Jakarta, Republika.co.id — Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) kembali mengirimkan tim medis darurat (EMT) ke Jalur Gaza, Palestina. Ini merupakan tim keenam yang dikirim ke wilayah yang tengah menjadi sasaran agresi militer Israel sejak 7 Oktober 2023. Keputusan ini diambil di tengah situasi yang semakin memburuk di Jalur Gaza, dengan serangan militer Israel yang terus berlanjut dan akses bantuan kemanusiaan yang terhambat.
Tim EMT MER-C keenam ini terdiri dari lima relawan, yang diberangkatkan dalam dua tahap. Tahap pertama, pada Sabtu (26/10/2024), diberangkatkan tiga relawan: Faradina Sulistiyani (dokter bedah), Regintha Yasmeen (dokter kandungan), dan Nadia Rosi (perawat). Dua relawan lainnya, Taufiq Nugroho (dokter bedah) dan Kamal Putra Pratama (perawat), menyusul pada Selasa (29/10/2024).
Pelepasan tim dilakukan oleh Ketua EMT MER-C, dr. Arief Rachman, di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang. Arief mengungkapkan keprihatinan mendalam atas situasi di Jalur Gaza, yang semakin sulit diakses oleh bantuan kemanusiaan. "Situasi di Jalur Gaza dalam satu bulan terakhir ini semakin memburuk. Di tengah gempuran militer Israel, tidak adanya jaminan bahwa misi-misi kemanusiaan dapat berlangsung secara efektif di seluruh Jalur Gaza," ungkap Arief.
Meskipun demikian, MER-C tetap berkomitmen untuk mengirimkan tim medis, berpedoman pada koridor WHO. "Terlepas dari situasi yang berkembang saat ini, MER-C masih konsisten mengirimkan tim medis dalam koridor WHO. Situasi saat ini dengan banyaknya rumah sakit yang terpaksa tidak beroperasi karena keterbatasan dokter, medis dan obat-obatan, kita akan tetap memberikan support," tegas Arief.
Kehadiran tim medis diharapkan dapat mendorong pasokan obat-obatan dan alat kesehatan yang sangat dibutuhkan di Jalur Gaza. Arief mengakui kesulitan yang dihadapi dalam mengirimkan bantuan, mengingat situasi yang tidak menentu. "Saya tidak bisa membayangkan, seandainya kemudian tenaga medis sudah tidak ada, ketika MER-C mengirimkan barang-barang dari luar Jalur Gaza, maka pihak militer zionis akan ‘mempertanyakan’ untuk apa pemanfaatan barang-barang itu," jelas Arief.
Tim EMT keenam ini dijadwalkan bertugas selama satu bulan. Namun, ada harapan dari pihak WHO bahwa seluruh tim bisa bekerja lebih panjang, yakni sekurang-kurangnya jangka waktu tiga bulan. MER-C sendiri masih akan melakukan evaluasi lebih lanjut terkait wacana ini. "Kalau situasi memungkinkan dan teman-teman sanggup untuk bekerja tiga bulan, kita akan sangat menghargai dan akan kita upayakan agar teman-teman bisa bekerja di sana dalam situasi yang aman," ujar Arief.
Terkait penempatan tugas, Arief menjelaskan bahwa situasinya masih sangat fleksibel. Sejauh ini, berdasarkan informasi yang diterima, Tim EMT keenam akan bertugas di Gaza Tengah, tepatnya di Rumah Sakit (RS) Lapangan Public Aid Hospital.
"Bismillah, kita berharap kepada Allah agar diberi kemudahan, kekuatan, dan upaya yang kita berikan kepada saudara-saudara kita di Gaza bisa memberikan arti bahwa kemanusiaan itu masih ada," harap Arief.
Saat ini, tiga relawan yang berangkat pada tahap pertama sudah tiba di Jalur Gaza. Adapun dua relawan lainnya tiba di Amman, Yordania. Mereka masih menunggu persetujuan izin masuk Jalur Gaza yang difasilitasi oleh WHO.
Keberangkatan tim medis MER-C ke Jalur Gaza merupakan bukti nyata komitmen organisasi ini dalam memberikan bantuan kemanusiaan kepada masyarakat Palestina yang tengah menghadapi krisis kemanusiaan. Di tengah situasi yang penuh risiko dan ketidakpastian, MER-C tetap teguh dalam menjalankan misi kemanusiaannya, dengan harapan dapat meringankan penderitaan masyarakat Palestina di Jalur Gaza.