ERAMADANI.COM – Polda Sumatra Barat sedang mencari pihak yang memviralkan informasi dugaan penyiksaan anak berusia 13 tahun di Kota Padang hingga tewas oleh polisi. Kapolda Sumbar Irjen Suharyono mengungkapkan bahwa pihaknya merasa menjadi korban pengadilan oleh pers (trial by the press).
Dugaan penyiksaan tersebut mencuat setelah Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang mengungkapkan bahwa tubuh anak tersebut dipenuhi luka lebam, enam rusuknya patah, dan paru-parunya robek. LBH Padang menyatakan menemukan unsur penganiayaan dalam kematian anak bernama Afif Maulana tersebut.
Irjen Suharyono menegaskan bahwa viralnya kasus dugaan penyiksaan terhadap Afif telah merusak citra institusi Polri. Menurutnya, tidak ada bukti bahwa Afif disiksa polisi hingga tewas.
Suharyono juga mengklaim bahwa tidak ada anak bernama Afif Maulana saat polisi menangkap 18 anak yang diduga hendak tawuran di Jembatan Kuranji, Padang, pada 9 Juni 2024.
“Polisi dituduh telah menganiaya seseorang hingga mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain. Tidak ada saksi dan bukti sama sekali. Dalam penyelidikan terhadap 18 pemuda yang diamankan, tidak ada yang namanya Afif Maulana,” ujar Suharyono pada Minggu (23/6/2024).
Suharyono menambahkan bahwa polisi akan mencari pihak yang memviralkan kematian Afif Maulana untuk dimintai keterangan guna menguji informasi mengenai dugaan penyiksaan oleh polisi.
Propam Polda Sumbar sendiri telah memeriksa 30 anggota Sabhara Polda Sumbar yang terlibat dalam penangkapan remaja yang diduga tawuran tersebut. Berdasarkan kesaksian yang ada, Suharyono menyatakan bahwa para Sabhara bertugas sesuai SOP.
“Dia harus memberi testimoni, ‘Apakah kamu benar melihat kejadian? Kamu kok ngomong begitu? Kamu, kan, sudah trial by the press, menyampaikan ke pers sebelum fakta yang sebenarnya cukup bukti atau tidak. Atau kamu hanya asumsi dan ngarang-ngarang,'” kata Suharyono dikutip dari Kompas.id.
“Andaikata nanti ditemukan bukti baru bahwa ada oknum anggota bertindak tidak sesuai SOP, pasti kami juga akan menegakkan hukum terhadap anggota yang menyimpang dari SOP itu.”
Melansir dari kompas.tv, LBH Padang menyimpulkan bahwa Afif Maulana diduga kuat menjadi korban penyiksaan. Direktur LBH Padang, Indira Suryani, berharap polisi transparan dalam kasus kematian Afif, alih-alih mencari pihak yang menyebarkan informasi.
Indira mengatakan bahwa LBH Padang telah mendapatkan keterangan dari tujuh saksi yang juga disiksa. Afif diduga kuat disiksa polisi dengan lebih parah.
Menurut Indira, di antara saksi yang dimintai keterangan, terdapat saksi yang melihat Afif dikerubungi polisi pada 9 Juni dini hari. Saksi juga membenarkan bahwa ada polisi yang memukul Afif.
“Tidak masuk akal kalau polisi tidak tahu keberadaan Afif,” ujarnya.
Menurut kronologi kejadian versi LBH Padang, saksi A mengaku membonceng Afif saat kejadian sekitar pukul 04.00 dini hari. Keduanya kemudian dihampiri oleh polisi yang berpatroli.
Polisi tersebut lalu menendang motor Afif hingga terpelanting. A sempat melihat Afif berdiri, tetapi kemudian diringkus oleh anggota polisi lain. Momen ini menjadi saat terakhir keberadaan Afif Maulana diketahui sebelum ditemukan tewas.
“Dari keterangan itu, hingga adanya luka lebam di sekujur tubuh, ini kuat dugaan sebelum tewas Afif Maulana dianiaya dulu,” kata Indira dikutip dari Tribunnews.
Hasil investigasi LBH Padang menemukan bahwa lima anak, termasuk Afif Maulana, dan dua orang dewasa diduga disiksa polisi. Salah satu korban mengaku dipaksa berciuman sesama jenis saat ditangkap.
Indira menyampaikan bahwa tubuh Afif dan korban lain yang ditangkap polisi penuh luka karena disiksa menggunakan rotan, disetrum, ditendang, hingga disundut rokok. Polisi diduga menganiaya agar para korban mengaku sebagai pelaku tawuran.