan negara. Sebab pasir yang banyak diekspor ke Singapura digunakan untuk memperluas wilayahnya. Bahkan dari pasir laut Indonesia, Singapura berhasil memperpanjang bibir pantainya sejauh 12 kilometer.
Tak hanya itu, banyak pulau di Kepulauan Riau yang tenggelam karena pasirnya telah diambil. Menurut data yang dikeluarkan Singapura, luas tanah negara itu pada 2017 mencapai 724,2 kilometer persegi, jauh meningkat dibandingkan luas pada 1959 yang hanya 581,5 kilometer persegi.
Sejumlah negara di Asia Tenggara juga telah melarang ekspor pasir ke Singapura ini, seperti Kamboja dan Malaysia pada 2018.