• Tentang Kami
  • Berita
  • Inspirasi
  • Harmoni
  • Wisata Halal
  • Warga Net
  • Tim Redaksi
No Result
View All Result
Era Madani
  • Bali
  • Berita
  • Kabar
  • Featured
  • Inspirasi
  • Harmoni
  • Budaya
  • Pariwisata
  • Sejarah
  • Gagasan
  • Warga Net
  • Wisata Halal
Era Madani
  • Tentang Kami
  • Berita
  • Inspirasi
  • Harmoni
  • Wisata Halal
  • Warga Net
  • Tim Redaksi
    animate
No Result
View All Result
Era Madani
No Result
View All Result
Ghouta Timur; Harga Setara Paris, Kehidupan Layaknya Somalia

Ghouta Timur; Harga Setara Paris, Kehidupan Layaknya Somalia

admin by admin
in Uncategorized
0 0
0
343
SHARES
2k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Doha. “Ghouta Timur; Harga Setara Paris, Kehidupan Layaknya Somalia,” merupakan permisalan yang ditulis masyarakat Ghouta di media sosial. Kalimat ini mencerminkan realitas wilayah yang diblokade sejak beberapa tahun silam.

Memang benar, kalimat itu tidak sedikitpun menyelamatkan masyarakat Ghouta dari dua neraka, blokade dan perang, yang kian memburuk dari hari ke hari. Namun setidaknya, ungkapan itu merupakan suara ribuan penduduk, dan diharapkan mengundang empati dunia. Seakan-akan mereka ingin berkata, “Wahai dunia, di Ghouta terjadi bencana kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya.”

Ahmed Hamdan, berfoto bersama kucing sebelum tewas. (Aljazeera.net)

Blokade terhadap Ghouta Timur telah dimulai sejak 2012 silam. Wilayah ini adalah yang pertama keluar dari rezim Suriah dan dikuasai pasukan oposisi. Sejak saat itu, blokade diberlakukan secara bertahap oleh rezim. Hingga pada akhir 2013, wilayah ini terblokade secara penuh. Saat itu, rezim menutup seluruh pintu yang menjadi akses bagi ratusan ribu warga sipil di dalamnya.

Tahun-tahun selanjutnya, Ghouta menjadi percontohan terbaik bagi politik rezim: “lapar atau tunduk”. Di mana penduduk Ghouta kehilangan akses untuk bahan dasar kehidupan, seperti bahan makanan, medis dan bahan bakar.

Selain itu, secara bertahap rezim juga mulai mencaplok wilayah pertanian di Ghouta. Padahal lahan pertanian ini yang menjadi harapan bagi penduduk untuk bertahan hidup.

Pada akhir tahun lalu hingga awal tahun ini, blokade Ghouta mencapai puncaknya, terutama pasca keberhasilan rezim dalam menguasai wilayah timur Damaskus. Padahal wilayah inilah yang selama ini memasok bahan-bahan ke Ghouta melalui terowongan. Bahkan jalan-jalan perdagangan yang sebelumnya diizinkan pun, sekarang ditutup oleh rezim.

Harga-harga Melangit

Pada Januari lalu, harga-harga bahan di Ghouta melambung tinggi. Menurut laporan, harga di Ghouta mencapai lima kali lipat dari harga-harga di ibukota Suriah, Damaskus.

Sebagai contoh, harga 1kg gula mencapai 2000-2500 lira Suriah (4-5 Dolar/ Rp. 55.000-68.769). Harga beras di Ghouta mencapai 2500-3000 lira (Rp. 68.769-82.523). Sementara harga susu di Ghouta 700 lira, sedangkan di Damaskus hanya 250 lira.

Kehidupan Menyedihkan

Kondisi itu juga diikuti dengan memburuknya kehidupan di Ghouta. Sekitar 400.000 orang tinggal di Ghouta Timur di bawah serentetan peluru yang terus ditembakkan. Ghouta  Timur merupakan salah satu kota di Suriah yang dijuluki oleh para aktivis kemanusiaan sebagai ‘Penjara Terbesar di Dunia’.

Julukan tersebut bukan tanpa dasar. Kota yang berada di sekitaran Damaskus itu kini menjadi zona paling berbahaya dan paling mahal di muka bumi. Namun, faktanya dunia masih saja bungkam dalam keheningannya. Sebuah ironi yang tentu sangat mengiris hati.

Untuk mengetahui secuil potret kehidupan di Ghouta Timur, Aljazeera.net berhasil melakukan komunikasi dengan salah satu warga di sana yang bernama Majed Sayar.

“Keluargaku mulai berpindah ke tempat-tempat penampungan sejak dimulainya kampanye militer oleh pasukan rezim Bashar al-Assad. Ribuan wanita dan anak-anak tinggal di ruang bawah tanah sejak tiga pekan terakhir, tanpa melihat sinar matahari walau sejenak,” katanya.

Sementara para laki-laki, lanjut Sayar, terpaksa harus keluar untuk beberapa waktu guna mencari air dan makanan. Di malam hari, ruang-ruang bawah tanah itu penuh sesak dengan warga. Bahkan satu ruang bisa mencapai 400 orang yang tinggal di dalamnya.

Sumber: Aljazeera

Tags: Ghoutasuriah
Previous Post

Ribuan Orang di London Lakukan Protes Anti-Islamofobia

Next Post

Putin, Xi Jinping, dan Erdogan: Menghadapi Masa Depan Penuh Badai

admin

admin

Next Post
Putin, Xi Jinping, dan Erdogan: Menghadapi Masa Depan Penuh Badai

Putin, Xi Jinping, dan Erdogan: Menghadapi Masa Depan Penuh Badai

Berdzikir Dalam Setiap Keadaan

Berdzikir Dalam Setiap Keadaan

Anis Matta Tanggapi Prediksi Cina Jadi Raksasa Dunia 2030

Anis Matta Tanggapi Prediksi Cina Jadi Raksasa Dunia 2030

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Facebook Twitter Youtube Vimeo Instagram

Category

  • Bali
  • Berita
  • Budaya
  • Featured
  • Gagasan
  • Geopolitik, Kepemimpinan, Kaderisasi, Strategi Partai, Identitas Keumatan, Jaringan Global, Pemberdayaan Sumber Daya Manusia
  • Harmoni
  • Headline
  • Inspirasi
  • Kabar
  • Mancanegara
  • Olahraga
  • Opini
  • Pariwisata
  • Pendidikan
  • Peristiwa
  • Politik
  • Sejarah
  • Sponsored
  • Teknologi
  • Uncategorized
  • Warga Net
  • Wisata Halal

© 2020 EraMadani - Harmoni dan Inspirasi.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • TENTANG KAMI
  • BERITA
  • BALI
  • KABAR
  • FEATURED
  • TIM REDAKSI

© 2020 EraMadani - Harmoni dan Inspirasi.