ERAMADANI.COM, MANGUPURA – Sabtu (12/10/2019) malam tadi, area Ground Zero, Legian – Kuta disesaki wisatawan mancanegara. Mereka memadatinya kendati diselenggarakannya acara mengenang tragedi kemanusiaan Bom Bali I 2002 silam.
Tujuh belas tahun lalu tepat 12 Oktober 2002 pukul 23.05 wita, sebuah bom seberat 1 kg meledak di Paddy’s Pub dan Sari Club (SC) di Jalan Legian, Kuta, Bali. Selang beberapa waktu kemudian ledakan kedua pun menyusul terjadi di dekat Kantor Konsulat Amerika Serikat, Renon, Denpasar.
Sebanyak 202 Warga Negara Asing tercatat menjadi korban tewas. Warga Australia menjadi warga negara terbanyak yang menjadi korban dalam ledakan ini. Disusul warga Negara Indonesia yang kebanyakan warga Asli Bali.
Tragedi kemanusiaan ini membuat geliat pariwisata di Bali merosot tajam. Hingga negara-negara lain mengeluarkan travel warning untuk tidak berkunjung ke Bali.
Secara global pun keharmonisan antar agama cukup tergerus, mengingat bahwa kejadian ini juga menyusul tragedi penghancuran menara kembar World Trade Center, Amerika Serikat 9 September 2001 silam.
Pelaku pengeboman berhasil ditangkap kepolisian RI . Hukuman mati dan penjara seumur hidup menjadi ganjaran bagi pelaku aksi ini.
Ground Zero Sebagai Monumen Pengingat

Untuk mengenang para korban tewas dan menjadi saksi bisu atas kejadian yang dikenal sebagai tragedi ini, Pemerintah Indonesia membuat sebuah Monumen bernama Ground Zero di lokasi tragedi tersebut.
Kini monumen Ground Zero dapat dikunjungi oleh wisatawan mancanegara dan domestik yang ingin berziarah ke lokasi tragedi kemanusiaan 17 tahun lalu itu.
Monumen ini hanya dibuka ketika ada perayaan mengenang para korban. Terlihat beberapa wisatawan ada yang ber swafoto di depan monumen Ground Zero.
Di bagian utama monumen berjajar bunga-bunga mawar s]dan lilin serta foto para korban. Tulisan ucapan mengenang peristiwa itu pun tersebar, yang salah satunya berasal dari konsulat Jepang.
Kharizal salah seorang wisatawan domestik yang datang ke Monumen Ground Zero untuk pertama kalinya mengatakan bahwa terorisme merupakan musuh bersama dan jangan ada lagi di Indonesia..
“Terorisme harus dilawan, monumen ini menjadi sebuah peringatan bahwa Bali bisa bangkit setelah kejadian pengeboman oleh teroris”, ungkapnya.
Tragedi Bom Bali I menampilkan Bali sebagai pionir terdepan yang bisa bangkit dari musibah sosial tersebut. Walau pelaku teror mengatasnamakan agama, namun Bali bangkit mengedepankan toleransinya sehingga tidak mendiskreditkan kejadian itu sebagai kesalahan agama, melainkan oknum yang salah dari penganut agama apapun.
Tujuh belas tahun telah berlalu, wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Bali pun kembali meningkat, menjadi saksi atas keharmonisan masyarakat di Bali. (HAD)