ERAMADANI.COM – Permasalahan minyak goreng masih belum teratasi. Berbagai kebijakan pemerintah untuk menangani kelangkaan dan menekan harganya yang tinggi pun telah dilakukan.
Sayangnya, hingga hari ini harga komoditas itu masih terbilang tinggi. Khusus minyak goreng curah, harganya masih di atas harga eceran tertinggi (HET) Rp14 ribu per liter atau setara Rp15.500 per kg.
Melansir PIHPS, harga minyak goreng curah masih di level Rp18.050 per kg. Sementara, rata-rata harga minyak goreng kemasan berada di level Rp25.050 per liter.
Masalah yang tak kunjung teratasi itu akhirnya membuat Presiden Jokowi gerah juga. Hingga akhirnya, pekan lalu ia memutuskan mencopot M Lutifi dari jabatannya sebagai menteri perdagangan dan menunjuk Ketua DPP PAN Zulkifli Hasan menjadi penggantinya.
Usai diangkat, Zulkifli Hasan langsung tancap gas. Ia berjanji kepada Jokowi akan menyelesaikan masalah lonjakan harga dan kelangkaan minyak goreng dalam satu atau dua bulan mendatang.
Ia mengklaim sudah tahu biang kerok yang menjadi penyebab kenaikan dan kelangkaan harga minyak goreng tersebut.
“Saya sudah tahu sebab-sebabnya, sudah kami perbaiki, sudah ada jalan keluarnya. Sebulan, dua bulan beres insyaallah,” ucap Zulhas, sapaan akrabnya, Senin (20/6).
Zulhas juga berjanji harga minyak goreng curah akan turun menjadi Rp14 ribu per liter di 10 ribu titik dalam sebulan ke depan.
“Saya target paling tidak sebulan, di tempat yang sudah ditunjuk disediakan itu, maka minyak goreng itu insyaallah akan jadi Rp14 ribu,” kata dia.
Namun, Zulhas tak merinci lebih lanjut mengenai maksud tempat yang sudah ditunjuk itu. Hal yang pasti, ia menargetkan harga minyak goreng curah murah di 10 ribu titik lokasi.
Ia menyebut nantinya pemerintah akan memantau harga dan distribusi minyak goreng melalui Sistem Informasi Minyak Goreng Curah (SIMIRAH).
SIMIRAH merupakan platform yang memiliki beberapa tampilan fitur, antara lain informasi tentang produksi, pelacakan distribusi MGC, sebaran pendistribusian (lokasi produsen dan distributor), dan real-time distribusi nasional.
Fitur-fitur tersebut digunakan untuk memantau proses distribusi minyak goreng curah. Janji Zulhas itu rupanya diamini oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dalam pembukaan Sidang Kabinet Paripurna awal pekan kemarin, ia mengatakan Zulhas dan Menteri Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan meminta waktu dua minggu sampai satu bulan untuk menurunkan harga minyak goreng curah menjadi Rp14 ribu per liter.
“Tadi saya menanyakan kepada pak menko marinvest dan tanya juga ke pak mendag yang baru, masih minta waktu dua minggu sampai satu bulan agar (harga minyak goreng curah) merata. Saya kira secepatnya agar harga terjangkau oleh masyarakat bawah,” ungkap Jokowi.
Peneliti Indef Nailul Huda menilai janji Zulhas untuk menyelesaikan masalah dan menurunkan harga minyak goreng itu tidak realistis dan kemungkinan hanya jadi isapan jempol. Pasalnya, harga crude palm oil (CPO) global pun sedang naik saat ini. Selain itu, permintaan bahan baku minyak goreng pun tengah meningkat.
“Jadi saya rasa janji beliau hanya isapan jempol belaka,” ujarnya kepada CNNIndonesia.com.
Berdasarkan riset Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) dan Refinitiv, permintaan CPO global akan mencapai 50,6 juta ton untuk periode November 2021-Oktober 2022. Angka tersebut meningkat sebesar 6,3 persen dibanding periode November 2020-Oktober 2021.
Permintaan CPO terbesar diproyeksikan berasal dari India, yakni mencapai 8,6 juta ton. Permintaan CPO dari India itu diprediksi meningkat selaras dengan pembukaan kembali kegiatan usaha, pemotongan bea masuk minyak sawit, dan pencabutan pembatasan impor RBD palm olein.
Permintaan impor CPO terbesar berikutnya diperkirakan datang dari China, yakni 7,2 juta ton. Adapun harga CPO global saat ini adalah 4.981 ringgit per ton.
Dengan data tersebut, Nailul mempertanyakan bagaimana cara yang akan diambil oleh Zulhas untuk menurunkan harga minyak goreng dalam negeri. Ia juga mengkritisi bagaimana Zulhas bisa menekan harga komoditas itu tanpa ada subsidi dari pemerintah.
“Jadi bagaimana caranya bisa turun dan menekan harga minyak goreng ke angka Rp14 ribu tanpa ada subsidi pemerintah? Ada subsidi pun tetap mahal jatuhnya sampai ke masyarakat,” kata dia.
Nailul berpendapat untuk menekan harga minyak goreng ke angka Rp14 ribu per liter memang bergantung pada harga CPO global. Oleh karena itu waktu satu bulan tidak akan cukup.
Di samping itu, ia juga menuturkan pekerjaan rumah (PR) yang paling utama bagi Zulhas untuk menyelesaikan permasalahan minyak goreng adalah membenahi tata niaganya. Pembenahan tata niaga yang ia maksud mulai dari produsen CPO ke produsen minyak goreng, distributor, pedagang besar, pedagang eceran, hingga ke konsumen.
Dengan begitu, distribusi minyak goreng bisa berjalan lancar dan harganya pun berangsur turun.
Selain itu, Zulhas juga perlu memperketat pengawasan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) CPO. Hal ini perlu dilakukan agar pihaknya tidak kecolongan terhadap kecurangan seperti yang terjadi di tubuh Kementerian Perdagangan kemarin.
“Menteri Perdagangan sebelumnya kecolongan di sana. Saya harap Zulhas tidak kecolongan di situ lagi,” kata Nailul.
Sementara itu, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan yang dibutuhkan oleh masyarakat dari menteri perdagangan baru sebenarnya adalah kebijakan teknis, bukan sekadar janji.
Menurutnya, publik harus tahu apa gebrakan dari Zulhas untuk menyelesaikan masalah minyak goreng ini. Apakah DMO CPO nya mau diubah, atau pengawasan izin ekspor diperketat.
“Kemudian, apakah Bulog mau dilibatkan ambil alih distribusi minyak goreng curah minimal 80 persen? atau ada rencana kebijakan lain?” kata Bhima.
Ia menambahkan masyarakat juga belum mendengar langkah pemerintah untuk mengatur bisnis pelaku usaha sawit yang terintegrasi dari hulu ke hilir sehingga permainan harga sulit diatur.
“Kalau hanya berputar-putar soal aplikasi minyak goreng, dan sidak ke pasar namanya itu status quo,” sambungnya.
Bhima menekankan saat ini harga minyak goreng masih tinggi, baik yang curah maupun kemasan. Harga minyak melesat sejak Agustus 2021 lalu dari yang awalnya hanya Rp14 ribu per liter menjadi Rp20 ribu.
Jika melihat ke belakang, sebenarnya pemerintah sudah mengeluarkan banyak kebijakan untuk mengatasi lonjakan harga minyak goreng.
Pertama, meluncurkan minyak goreng kemasan sederhana Rp14 ribu per liter di ritel dan pasar tradisional secara bertahap pada Januari-Juni 2022. Total minyak goreng yang digelontorkan 2,4 miliar liter.
Untuk menyediakan minyak goreng ini pemerintah menggelontorkan subsidi Rp7,6 triliun yang diambilkan dari dana perkebunan kelapa sawit.
Kedua, menerapkan kewajiban bagi produsen untuk memenuhi DMO sebesar 20 persen dari total volume ekspor mereka dengan DPO mulai 27 Januari lalu. Dengan kebijakan itu harga eceran tertinggi ditetapkan menjadi tiga.
Yaitu; minyak goreng curah Rp11.500 per liter, minyak goreng kemasan sederhana Rp13.500 per liter, minyak goreng kemasan Rp14 ribu per liter. Harga mulai berlaku 1 Februari 2022.
Meskipun pemerintah sudah jungkir balik mengendalikan harga minyak goreng, yang terjadi malah sebaliknya; muncul masalah baru. Untuk kebijakan satu harga Rp14 ribu, Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan menyebut kebijakan itu membuat masyarakat menyerbu minyak goreng di ritel.
Akibatnya, minyak goreng jadi langka di pasaran. Pun begitu dengan kebijakan DMO dan DPO.
Karena tak efektif, pemerintah kemudian mengeluarkan kebijakan baru; mencabut harga eceran tertinggi minyak goreng premium dan menyerahkan harganya ke mekanisme pasar dan menaikkan harga eceran tertinggi minyak goreng curah jadi Rp14 ribu per liter.
Dilansir dari CNNIndonesia.com, setelah kebijakan itu dikeluarkan, harga minyak goreng kemasan melesat jadi sekitar Rp25 ribu per liter. Pun begitu dengan minyak goreng curah. Meski HET sudah ditetapkan Rp14 ribu per kg, sampai saat ini harga minyak goreng curah masih di atas Rp18 ribu per liter.
Dengan fakta tersebut, Bhima menilai permasalah ini sudah darurat. “Kondisi minyak goreng sudah darurat, harus ada kebijakan yang tepat,” imbuhnya.
Untuk itu, ia menekankan Zulhas perlu memperjelas kebijakan apa yang akan ia ambil, bukan sekadar memberikan janji. Menurutnya, waktu satu bulan tidak akan cukup.
Namun, sambung Bhima, di 100 hari pertama kerja sebagai menteri, idealnya Zulhas harus bisa menurunkan harga minyak goreng.
“Tidak perlu ke HET secara drastis. Bisa turun ke Rp15.500 hingga Rp16 ribu saja sudah bagus untuk minyak goreng curah,” tandasnya.