Opini berjudul “COVID 19 Dalam Kajian Ekonomi Pertahanan”
Oleh: Eduardo Edwin Ramda
(Alumni S2 Universitas Pertahanan Indonesia dan Aktivis Kepemudaan)
ERAMADANI.COM, DENPASAR – Dalam suatu perencanaan kebencanaan dikenal istilah pra bencana, bencana, dan pasca bencana. Ketiga fase tersebut secara jelas memiliki tahapan dan perlakuan yang berbeda dalam setiap penanganannya.
Kritiknya adalah sampai saat ini kita belum punya SOP penanganan pandemi dan masih berkutat pada kebencanaan alam, itupun penanganan bencana alam terkadang masih gelagapan.
Secara kacamata pertahanan, keberadaan pandemi merupakan ancaman nyata yang dihadapi suatu negara setiap waktunya. Pandemi sendiri dikategorikan dalam ancaman nirmiliter yang artinya ancaman yang membahayakan keutuhan suatu negara yang tidak disebabkan oleh aktivitas militer.
Pertimbangan teknis seperti inilah yang menjadi dasar mengapa BNPB menjadi komandan dalam penanganan COVID 19, karena pandemi secara UU kebencanaan masuk kedalam kategori bencana non alam dan bencana merupakan salah satu ancaman bagi Indonesia.
Ketiadaan SOP inilah yang membuat pemerintah sepertinya mencoba standar yang baru dalam penanganan pandemi ini, artinya apa yang dilakukan pemerintah saat ini keberhasilannya tidak dapat diharapkan.
Langkah Ekonomi Pertahanan
Langkah terbaik yang dilakukan oleh pemerintah sejauh ini adalah himbauan social distancing, karena kita sendiri secara fase sedang memulai fase bencana, dikatakan memulai karena tren positif corona semakin hari semakin meningkat.
Secara kurva sedang berada pada tahapan increasing, belum mencapai peaknya. Social distancing diharapkan agar peaknya berada pada ambang toleransi yg bisa dihandle oleh fasilitas kesehatan kita.
Secara umum potensi krisis dan chaos bisa dikatakan ada, artinya dalam fase bencana ini harus ada kebijakan yang tepat terkait penanganan terkait tracing virus, dispenasi ekonomi, dan kontrol sosial untuk menghindarkan Indonesia dari potensi chaos ini.
Restrukturisasi fiskal untuk kepentingan jangka pendek penanganan covid19 harus dilakukan dan mau tidak mau menabrak kaidah fiskal yang berlaku.
Mengandalkan dana darurat saja sepertinya tidak cukup, harus ada kebijakan penundaan program pemerintah yg tidak urgent sehingga dananya bisa dialihkan untuk penanganan covid 19 di pusat dan di daerah.
Untuk saran secara ekonomi, bagi siapapun, mari mendorong sanak saudara untuk menahan diri melakukan penimbunan. Penimbunan stok akan berdampak pada kenaikan harga.
Jadi kenaikan harga komoditas yang terjadi hari ini bisa jsdi akibat apa yng dilakukan oleh oknum penimbun tersebut. Secara ekonomi, teori permintaan mengatakan bahwa semakin sedikit kuantitas (q) barang dipasar, maka harga (p) akan naik, atau sebaliknya p naik karena q menurun.
Dampaknya secara agregat bisa berdampak pada makro seperti inflasi yang disebabkan oleh kenaikan harga secara agregat. So, mari serukan menolak penimbunan bahan pokok. (HAD)