Jakarta, 4 Februari 2025 – Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Alissa Wahid, dalam pidato kunci Sarasehan Ulama di The Sultan Hotel & Residence Jakarta, menegaskan peran monumental ulama Indonesia dalam perjalanan sejarah bangsa, dari perjuangan kemerdekaan hingga pembangunan negara di era modern. Acara yang merupakan kolaborasi PBNU dengan detikHikmah dan detikcom dalam rangka memperingati Hari Lahir NU ke-102 ini, mendapat dukungan dari Bank Syariah Indonesia dan MIND ID, menandai pentingnya dialog dan sinergi antara ulama, pemerintah, dan pemangku kepentingan lainnya.
Alissa Wahid, putri sulung Presiden Abdurrahman Wahid, menyatakan bahwa Sarasehan Ulama memiliki signifikansi yang luar biasa bagi Indonesia. "Sarasehan ini sangat penting karena Indonesia adalah negara yang menempatkan peran serta masyarakat keagamaan sebagai pilar fundamental. Indonesia adalah negara di mana agama memegang peranan vital dalam kehidupan masyarakat, dan memiliki organisasi-organisasi keagamaan yang kuat dan berpengaruh," tegasnya.
Lebih lanjut, Alissa Wahid menekankan kontribusi tak terbantahkan ulama dalam perjalanan panjang sejarah Indonesia. Bukan hanya sebatas peran spiritual, ulama secara aktif terlibat dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. "Kita semua mengetahui peran Resolusi Jihad dan berbagai peristiwa sejarah lainnya, di mana ulama dan umatnya bahu-membahu berjuang dan berkontribusi besar bagi bangsa ini," ujarnya, mengingatkan kembali peran sentral ulama dalam memperjuangkan kemerdekaan dan mempertahankan kedaulatan negara.
Peran tersebut, lanjut Alissa, tidak hanya terbatas pada masa lalu. Ulama, khususnya di bawah naungan NU, terus memainkan peran penting dalam membentuk arah pembangunan bangsa yang berlandaskan nilai-nilai keagamaan dan kemanusiaan. Sarasehan Ulama, menurutnya, merupakan platform strategis untuk mempertemukan ulama dengan para pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan pembangunan. Harapannya, pertemuan ini dapat menjembatani kesenjangan komunikasi dan menciptakan sinergi yang lebih efektif dalam merumuskan kebijakan publik.
"Sarasehan ini bukan sekadar ajang diskusi biasa," jelas Alissa Wahid. "Hasil diskusi dan rekomendasi yang dihasilkan akan menjadi bahan kajian strategis bagi NU dalam menentukan arah perjuangan dan advokasi ke depan. Kita ingin memastikan bahwa agenda NU dan agenda pemerintah selaras dan saling mendukung dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat."
Alissa Wahid menekankan pentingnya menyelaraskan kebijakan pemerintah dengan nilai-nilai spiritual yang dianut oleh mayoritas masyarakat Indonesia. Hal ini, menurutnya, merupakan kunci untuk menciptakan pembangunan yang berkelanjutan dan berkeadilan. NU, sebagai organisasi keagamaan terbesar di Indonesia, berkomitmen untuk memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil pemerintah berpihak pada rakyat dan memperhatikan aspek kesejahteraan mereka.
"Pedoman utama NU adalah kesejahteraan rakyat," tegas Alissa Wahid. "Setiap kebijakan harus diukur dari dampaknya terhadap kesejahteraan rakyat. NU akan terus mengawal dan memastikan bahwa kebijakan-kebijakan pemerintah selaras dengan nilai-nilai ini."
Sarasehan Ulama ini bukan hanya sekadar pertemuan formal, tetapi juga merupakan refleksi atas perjalanan panjang NU dalam berkontribusi bagi bangsa dan negara. Selama lebih dari satu abad, NU telah berperan sebagai penjaga nilai-nilai agama dan budaya, sekaligus sebagai agen perubahan sosial yang konstruktif. Peran ulama dalam NU, menurut Alissa, tidak dapat dipisahkan dari sejarah perjuangan dan pembangunan Indonesia.
Peran ulama dalam konteks kekinian, menurut Alissa, tidak hanya terbatas pada aspek keagamaan semata. Ulama juga memiliki peran penting dalam memberikan pencerahan dan pemahaman kepada masyarakat tentang berbagai isu kontemporer, seperti radikalisme, intoleransi, dan kesenjangan sosial. Ulama diharapkan mampu menjadi rujukan dan pemimpin moral yang mampu membimbing masyarakat menuju kehidupan yang lebih baik.
Lebih jauh, Alissa Wahid menyoroti pentingnya peran ulama dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Indonesia, dengan keberagaman suku, agama, dan budaya yang dimilikinya, rentan terhadap konflik dan perpecahan. Ulama, dengan pengaruh dan wibawanya, memiliki peran penting dalam merajut persatuan dan kesatuan bangsa, menciptakan harmoni sosial, dan mencegah konflik antar kelompok.
Dalam konteks globalisasi yang semakin kompleks, peran ulama juga semakin penting dalam menjaga nilai-nilai agama dan budaya Indonesia. Ulama dituntut untuk mampu mengimbangi arus globalisasi yang dapat mengancam identitas dan nilai-nilai luhur bangsa. Mereka harus mampu menjadi benteng pertahanan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia di tengah gempuran budaya asing.
Sarasehan Ulama ini, selain sebagai ajang silaturahmi dan diskusi, juga diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi-rekomendasi yang konstruktif bagi pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya. Rekomendasi tersebut diharapkan dapat menjadi acuan dalam merumuskan kebijakan-kebijakan yang lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat dan selaras dengan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia.
Kehadiran Bank Syariah Indonesia dan MIND ID sebagai pendukung acara ini juga menunjukkan komitmen sektor swasta dalam mendukung peran ulama dalam pembangunan nasional. Kolaborasi antara pemerintah, organisasi keagamaan, dan sektor swasta merupakan kunci keberhasilan pembangunan yang berkelanjutan dan berkeadilan.
Sebagai penutup, Alissa Wahid kembali menegaskan pentingnya sinergi antara ulama, pemerintah, dan masyarakat dalam membangun Indonesia yang lebih baik. Sarasehan Ulama ini, menurutnya, merupakan langkah awal yang penting dalam membangun kolaborasi tersebut. Harapannya, acara ini dapat menjadi contoh dan inspirasi bagi terselenggaranya dialog dan kerja sama yang lebih intensif antara ulama, pemerintah, dan masyarakat dalam membangun Indonesia yang maju, adil, dan makmur. Peran ulama, yang telah terpatri dalam sejarah Indonesia, akan terus relevan dan dibutuhkan dalam menghadapi tantangan pembangunan di masa depan.