ERAMADANI.COM, JAKARTA – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim mengeluarkan kebijakan terkait sekolah tatap muka di tengah pandemi. Nadiem kini memperbolehkan pembelajaran tatap muka mulai Januari 2021 di seluruh zona risiko Covid-19.
“Pemerintah pada hari ini melakukan penyesuaian kebijakan untuk memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah, kanwil atau kantor Kemenag untuk menentukan pemberian izin pembelajaran tatap muka di sekolah-sekolah di bawah kewenangannya,” kata Nadiem Makarim dalam siaran YouTube Kemendikbud RI, Jumat (20/11/20).
Melansir dari cnnindonesia.com, Nadiem menyebut pihaknya sudah mengevaluasi hasil SKB empat menteri sebelumnya.
Ia melihat situasi hari ini bahwa hanya 13 persen sekolah yang melakukan pembelajaran tatap muka dan sebesar 87 persen masih belajar dari rumah.
“Perbedaan besar di SKB sebelumnya, peta zonasi risiko tidak lagi menentukan pemberian izin pembelajaran tatap muka, tapi Pemda menentukan, sehingga bisa memilih daerah-daerah dengan cara yang lebih detail,” ungkap Nadiem.
Mendikbud menegaskan sekolah pembelajaran jarak jauh atau PJJ punya dampak negatif terhadap siswa maupun orang tua, dampak itu termasuk psikososial.
“Mulai Januari 2021, ada tiga pihak yang menentukan apakah sekolah itu boleh dibuka atau tidak.
yang pertama adalah pemdanya sendiri, pemda atau dalam situasi, yang lain kanwil atau kantor Kemenag.”
Nadiem Makarim
Meski Sekolah Akan Kembali Tatap Muka, Nadiem Tegaskan Anak Tetap Berada dalam Kebijakan Orang Tua
Ia pun menegaskan, orang tua masing-masing siswa bebas menentukan apakah anaknya boleh ikut masuk sekolah atau tidak, sekalipun sekolah dan daerah tertentu telah memutuskan untuk membuka kembali kegiatan belajar tatap muka.
Selain itu, Nadiem menyebut pemberian izin pembelajaran tatap muka bisa terlaksana serentak maupun bertahap, bergantung kesiapan masing-masing daerah dan berdasarkan diskresi maupun evaluasi kepala daerah.
Sekolah yang melaksanakan pembelajaran tatap muka harus melaksanakan protokol kesehatan yang sangat ketat.
Sebelumnya, pada Agustus 2020, Mendikbud terlebih dulu mengizinkan sekolah di zona kuning dan hijau untuk melakukan pembelajaran tatap muka. Kemendikbud mencatat, setidaknya ada 43 persen siswa yang berada di area tersebut.
Saat itu, keputusan membuka sekolah meskipun di tengah wabah dilakukan Nadiem karena PJJ di sejumlah daerah dianggap tidak berjalan optimal.
Selain itu, muncul kekhawatiran dampak buruk akibat PJJ dalam jangka panjang. Menurut Nadiem, 88 persen sekolah di daerah tertinggal, terluar, dan terdepan berstatus zona hijau dan kuning. (LWI)