Jakarta, [Tanggal Publikasi] – Shalat, tiang agama Islam, merupakan kewajiban yang ditegaskan berulang kali dalam Al-Qur’an. Firman Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 103, "إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَّوْقُوتًا" yang bermakna, "Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya bagi orang-orang yang beriman," dengan tegas menempatkan shalat sebagai rukun Islam yang tak terbantahkan. Ketetapan ini diperkuat pula dalam surat Hud ayat 114 yang menganjurkan pemeliharaan shalat di waktu-waktu utama, menekankan peran shalat sebagai amal saleh yang menghapus dosa. Namun, sebagaimana ditegaskan dalam berbagai hadits, bukan sekadar menjalankan gerakan shalat yang menentukan penerimaan amal, melainkan juga kesucian hati dan keselarasan perilaku dengan ajaran Islam. Penerimaan shalat di sisi Allah SWT tergantung pada niat, kesungguhan, dan keseluruhan kehidupan muslim yang menjalankan ibadah tersebut.
Hadits Nabi Muhammad SAW mengungkapkan bahwa shalat merupakan amal pertama yang dihisab pada Hari Kiamat. Dari Abdullah bin Mas’ud RA, beliau bersabda, "Perkara yang pertama kali dihisab adalah salat. Sedangkan yang diputuskan pertama kali di antara manusia adalah (yang berkaitan dengan) darah." (HR. An-Nasa’i). Hadits ini menunjukkan pentingnya kesucian hati dan tindakan dalam menjalankan shalat. Bukan hanya gerakan fisik, melainkan juga niat dan perilaku sehari-hari yang akan diperhitungkan.
Hadits lain dari Abu Hurairah RA menjelaskan lebih lanjut, "Sesungguhnya amal yang pertama kali dihisab pada seorang hamba pada Hari Kiamat adalah salatnya. Maka, jika salatnya baik, sungguh ia telah beruntung dan berhasil. Dan jika salatnya rusak, sungguh ia telah gagal dan rugi. Jika berkurang sedikit dari salat wajibnya, maka Allah SWT berfirman, ‘Lihatlah apakah hamba-Ku memiliki salat sunah.’ Maka disempurnakanlah apa yang kurang dari salat wajibnya. Kemudian begitu pula dengan seluruh amalnya." (HR. Tirmidzi dan An-Nasa’i). Hadits ini menekankan bahwa kebaikan shalat akan mempengaruhi penilaian amal lainnya. Shalat yang baik menunjukkan kebaikan hati dan kesungguhan dalam beribadah, sehingga amal lainnya juga akan dilihat dengan pandangan yang lebih positif.
Namun, kenyataannya ada golongan orang yang menjalankan shalat namun amalnya ditolak Allah SWT. Hal ini bukan berarti shalat mereka tidak sah, melainkan amalnya tidak diterima karena ada hal yang menghalangi penerimaan amal tersebut. Beberapa faktor yang menyebabkan shalat ditolak diantaranya:
1. Mendukung dan Membiarkan Maksiat: Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidak pernah ada perintah dari kami, maka amalan itu tertolak." Dan dalam riwayat lain, "Barangsiapa membuat sesuatu yang baru dalam masalah agama kami ini yang bukan dari ajarannya, maka dia tertolak." (HR. Bukhari dan Muslim). Pernyataan ini menunjukkan bahwa shalat yang dilakukan seseorang yang sengaja atau tidak sengaja mendukung maksiat, baik secara langsung maupun tidak langsung, amalnya dapat tertolak. Contohnya, seseorang yang mengetahui kejahatan tetapi membiarkannya berlangsung, atau bahkan mendukungnya, maka shalatnya dapat tertolak karena tidak selaras dengan ajaran Islam yang mengajarkan kebaikan dan mencegah kemungkaran.
2. Pengkhianatan dan Penipuan Utang: Dari Abu Musa RA, Rasulullah SAW bersabda, "Tiga golongan yang berdoa kepada Allah SWT namun tidak dikabulkan: Seorang laki-laki yang memiliki istri yang buruk akhlaknya namun dia tidak menceraikannya; seorang yang memiliki tanggungan hutang kepada orang lain, namun dia tidak mengakuinya; dan seorang yang memberikan hartanya kepada orang yang bodoh. Allah SWT berfirman, ‘Dan janganlah kamu berikan hartamu kepada orang-orang bodoh.’" (Shahih Al Jami’). Hadits ini menunjukkan bahwa pengkhianatan terhadap utang merupakan hal yang sangat dibenci Allah SWT. Seseorang yang menjalankan shalat tetapi mengungkiri utangnya, maka shalatnya tidak akan diterima karena perbuatannya bertentangan dengan ajaran Islam yang mengajarkan kejujuran dan kepercayaan.
3. Istri yang Durhaka kepada Suami: Dari Umar RA, Nabi Muhammad SAW bersabda, "Dua golongan yang salatnya tidak akan melewati kepala mereka (tidak diterima): budak yang lari dari tuannya hingga dia kembali, dan wanita yang durhaka kepada suaminya hingga dia kembali (taat)." (Shahih Al Jami’). Hadits ini menekankan pentingnya kepatuhan dan keharmonisan dalam rumah tangga. Seorang istri yang durhaka kepada suaminya, meskipun menjalankan shalat, amalnya dapat tertolak karena tidak menjalankan perannya sebagai seorang istri dengan baik.
4. Syirik dan Kufur: Allah SWT berfirman, "Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari Qiyamah termasuk orang-orang merugi." (Al-Maidah: 5). Syirik dan kufur merupakan dosa besar yang dapat membatalkan semua amal kebaikan, termasuk shalat. Seseorang yang menjalankan shalat tetapi masih melakukan syirik atau kufur, maka shalatnya tidak akan diterima.
5. Sepuluh Golongan yang Shalatnya Ditolak (Berdasarkan Hadits): Beberapa kitab hadits menjelaskan tentang sepuluh golongan orang yang shalatnya tidak diterima. Diantaranya adalah: orang yang shalat sendirian tanpa membaca surat Al-Fatihah; orang yang tidak mengeluarkan zakat; orang yang mengimami shalat suatu kaum, sementara kaum itu benci kepadanya; budak yang melarikan diri dari tuannya; peminum khamar; istri yang bermalam di rumah orang tua tanpa izin suami; wanita merdeka yang shalat tanpa memakai kerudung; pemakan riba; pemimpin yang zalim; dan orang yang biasa melakukan shalat, namun shalatnya tidak mampu mencegah dirinya dari kekejian dan kemungkaran.
Kesimpulannya, shalat bukan sekedar gerakan fisik yang dilakukan secara rutin. Shalat merupakan ibadah yang menghubungkan manusia dengan Tuhannya, sehingga kesucian hati dan keselarasan perilaku dengan ajaran Islam merupakan hal yang sangat penting dalam menjalankan shalat. Golongan orang yang shalatnya ditolak menunjukkan bahwa Allah SWT melihat niat dan perilaku seorang hamba dalam menjalankan ibadah, bukan hanya gerakan fisiknya saja. Oleh karena itu, setiap muslim harus menjaga kesucian hati dan perilakunya agar shalatnya diterima Allah SWT. Semoga uraian ini dapat menjadi renungan bagi kita semua untuk senantiasa memperbaiki diri dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.