Jakarta, 9 Januari 2025 – Ironi besar mewarnai peta industri halal global. Indonesia, negara dengan populasi Muslim terbesar dunia, justru tertinggal jauh di belakang negara-negara dengan populasi Muslim minoritas. Posisi Indonesia sebagai negara kedelapan dalam industri halal global menjadi sorotan tajam, khususnya bagi Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), yang dituntut untuk lebih agresif dalam menggenjot edukasi dan sosialisasi sertifikasi halal.
Kepala BPJPH, Ahmad Haikal Hasan, yang akrab disapa Babe Haikal, mengungkapkan fakta mengejutkan ini dalam acara bertajuk "Yakin Halal? Yuk Kupas Tuntas Bareng Ahlinya" di Jakarta, Kamis lalu. Menurutnya, dominasi negara-negara dengan populasi Muslim minoritas di puncak industri halal dunia menjadi tamparan keras bagi Indonesia. "Negara nomor satu industri halal dunia adalah China, disusul Amerika Serikat, kemudian Brazil, dan Prancis. Bayangkan, Indonesia berada di peringkat kedelapan," tegas Babe Haikal.
Pernyataan ini menggarisbawahi besarnya potensi yang belum tergali di Indonesia. Pasar industri halal global yang mencapai nilai fantastis 20.000 triliun rupiah, masih jauh dari jangkauan optimal Indonesia yang baru menguasai sekitar 673 triliun rupiah pada tahun 2024. Celah yang sangat signifikan ini menunjukkan adanya permasalahan struktural yang perlu segera diatasi.
Babe Haikal secara lugas menunjuk pada kurangnya ketertiban dalam penerapan sertifikasi halal sebagai akar permasalahan. "Indonesia masih berada di peringkat kedelapan karena tidak tertib halal," ujarnya. Ia menekankan bahwa sertifikasi halal bukan hanya sebatas pemenuhan syariat Islam, melainkan juga simbol kebersihan, kesehatan, dan transparansi yang berdampak positif bagi seluruh lapisan masyarakat, tanpa memandang agama. "Halal for everyone," kata Babe Haikal, menguatkan pesan inklusivitas industri halal.
Lebih jauh, Babe Haikal menjelaskan bahwa sertifikasi halal memiliki nilai strategis yang jauh melampaui aspek keagamaan. Ia melihat sertifikasi halal sebagai kunci utama untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global. Dengan sertifikasi halal yang tertib dan menyeluruh, produk-produk Indonesia akan lebih mudah diterima di pasar internasional, khususnya di negara-negara dengan populasi Muslim yang signifikan. Hal ini akan berdampak positif pada peningkatan ekspor dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Ketidakpatuhan terhadap regulasi halal, menurut Babe Haikal, bukan hanya merugikan Indonesia dari segi ekonomi, tetapi juga menghambat potensi besar dalam menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Industri halal, jika dikelola dengan baik dan terintegrasi, mampu menciptakan jutaan lapangan kerja baru, dari sektor pertanian, peternakan, perikanan, hingga manufaktur dan perdagangan.
Ia menekankan pentingnya kolaborasi dan sinergi antar berbagai pihak, mulai dari pemerintah, pelaku usaha, akademisi, dan masyarakat, untuk mewujudkan cita-cita Indonesia sebagai pemain utama dalam industri halal global. "Andaikan semua tertib halal, restoran, pabrik, makanan dan minuman, maka kita akan menjadi industri halal nomor satu dunia. Halal itu memberi rahmat bagi semua," pungkas Babe Haikal.
Analisis Lebih Dalam: Mengapa Indonesia Tertinggal?
Peringkat Indonesia yang mengecewakan dalam industri halal global membutuhkan analisis mendalam untuk mengidentifikasi akar permasalahan dan merumuskan solusi yang efektif. Beberapa faktor kunci yang perlu dipertimbangkan antara lain:
-
Rendahnya Kesadaran dan Pemahaman tentang Sertifikasi Halal: Banyak pelaku usaha, khususnya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), belum sepenuhnya memahami pentingnya sertifikasi halal dan prosedur perolehannya. Kurangnya sosialisasi dan edukasi yang efektif dari BPJPH dan instansi terkait menjadi salah satu penyebab utama. Banyak yang masih menganggap sertifikasi halal sebagai beban birokrasi yang rumit dan mahal.
-
Kompleksitas dan Birokrasi Perizinan: Proses perolehan sertifikasi halal masih dianggap rumit dan berbelit oleh sebagian pelaku usaha. Biaya sertifikasi yang relatif tinggi juga menjadi kendala bagi UMKM yang memiliki modal terbatas. Penyederhanaan prosedur dan pengurangan biaya sertifikasi menjadi langkah krusial untuk mendorong lebih banyak pelaku usaha untuk mendapatkan sertifikasi halal.
-
Kurangnya Infrastruktur dan Dukungan Teknis: Kurangnya infrastruktur dan dukungan teknis bagi pelaku usaha dalam menerapkan standar halal juga menjadi hambatan. Banyak pelaku usaha, khususnya di daerah terpencil, mengalami kesulitan dalam mengakses informasi dan pelatihan terkait standar halal. Penguatan infrastruktur dan penyediaan layanan dukungan teknis yang memadai menjadi sangat penting.
-
Lemahnya Pengawasan dan Penegakan Hukum: Pengawasan dan penegakan hukum terhadap produk yang tidak memiliki sertifikasi halal masih lemah. Hal ini menyebabkan maraknya produk yang tidak memenuhi standar halal beredar di pasaran, yang pada akhirnya merugikan konsumen dan pelaku usaha yang telah bersertifikasi halal. Penguatan pengawasan dan penegakan hukum menjadi kunci untuk menciptakan pasar halal yang fair dan kompetitif.
-
Kurangnya Inovasi dan Pengembangan Produk Halal: Indonesia perlu meningkatkan inovasi dan pengembangan produk halal yang berdaya saing tinggi di pasar global. Pengembangan produk halal yang berkualitas, inovatif, dan sesuai dengan tren pasar global sangat penting untuk meningkatkan daya saing Indonesia di industri halal internasional. Dukungan riset dan pengembangan teknologi halal menjadi sangat penting dalam hal ini.
-
Keterbatasan Akses Pasar: Pelaku usaha halal di Indonesia masih menghadapi kendala dalam mengakses pasar global. Kurangnya promosi dan pemasaran produk halal Indonesia di pasar internasional menjadi salah satu faktor penyebabnya. Penguatan strategi pemasaran dan promosi produk halal Indonesia di pasar global menjadi sangat penting.
Langkah Strategis Menuju Industri Halal Terkemuka Dunia:
Untuk mengatasi permasalahan di atas dan mencapai posisi yang lebih baik dalam industri halal global, Indonesia perlu mengambil langkah-langkah strategis berikut:
-
Peningkatan Sosialisasi dan Edukasi: BPJPH perlu meningkatkan sosialisasi dan edukasi tentang pentingnya sertifikasi halal kepada seluruh lapisan masyarakat, khususnya pelaku UMKM. Sosialisasi harus dilakukan secara intensif dan menggunakan berbagai media, termasuk media sosial dan platform digital lainnya.
-
Penyederhanaan Prosedur dan Pengurangan Biaya Sertifikasi: Pemerintah perlu menyederhanakan prosedur perolehan sertifikasi halal dan mengurangi biaya sertifikasi, khususnya bagi UMKM. Hal ini dapat dilakukan melalui digitalisasi proses sertifikasi dan pemberian insentif bagi UMKM yang mendapatkan sertifikasi halal.
-
Penguatan Infrastruktur dan Dukungan Teknis: Pemerintah perlu meningkatkan infrastruktur dan dukungan teknis bagi pelaku usaha dalam menerapkan standar halal. Hal ini dapat dilakukan melalui pembangunan pusat pelatihan dan konsultasi halal, serta penyediaan layanan dukungan teknis secara online.
-
Penguatan Pengawasan dan Penegakan Hukum: Pemerintah perlu memperkuat pengawasan dan penegakan hukum terhadap produk yang tidak memiliki sertifikasi halal. Hal ini dapat dilakukan melalui peningkatan kapasitas petugas pengawas dan penegakan hukum yang lebih tegas terhadap pelanggaran.
-
Peningkatan Inovasi dan Pengembangan Produk Halal: Pemerintah perlu mendorong inovasi dan pengembangan produk halal yang berdaya saing tinggi di pasar global. Hal ini dapat dilakukan melalui pemberian insentif bagi pelaku usaha yang melakukan inovasi dan pengembangan produk halal, serta peningkatan pendanaan riset dan pengembangan teknologi halal.
-
Penguatan Akses Pasar: Pemerintah perlu membantu pelaku usaha halal Indonesia dalam mengakses pasar global. Hal ini dapat dilakukan melalui peningkatan promosi dan pemasaran produk halal Indonesia di pasar internasional, serta fasilitasi partisipasi pelaku usaha halal Indonesia dalam pameran dan event internasional.
Dengan mengambil langkah-langkah strategis tersebut, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pemain utama dalam industri halal global dan meraih manfaat ekonomi yang signifikan. Peringkat kedelapan saat ini bukanlah akhir dari perjalanan, melainkan titik awal untuk melakukan perubahan dan transformasi menuju industri halal yang lebih maju dan berdaya saing. Perubahan ini membutuhkan komitmen dan kerja keras dari semua pihak yang terlibat.