ERAMADANI.COM, DENPASAR – Pengakuan seorang dokter yang kini kabur untuk bersaksi telah menguak fakta baru yang dialami perempuan Uighur di Tiongkok. Ia telah dipaksa pemerintah China mensterilisasi ratusan perempuan muslim Uighur sepanjang karirnya.
Hingga kini kondisi kaum minoritas Uigur di Tiongkok masih memprihatinkan. Dunia kembali diberitahu bagaimana Hak Asasi Manusia (HAM) mereka semakin tidak dihargai.
Melansir dari vice.com, pengakuan seorang dokter terkait aborsi dan sterilisasi rahim itu muncul ketika dokter tersebut diwawancarai oleh ITV, stasiun televisi Inggris pada 3 September 2020.
Selama ia praktik, dia memperkirakan telah dipaksa mengoperasi 600-an perempuan yang dibuat supaya tidak lagi subur.
Dokter asal Provinsi Xinjiang, Tiongkok, yang kini kabur ke Turki itu mengklaim tindakan medis berbahaya itu diperintahkan otoritas keamanan Tiongkok.
Hal itu untuk mengontrol perkembangan populasi etnis minoritas muslim tersebut.
“Saya akan diangkut petugas pemerintah untuk mendatangi desa-desa di pelosok Xinjiang, lalu mengumpulkan semua perempuan dewasa naik truk,” ujar dokter perempuan tersebut.
“Jika usianya muda, perempuan Uighur itu akan menjalani operasi sterilisasi dan pengangkatan rahim. Sementara yang sudah terlanjur hamil, akan diaborsi atau diminta sering mengonsumsi pil pencegah kehamilan yang mengganggu kesehatan janin,” sambungnya.
Pemerintah Tiongkok mengklaim tindakan ini sebagai program KB biasa. Akan tetapi, yang disaksikan dokter ini sudah mengarah pada pemaksaan yang melanggar HAM.
“Tujuannya sudah jelas pembersihan etnis,” tandas si dokter yang enggan identitasnya disebut, lantaran kesalamatannya terancam.
Dokter yang telah bekerja bersama pemerintah selama 20 tahun ini mengaku menyesal.
Pernyataan Perempuan-perempuan Uighur yang Telah Kabur
Perempuan Uighur yang telah kabur dari Xinjiang membenarkan keterangan dokter.
Kepada ITV, perempuan itu mengaku biasa didatangi petugas pemerintah untuk minum pil KB, atau sebisa mungkin menyembunyikan perut yang membuncit saat hamil agar terhindar dari aborsi paksa.
Sidak yang dilakukan pejabat provinsi sering terjadi kapan saja, perempuan Uighur yang kelihatan hamil sementara sudah memiliki anak satu akan dipaksa aborsi.
Mehrigul Tursun, perempuan Uighur yang kini kabur ke Amerika Serikat, memiliki cerita serupa.
Dia pernah masuk ke kamp konsentrasi dan tanpa ia sadari, ternyata ia sudah disteril saat dirawat di bangsal setempat.
Sterilisasi rahim itu baru diketahuinya ketika telah berada di AS dan menjalani pemeriksaan medis tahunan.
Adrian Zenz seorang akademisi asal Jerman, dalam penelitiannya pada Juni 2020 menunjukkan bukti yang tidak terbantahkan.
Perempuan Uighur menjadi target utama sterilisasi pemerintah saat berada di kamp konsentrasi.
“Sasaran utamanya adalah perempuan di pelosok Xinjiang. Sterilisasi ini hendak menjangkau 34 persen dari semua perempuan yang sudah menikah,” tulis Zenz.
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Tiongkok membantah keras atas adanya kebijakan tersebut. Mereka menyatakan tuduhan itu dibuat oleh pihak-pihak radikal. (ITM)