Nabi Sulaiman AS, putra Nabi Daud AS, merupakan figur monumental dalam sejarah kenabian. Kisahnya, yang sarat dengan mukjizat dan hikmah, terpatri dalam Al-Qur’an dan berbagai literatur Islam, seperti Qashashul Anbiya karya Ibnu Katsir. Sulaiman AS bukan hanya seorang nabi, tetapi juga seorang raja yang memimpin kerajaan yang makmur dan luas. Kekaisarannya yang gemilang, dipenuhi kekayaan melimpah, tak pernah membuatnya lalai dari pengabdian kepada Allah SWT. Kekuasaannya, yang merupakan warisan sekaligus kelanjutan dari kepemimpinan ayahnya, Nabi Daud AS, dibarengi dengan anugerah ilahi yang luar biasa: kemampuan memahami bahasa hewan.
Kemampuan unik ini, yang membedakan Sulaiman AS dari para raja dan nabi lainnya, terdokumentasi dengan jelas dalam Al-Qur’an. Surah An-Naml ayat 18-19 menceritakan bagaimana Nabi Sulaiman AS dan pasukannya, dalam perjalanan, bertemu dengan koloni semut. Ayat tersebut, jika dikaji secara mendalam, bukan sekadar menggambarkan kemampuan Sulaiman AS berkomunikasi dengan semut, tetapi juga menunjukkan kerendahan hati dan kepekaannya terhadap makhluk ciptaan Allah SWT. Semut, makhluk kecil yang tak terbayangkan oleh manusia biasa, memberikan peringatan kepada koloni mereka tentang kedatangan Sulaiman AS dan pasukannya. Kemampuan Sulaiman AS memahami peringatan tersebut menunjukkan betapa luasnya cakupan anugerah Allah SWT yang dilimpahkan kepadanya. Ia mampu berkomunikasi, bukan hanya dengan semut, tetapi juga dengan berbagai jenis hewan lainnya. Hal ini bukan sekadar kemampuan linguistik, melainkan juga sebuah pemahaman mendalam tentang alam dan ciptaan Allah SWT.
Kemampuan memahami bahasa burung juga dijelaskan dalam surah An-Naml ayat 16. Sulaiman AS, dalam ayat ini, menyatakan bahwa ia telah diajari bahasa burung dan diberi segala sesuatu sebagai karunia Allah SWT. Pernyataan ini bukan hanya menunjukkan kemampuannya berkomunikasi dengan burung, tetapi juga menunjukkan rasa syukur dan pengakuannya atas segala nikmat yang diterimanya. Kemampuan ini bukan hanya untuk kesenangan pribadi, tetapi juga sebagai bagian dari tugas kenabiannya, untuk memahami tanda-tanda alam dan berkomunikasi dengan makhluk hidup lainnya. Kemampuan memahami bahasa hewan ini menunjukkan betapa dekatnya hubungan Sulaiman AS dengan alam dan betapa dalam pemahamannya tentang kehendak Allah SWT.
Mukjizat Sulaiman AS tidak berhenti pada kemampuan berkomunikasi dengan hewan. Ia juga memiliki kekuasaan atas bangsa jin. Surah Saba’ ayat 13 menggambarkan bagaimana bangsa jin bekerja di bawah perintah Sulaiman AS, membangun istana-istana megah, patung-patung, piring-piring besar, dan perlengkapan kerajaan lainnya. Ini menunjukkan kekuasaan Sulaiman AS yang luar biasa, bukan hanya atas manusia, tetapi juga atas makhluk gaib. Namun, perlu ditekankan bahwa kekuasaan ini bukanlah untuk kesombongan atau penindasan, melainkan untuk membangun dan memajukan kerajaannya, selalu dalam kerangka ketaatan dan syukur kepada Allah SWT. Bangsa jin, yang biasanya dikenal dengan kekuatan dan kecerdasannya, tunduk dan patuh kepada perintah Sulaiman AS, menunjukkan betapa agungnya kekuasaan Allah SWT yang diwakilkan kepada nabinya.
Namun, kisah Nabi Sulaiman AS bukan hanya tentang kekuasaan dan mukjizat semata. Ia juga mengandung hikmah dan pelajaran berharga tentang kepemimpinan, kearifan, dan batas-batas kekuasaan. Dalam riwayat yang dikutip dari buku The Leadership of Sulaiman karya Ibnu Mas’ud, diceritakan tentang permohonan Sulaiman AS kepada Allah SWT untuk menangkap dan memenjarakan iblis. Motivasi Sulaiman AS adalah untuk mencegah iblis menggoda manusia dan menyebabkan mereka berbuat dosa. Permohonan ini, yang dilandasi niat baik untuk melindungi umatnya, menunjukkan kepedulian dan tanggung jawabnya sebagai seorang nabi dan raja.
Namun, Allah SWT menolak permohonan tersebut, menjelaskan bahwa menangkap iblis tidak akan membawa kebaikan yang berarti. Allah SWT mengingatkan Sulaiman AS tentang hikmah di balik keberadaan iblis dan ujian yang dihadapi manusia. Meskipun demikian, Sulaiman AS tetap bersikukuh, menunjukkan keteguhannya dalam menjalankan kehendaknya. Akhirnya, Allah SWT mengabulkan permohonan Sulaiman AS, tetapi hanya untuk sementara waktu. Iblis ditangkap dan dipenjara.
Akibat penangkapan iblis, terjadi sebuah fenomena yang menarik. Pasar menjadi sepi, orang-orang kehilangan semangat untuk bekerja dan mencari nafkah. Anak buah Sulaiman AS melaporkan hal ini kepada sang nabi, yang kemudian menyadari bahwa penangkapan iblis telah mengganggu keseimbangan kehidupan manusia. Iblis, meskipun jahat, juga memiliki perannya dalam dinamika kehidupan duniawi, yaitu sebagai penguji keimanan manusia. Dengan hilangnya godaan iblis, manusia kehilangan semangat untuk bekerja dan berjuang dalam kehidupan dunia.
Sulaiman AS, dengan kebijaksanaan dan kerendahan hatinya, kembali memohon kepada Allah SWT untuk memahami situasi ini. Allah SWT menjelaskan bahwa penangkapan iblis telah menyebabkan manusia kehilangan gairah dalam bekerja dan mencari rezeki. Sulaiman AS, dengan segera menyadari kesalahannya, melepaskan iblis. Keesokan harinya, pasar kembali ramai, orang-orang kembali bersemangat bekerja dan mencari nafkah.
Kisah ini memberikan pelajaran berharga tentang batas-batas kekuasaan dan hikmah di balik setiap kejadian. Sulaiman AS, dengan segala kekuasaannya, tetap rendah hati dan selalu bergantung kepada Allah SWT. Ia menyadari bahwa kekuasaan yang diberikan kepadanya adalah amanah yang harus digunakan dengan bijaksana dan bertanggung jawab. Penangkapan iblis, yang awalnya dilandasi niat baik, justru berdampak negatif karena mengganggu tatanan kehidupan manusia. Kisah ini mengajarkan kita untuk selalu berhati-hati dalam menggunakan kekuasaan, dan untuk selalu mempertimbangkan hikmah dan konsekuensi dari setiap tindakan. Kepemimpinan Sulaiman AS, yang dipenuhi mukjizat, tetap berlandaskan pada ketaatan dan keimanan yang teguh kepada Allah SWT. Ia adalah teladan bagi para pemimpin dan manusia pada umumnya, untuk selalu mengutamakan kebijaksanaan dan keadilan dalam setiap keputusan dan tindakan. Kisah ini juga mengingatkan kita akan pentingnya keseimbangan dalam kehidupan, antara kehidupan duniawi dan akhirat, dan bagaimana setiap elemen, seburuk apapun, memiliki perannya dalam tatanan ciptaan Allah SWT.