ERAMADANI.COM, INDONESIA – Pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja disetujui oleh Panitia Kerja (Panja) untuk dibahas pada rapat paripurna. Keputusan itu diambil saat rapat kerja Baleg DPR. Lantas, apa sebenarnya perbedaan peraturan sebelum dan sesudah RUU Cipta Kerja disahkan nantinya?
Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto, Menkumham, Yasonna Laoly, dan Menaker, Ida Fauziyah hadir pada rapat kerja Badan Legislasi (Baleg) DPR, Sabtu (3/10/20).
Sementara Menkeu, Sri Mulyani, Mendagri, Tito Karnavian, Menteri LHK, Siti Nurbaya, dan Menteri ATR/BPN, Sofyan A. Djalil mengikuti secara virtual.
Dalam rapat itu, terdapat tujuh fraksi yang menyampaikan setuju jika RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi UU.
Sementara itu, Demokrat dan PKS menolak pengesahan RUU Cipta Kerja pada tingkat satu dan perlu kembali pembahasan.
Ketua Panja RUU Omnibus Law, Supratman Andi Agtas, meminta persetujuan pemerintah dan DPR.
Supratman meminta persetujuan agar pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja berlanjut ke tingkat II rapat paripurna DPR.
“Saya meminta persetujuan kepada seluruh anggota dan pemerintah apakah RUU tentang Cipta Kerja ini bisa kita setujui untuk diteruskan pengambilan keputusannya di tingkat selanjutnya?” Tanya Supratman, dilansir dari Kumparan.com.
“Setuju,” jawab anggota Panja Baleg.
Setelah itu, Supratman mengetok palu persetujuan.
Dalam kesempatan itu, Airlangga mewakili pemerintah mengatakan menerima catatan Demokrat dan PKS yang menolak pengesahan RUU Cipta Kerja pada tingkat I.
Lantas, sebenarnya apa saja perbedaan peraturan-peraturan sebelum dan sesudah RUU Cipta Kerja sah nantinya?
Perbedaan Peraturan Sebelum dan Sesudah RUU Cipta Kerja Sah Menjadi UU
RUU Cipta Kerja merupakan Omnibus Law, lantaran menghimpun 82 perundangan-undangan dalam 1 undang-undang.
RUU Cipta Kerja memiliki jumlah pasal sebanyak 174 pasal dan jumlah bab sebanyak 15 bab.
Berikut perbedaan peraturan dalam beberapa aspek.
1. Rezim Perizinan
Sebelum: izin menjadi basis segala kegiatan usaha. Sesudah: izin usaha hanya berlaku untuk usaha berisiko tinggi, yang berisiko rendah cukup dengan pendaftaran.
2. Izin Lokasi
Sebelum: terpisah dari izin. Sesudah: penerapan sesuai tata ruang dan terintegrasi dalam izin usaha.
3. Amdal
Sebelum: Berlaku untuk 9 sektor usaha yang beragam. Sesudah: amdal tetap berlaku, khusus untuk kegiatan usaha risiko tinggi ke lingkungan.
4. Prinsip Ketelanjuran di Kawasan Hutan
Sebelum: kebun rakyat dan korporasi kawasan pada hutan dipidana (UU No. 28 Tahun 2013). Sesudah: yang terjadi sebelum ditetapkannya UU Cipta Kerja: kebun rakyat di kawasan hutan dibebaskan atas prinsip ketelanjuran, kebun korporasi dikenai denda.
5. Perizinan oleh Pemda
Sebelum: berbeda-beda sesuai kebijakan masing-masing. Sesudah: pusat penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria (NPSK) perizinan yang sama pada semua Pemda.
6. Jaminan Produk Halal
Sebelum: otoritas pemeriksaan hanya oleh 1 lembaga, pengeluaran fatwa oleh MUI. Semua kelas usaha terdapat biaya sertifikasi. Sesudah: otoritas pemeriksaan bisa oleh ormas dan perguruan tinggi negeri, pengeluaran fatwa tetap oleh MUI. UMK bebas biaya sertifikasi.
7. Pesangon
Sebelum: maksimal 32 kali gaji merupakan tanggung pemberi kerja. Sesudah: maksimal 32 kali gaji, ada sebagian yang pemerintah tanggung melalui BPJamsostek untuk memberi kepastian bagi pekerja.
8. Pendirian Koperasi
Sebelum: minimal 20 orang dalam mendirikan koperasi primer. Sesudah: minimal 9 orang dalam mendirikan koperasi primer.
(ITM)