ERAMADANI.COM, – Sebagai seorang mahkluk ciptaan Allah sudah seharusnya mengeluarkan sebagian hartanya untuk bersedakah dijalan-Nya, Namun ada juga diantara mereka yang lalai untuk nafkahi keluarganya.
Di lansir dari Islampost.com, bahwa kita perlu memprioritaskan pengeluaran harta, bukan semua dipakai sedekah. Ada nafkah wajib yang lebih dahulu dipenuhi.
Yaitu keluarga, karena meraka adalah rumah tempat kita pulang, maka berikanlah kepada mereka terlebih dahulu, setelah itu baru yang lainnya.
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Tidak boleh hasad (ghibtoh) kecuali pada dua orang, yaitu orang yang Allah anugerahkan padanya harta lalu ia infakkan pada jalan kebaikan dan orang yang Allah beri karunia ilmu (Al Qur’an dan As Sunnah), ia menunaikan dan mengajarkannya,” (HR. Bukhari no. 73 dan Muslim no. 816).
3 Macan Pengeluaran Harta, maka Jangan Lalai Nafkahi Keluarga
Mengenai hadist tersebut, Ibnu Battol rahimahullah menjelaskan bahwa pengeluaran harta dalam kebaikan dibagi menjadi tiga yaitu sebagai berikut:
1. Pengeluaran untuk kepentingan pribadi
Harta yang kamu miliki dapat kamu keluarkan untuk kepentingan pribadi, keluarga dan orang orang yang wajib dinafkahi dengan bersikap sederhana, tidak bersifat pelit dan boros.
Nafkah seperti ini lebih afdhol dari sedekah biasa dan bentuk pengeluaran harata lainnya. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda”
“Sungguh tidaklah engkau menginfakkan nafkah (harta) dengan tujuan mengharapkan (melihat) wajah Allah (pada hari kiamat nanti) kecuali kamu akan mendapatkan ganjaran pahala (yang besar), sampai pun makanan yang kamu berikan kepada istrimu” (HR. Bukhari).
2. Tunaikan zakat dan hak Allah.
Nah kamu juga perlu untuk tunaikan zakat dan hak Allah. Ada ulama yang menyatakan bahwa siapa saja yang menunaikan zakat, maka telah terlepas darinya sifat pelit.
3. Sedekah tathowwu’ (sunnah
Sedekah tathowwu’ atau sunnah merupakan nafkah untuk menyambung hubungan dengan kerabat yang jauh dan teman dekat, termasuk pula member makan pada mereka yang kelaparan.
Ibnu Battol, Bersedakah tepat Sasaran
Setelah Ibnu Battol merinci sedemikian apik, ia lantas menjelaskan dan memberikan pemahaman bahwa:
“Barangsiapa yang menyalurkan harta untuk tiga jalan di atas, maka ia berarti tidak menyia-nyiakan harta dan telah menyalurkannya tepat sasaran, juga boleh orang seperti ini didengki (bersaing dengannya dalam hal kebaikan).” (Lihat Syarh Bukhari, Ibnu Battol, 5: 454, Asy Syamilah).
Selain itu, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah pernah menjelaskan juga trekait hal tersebut.
Sebagian orang tatkala bersedekah untuk fakir miskin atau yang lainnya maka mereka merasa bahwa mereka telah mengamalkan amalan yang mulia dan menganggap sedekah yang mereka keluarkan itu sangat berarti.
Adapun mengeluarkan harta untuk memberi nafkah kepada keluarganya maka seakan-akan perbuatan mereka itu kurang berarti.
Padahal memberi nafkah kepada keluarga hukumnya wajib dan bersedekah kepada fakir miskin hukumnya sunnah.
Allah pun lebih mencintai amalan wajib daripada amalan sunnah. Sebagaimana penjelasannya dalam Riyadhus Shalihin.
Maka dari itu, utamakanlah keluarga setelah itu baru yang lainnya, karena kaluarga wajib untuk kamu nafakahi. (MYR)