Jakarta, Republika.co.id — Asia Tengah, wilayah yang membentang luas di jantung benua Eurasia, menyimpan kisah perjalanan panjang peradaban Islam yang gemilang. Jejak Islam di wilayah ini terukir sejak abad ke-8 Masehi, menorehkan tinta emas dalam sejarah peradaban dunia.
Pertemuan Islam dengan Asia Tengah diperkirakan dimulai pada abad ke-8 Masehi, melalui wilayah Transoxiana atau Mawarannahr, sebutan dalam bahasa Arab. Pada tahun 673-751 Masehi, pasukan Muslim di bawah komando Abu Hafs Qutayba bin Abi Salih Muslim, yang kala itu berada di bawah kekuasaan Khalifah al-Walid I dari Bani Umayyah, berhasil menaklukkan wilayah tersebut.
Di bawah panji Kekhalifahan Umayyah, Islam menjejakkan kakinya di berbagai penjuru Asia Tengah. Namun, pada tahun 751 Masehi, Kekhalifahan Abbasiyah mengambil alih kendali wilayah ini, mengukuhkan dominasinya melalui kemenangan atas pasukan Dinasti Tang asal Cina dalam pertempuran di sekitar Sungai Talas. Pertempuran yang berlangsung dari Mei hingga September 751 ini menandai babak baru bagi pengaruh Islam di Asia Tengah.
Di bawah naungan Islam, Asia Tengah mencapai puncak kejayaannya dalam bidang budaya dan ekonomi. Bahasa Arab, yang dibawa oleh para penguasa, mulai menggantikan bahasa Persia, khususnya di era kekuasaan Bani Abbasiyah. Pada abad ke-9 Masehi, Transoxiana menjelma menjadi pusat peradaban yang sejajar dengan Baghdad, ibukota kekhalifahan, Kairo, dan Kordoba di Spanyol.
Namun, seiring berjalannya waktu, pengaruh bahasa Arab mulai memudar, dan bahasa Persia kembali merajai wilayah ini.
Bukhara, kota lain di Asia Tengah, juga dikenal sebagai pusat keilmuan yang gemilang. Di sini, para ilmuwan, cendekiawan, dan sastrawan Muslim bermunculan, meninggalkan warisan intelektual yang hingga kini masih terasa. Bukti nyata betapa pentingnya Asia Tengah bagi perkembangan peradaban Islam adalah ditemukannya salinan asli Alquran dari zaman Khalifah Utsman bin Affan di Tashkent, ibu kota Uzbekistan saat ini.
Samarkand, kota yang terletak di Jalur Sutra, sejak abad ke-8 Masehi telah menjadi titik pertemuan budaya dan keilmuan dunia, khususnya dari Cina. Jalur Sutra membawa serta berbagai warisan berharga dari Timur Jauh, termasuk metode pembuatan kertas, sebuah inovasi yang dicetuskan oleh Tsai Lun (48-121 Masehi), seorang pegawai Dinasti Han, Cina.
Kontak budaya dan militer dengan Cina memperkenalkan dunia Islam dengan kertas, yang kemudian menjadi katalisator perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam, dan kelak, di Eropa Kristen. Kertas menggantikan daun papirus dan kulit hewan ternak yang kurang praktis untuk menyimpan buku-buku di perpustakaan.
Pertemuan Islam dengan Asia Tengah melahirkan peradaban yang gemilang, mewarnai sejarah dengan tinta emas. Warisan budaya, ilmu pengetahuan, dan arsitektur yang megah menjadi bukti nyata kejayaan Islam di wilayah ini. Dari masjid-masjid megah hingga karya sastra yang mendalam, Asia Tengah menjadi saksi bisu perjalanan Islam yang penuh makna.
Kisah Islam di Asia Tengah bukan sekadar catatan sejarah, melainkan inspirasi bagi masa kini. Peradaban yang gemilang, toleransi antar budaya, dan kemajuan ilmu pengetahuan menjadi pelajaran berharga yang dapat dipetik dari masa lalu.
Berikut beberapa poin penting dari kisah Islam di Asia Tengah:
- Peran Islam dalam perkembangan budaya dan ekonomi Asia Tengah: Islam membawa pengaruh besar dalam perkembangan budaya dan ekonomi Asia Tengah. Bahasa Arab, seni, dan arsitektur Islam berkembang pesat di wilayah ini.
- Pusat keilmuan dan intelektual: Asia Tengah melahirkan banyak ilmuwan, cendekiawan, dan sastrawan Muslim yang berjasa dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan sastra.
- Peran Jalur Sutra: Jalur Sutra menghubungkan Asia Tengah dengan dunia, membawa berbagai budaya dan ilmu pengetahuan ke wilayah ini.
- Warisan budaya dan arsitektur: Asia Tengah memiliki warisan budaya dan arsitektur Islam yang megah, seperti Masjid Bibi Khanum di Samarkand, Madrasah Ulugh Beg di Samarkand, dan Mausoleum Gur-e Amir di Samarkand.
- Pelajaran berharga bagi masa kini: Kisah Islam di Asia Tengah mengajarkan kita tentang pentingnya toleransi, kemajuan ilmu pengetahuan, dan peradaban yang gemilang.
Kesimpulan: