ERAMADANI.COM, DENPASAR – Di antara kenikmatan terbesar yang diberikan Allah kepada manusia adalah kebahagian (bergembira), ketenteraman, dan ketenangan hati. Bahkan, bagi kebanyakan orang, kebahagiaan dipercaya merupakan seni yang dapat dipelajari.
Dilansir dari Republika.co.id, dalam buku La Tahzan karya Prof Aidh al-Qarni disebutkan, siapa pun yang mengetahui cara memperoleh, merasakan, dan menikmati kegembiraan.
Maka ia akan dapat memanfaatkan berbagai kenikmatan dan kemudahan hidup. Sedangkan modal utama untuk meraih kebahagiaan adalah kekuatan atau kemampuan diri untuk menanggung beban kehidupan.
Untuk hati yang lemah tekad, rendah semangat, dan selalu gelisah tak ubahnya dengan keledai mengangkut kepedihan, kecemasan, dan kekhawatiran di pundaknya.
Nah, untuk kamu yang membiasakan jiwa mu untuk bersabar dan tahan terhadap segala benturan, niscaya goncangan apa pun dan tekanan dalam hidup akan terasa ringan.
Kamu harus tahu, bahwa musuh utama kegembiraan adalah wawasan yang sempit, pandangan yang picik, dan sikap egois yang selalu mendera.
Karena itulah, Allah SWT melukiskan musuh-musuh-Nya dalam Alquran surah Ali Imran penggalan ayat 154 yang berbunyi “Qad ahamamtum anfusuhum yazunun.” artinya: “Mereka dicemaskan oleh diri mereka sendiri.”
Bergembira yang Hakiki Dalam Islam

Sementara kegembiraan yang hakiki dari pandangan orang beriman akan terilustrasi ketika ia melangkahkan kaki lebih dekat ke arah Allah SWT.
Namun, dalam dirinya, manusia memiliki fitrah mencari variasi, maka ia bisa memanfaatkan kenikmatan-kenikmatan dunia yang diperbolehkan, dan bergembira karenanya.
Kegembiraan ini bisa juga meningkatkan kegembiraan maknawi dan spiritual orang-orang yang beriman kepada Allah SWT sebagai pemberi kebahagian.
Kamu juga harus tahu bahwa sebagian dari kegembiraan sangatlah dangkal dan hanya lahiriah saja, ketika ini muncul dari perilaku tidak logis dan tak etis, maka tidak akan diterima dan ditolak oleh Islam.
Poin berikut juga harus diperhatikan bahwa prinsip rasional yang telah diterima ini terdapat pada seluruh sistem peradaban.
Dimana seseorang tidak boleh terlibat dengan perilaku apapun yang tak diperbolehkan hanya karena dalih untuk mencari kegembiraan.
Tentu diidringi dengan perbedaan bahwa mungkin batasan perilaku yang diperbolehkan dan yang dilarang memiliki beberapa perbedaan.
Pada akhirnya manusia sendirilah yang akan menjadi gembira dengan bentuk pandangannya terhadap sebagian masalah, dan menjadi sedih atas masalah-masalah lainnya.
Sebab alasan ini pulalah seseorang bisa bergembira atas suatu kejadian, namun bagi yang lainmungkin akan menyedihkan, (MYR)