ERAMADANI.COM, DENPASAR – Senator DPD RI H. Bambang Santoso berkesempatan meninjau PT Pelindo III sebagai penanggung jawab Pelabuhan Benoa yang memiliki banyak aktifitas industri bersekala nasional dan internasional.
Sebab, dampak Covid-19 di Provinsi Bali sangat hebat dirasakan di berbagai sektor kegiatan. Tidak terkecuali pada sektor kawasan industri seperti pelabuhan Benoa Bali.
Kunjungan yang dilakukan pada pertengahan Juni 2020 lalu itu menurut HBS bertujuan untuk memastikan agar sektor transportasi terutama lalu lintas barang dan jasa tidak terganggu dampak pandemi Covid-19.
“Kami telah berkodinasi dengan kepala Pelindo III, Bapak Eka, bahwa secara umum situasi masih terkendali,” tuturnya.
“Semua proses arus barang dan manusia yang terjadi di wilayah pelabuhan pelindo telah menerapkan standar kesehatan pencegahan Covid-19,” ujar HBS.
Disisi lain menurut CEO Pelindo III Cabang Bali, I Wayan Eka Saputra, terjadi penurunan aktifitas industri ekonomi di wilayah Pelabuhan Benoa Bali.
“Sebagai contoh, tingkat kunjungan kapal pesiar yang cukup tinggi di Pelabuhan Benoa Bali,” ujarnya.
“Namun di masa covid-19 ini kami membatasi persinggahan dan persandaran kapal pesiar, otomatis menurunkan pendapatan kami selaku operator pelabuhan,” pungkasnya.
Dalam kesempatan tersebut senator HBS juga mengunjungi kegiatan kemasyarakatan dikawasan pelabuhan Benoa.
Dampak Covid-19 pada Stabilitas Kawasan Industri
Senator HBS memastikan juga agar Pelindo III hadir dalam kegiatan Bina Lingkungan dikawasan tersebut terutama bagi warga terdampak Covid-19.
Menurutnya stabilitas keamanan kawasan industri bagi pembangunan daerah. Kerja sama antar lembaga menjadi kunci mewujudkan hal ini.
Oleh karena itu, kita harus melakukan kolaborasi dengan banyak pihak, demi bergandeng tangan untuk meningkatkan keamanan kawasan.
Kerja sama ini, nantinya mencerminkan komitmen yang kuat dari kedua belah pihak untuk meningkatkan stabilitas dan pengembangan industri ekonomi di kawasan tersebut.
Kini langkah kesiap-siagaan amat dibutuhkan. Situasi krisis saat ini memang berbeda dengan krismon Asia 1998 dan krisis keuangan global 2008.
Oleh sebab itu, kita membutuhkan solusi kebijakan yang berbeda. Data menunjukkan anjloknya indikator kepercayaan, memicu gejolak di pasar keuangan dan indikator ekonomi riil rontok.
Kebangkrutan dan kehilangan pekerjaan akan meninggalkan luka mendalam pada perekonomian dunia dan menyulitkan penyembuhannya untuk waktu yang cukup lama.
Hingga sampai diberlakukannya Era Kenormalan Baru (New Normal) saat ini, ekonomi Bali masih minus dan belum ada pertumbuhan signifikan.
Senator HBS mendorong pemerintah melalui kementrian keuangan agar segera merealisasikan stimulus ataupun bantuan dari dana hibah.(HAD)