Opini berjudul “Tanpa Tanda Jasa Tapi Mulia”
Oleh: Okik Hadi Saputro, S.Pd.
(Aktivis – Guru – Lulusan Universitas Pendidikan Ganesha)
ERAMADANI.COM – Istilah yang sudah mengakar pada setiap diri seseorang, bahkan hampir seluruh elemen mengatakan bahwa guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa.
Pahlawan yang tidak mempunyai tanda jasa. Memang ia seperti halnya manusia biasa pada umumnya, makan dan juga minum, mempunyai waktu yang sama 24 jam.
Mungkin profesinya tidak begitu menarik perhatian mata pencari kehidupan, bahkan tidak juga dilirik oleh mata yang dalam pikirannya (aku ingin jadi orang kaya).
Tidak, sekali-kali tidak. Mereka berangkat dari sebuah kesederhanaan, berjuang dengan cara biasa tapi bisa melahirkan orang-orang yang luar biasa. Mungkin kita bertanya-tanya, bagaimana bisa? Dan hal apa yang ia lakukan?
Tanpa Tanda Jasa Tetapi Tulus
Ketulusan, itulah kunci pertama dan paling utama yang mendasari segala aktifitasnya dalam berjuang menyelamatkan generasi tunas bangsa. Keseharian mereka bersentuhan dengan ilmu, berakrab-akrab dengan pengetahuan, dan bermesra-mesraan dengan pemahaman.
Mendidik tanpa pamrih, mengajar tanpa letih, membimbing dengan kasih, melayani dengan sepenuh hati meskipun tertatih-tatih. Ketika bertugas menyampaikan ilmu, dan berharap bisa melahirkan generasi yang luar biasa dan berilmu.
Ada satu hal yang tidak boleh terlewatkan sebelum mengajar ilmu, yaitu adab. Akhlak berawal dari agama, sedangkan adab berawal dari ilmu pengetahuan.
Seorang murid harus belajar adab sebelum belajar ilmu, dan seorang guru harus memiliki adab sebelum menyampaikan ilmu. Dari sinilah akhlak keteladanan seorang guru adalah sesuatu yang bukan merupakan pilihan tapi dia adalah sebuah keharusan.
Keteladanan memiliki beberapa keistimewaan, secara sadar maupun tidak sadar dia dipelajari/dicontoh sebelum mereka belajar ilmunya. Memiliki karakter yang luhur dan prinsip yang cemerlang.
Maka pantas digugu dan ditiru. Dengan mempunyai tugas mulia, memanusiakan manusia, artinya tidak hanya mencerdaskan otak manusia namun yang paling penting dan sudah mulai hilang adalah mencerdaskan akhlak manusia.
Pendidikan merupakan pintu peradaban dunia. Pintu itu hanya bisa dibuka oleh sesosok manusia yang memiliki peran mulia, memiliki karakter dan pribadi yang arif dan bijaksana, dan yang pasti sosok pejuang yang peduli dengan peradaban dunia.
Dia yang selalu tulus tanpa pamrih, setiap pagi bercakap-cakap dengan Sang Pemilih Hati, menggandeng tangan-tangan kecil yang lembut dan suci, menyentuh dengan pelukan hangat dan melindungi.
Lengkungan kecil di bibir yang ikhlas penuh kasih, membuka pikiran dengan hati, membentuk masa depan dengan semangat berapi-api, dan yang pasti setiap hari selalu bermunajat kepada sang Ilahi Rabbi.
Itu semua demi tercapainya tugas mulia nan suci untuk bumi pertiwi dan kehidupan kelak yang abadi.
Wahai guru, sungguh mulia hatimu, betapa bersahaja dirimu, tak kenal lelah dan jemu, berkorban tenaga dan waktu, untuk masa depan negeri dan akhiratmu. (HAD)