ERAMADANI.COM, DENPASAR – Aksi Cepat Tanggap (ACT) Bali kembali mengadakan pelatihan mitigasi yang kali ini melakukan kolaborasi dengan SMP PGRI 3 Denpasar pada Rabu (10/12/2019) lalu.
Mengingat tak ada yang tahu pasti kapan bencana akan terjadi, oleh sebab itu ACT berulang kali melakukan pelatihan kepada masyarakat maupun kalangan anak muda.
Tujuan dalam pelatihan ini atau upaya untuk mengurangi adanya resiko bencana adalah untuk kesiapsiagaan menghadapi bencana yang akan terjadi.
Hal ini menjadi suatu pengetahuan dan kebutuhan yang mendesak saat ini, yang perlu di komsumsi oleh berbagai elemen masyarakat.
Karena bencana yang akan datang tak dapat diprediksi, tentu kecakapan dan kesiagaan menghadapi situasi dan menyelamatkan diri maupun sesama perlu diketahui.
Sehingga penting sejak usia dini, harus dikenalkan tata cara penganggulangan bencana, terutama edukasi mengenai teknik penyelamatan diri saat terjadi bencana.
Serta peran orang dewasa menjadi faktor tersampaikannya edukasi tersebut melalui kerja sama dan bimbingan secara kontiniu.
Rangkaian Kolaborasi Pelatihan Mitigasi
Berlandaskan hal itu pulalah, Lembaga Kemanusiaan ACT Bali mengglear pelatihan mitigas dan tanggap bencana, yang bertempat di SMP PGRI 3 Kota Denpasar.
Kegiatan ini, dihadiri ribuan siswa sebanyak 1.215 orang yang terdiri dari 1.114 siswa, dan 101 civitas akademika yang ingin mengetahui tentang mitigasi.
Para siswa dan civitas akademika yang hadir diajak untuk mengenali berbagai karakter gempa bumi dan simulasi evakuasi gempa bumi itu sendiri.
Acara ini juga didukung oleh didukung oleh tim Masyarakat Relawan Indonesua (MRI) yang telah memiliki sertifikat pelatihan tanggap bencana.
Sajjatul Hidzki selaku Kelala Program ACT Bali menuturkan, pelatihan mitigasi dan tanggap bencana ini merupakan kegiatan rutin yang terus digaungkan ACT kepada seluruh masyarakat.
Hal ini dilakukan sebagai bentuk edukasi demi terciptanya masyarakat yang sadar akan bencana, serta dapat menjadi penyelamat hidup bagi yang lainnya.
Pelatihan ini juga merupakan program yang secara kontinuitas dilakukan ACT kepada pihak-pihak sekolah.
Karena masih banyaknya sekolah yang belum memasukkan materi tanggap bencana dalam kurikulum.
Selain itu, banyaknya masyarakat yang belum memiliki keterampilan dan kurangnya informasi akan sadar bencana menjadi catatan tersendiri.
Mengingat Indonesia berada dalam kawasan Cincin Api Pasifik atau wilayah yang sering mengalami letusan gunung berapi aktif dan gempa bumi.
Ia juga menhimbau bahwa ACT Bali sangat membuka kolaborasi bagi pihak-pihak sekolah maupun dan instansi lainnya untuk mengadakan pelatihan serupa.
Hal ini merupakan bentuk usaha untuk mengurangi resiko fatal banyaknya ancaman bencana yang mungkin akan terjadi.
Serta meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya mitigasi dan kesiapsiagaan saat bencana datang. (RIE)