ERAMADANI.COM, MAGELANG – Candi borobudur menyimpan ratusan relief yang memiliki jalan ceritanya masing-masing, ada ribuan kisah yang tak terekpos pada relief tersebut.
Relief Candi Borobudur terbagi menjadi 4 kisah utama, yaitu Karmawibangga, Lalitawistara, Jataka atau Awadana, serta Gandawyuha.
Selain mengisahkan tentang perjalanan hidup Sang Buddha dan ajarannya, relief Candi Borobudur juga merekam kemajuan masyarakat Jawa pada masa itu.
Untuk mengikuti cerita yang terpahat di Candi Borobudur, kita harus berjalan searah jarum jam dari pintu timur.
Setelah tiba di titik awal barulah naik ke tingkat berikutnya. Demikian berulang hingga mencapai puncak Candi Borobudur. Ritual ini disebut pradaksina.
Banyaknya cerita dari relief Candi Borobudur membuat sebagian besar orang yang datang tidak mengetahui jalan cerita tersebut.
Kisah Cinta Ratu Kinari dan Sasa Jataka di Relief Borobudur

Dilansir dari Kompas.com, mahasiswa UGM dari tim riset paket wisata baru di candi borobudur mengungkap cerita di reliefnya yang cukup menarik.
“Cerita yang akan kami bawakan adalah cerita tentang kisah cinta Ratu Kinari dan Sasa Jataka atau perwujudan Budha sebagai kelinci,” kata Louie Buana.
Yang merupakan salah satu tim ahli penyusun narasi legenda Borobudur UGM di Candi Borobudur, dalam Famtrip Jurnalis dari Tim Percepatan Kemenparekraf dengan UGM, Rabu (13/11/2019).
Kisah cinta Ratu Kinari dengan Pangeran Sudhana terdapat di galeri I Candi Borobudur, kisah ini masih belum banyak diketahui orang.
Kisah cinta Ratu Kinari dan Pangeran Sudhana diawali ketika Ratu Kinari sedang mandi bersama saudarinya di sebuah sungai,
Lalu kemudian ia dijebak oleh seorang pemburu sehingga ia kehilangan kemampuan untuk terbang.
Ratu Kinari ini ternyata adalah reinkarnasi dari Putri Yasodara, yaitu istri dari Budha dikelahiran selanjutnya, kemudian Ratu Kinari diselamatkan oleh seorang pangeran bernama Sudhana.
“Pangeran Sudhana ini nanti akan menjadi Sidharta Gautama. Jadi ini sebenarnya kisah cinta Sang Budha yang waktu itu menyebar luas agama Budha di Asia.
Sehingga kemudian variasi ceritanya banyak ditemukan di seluruh Asia. Jadi di Borobudur ini asal mulanya,” ujar Louie.
Kisah cinta ini semakin istimewa di Candi Borobudur. Lantaran memiliki visual terkait cerita dari Ratu Kinari dan Pangeran Sudhana.
“Kalau di Indonesia itu cerita ini mirip dengan Jaka Tarub Nawang Wulan, Jawa Timur itu Aryo Menak Tunjung Wulan, di Bali ada Raja Pale dan Ken Sulasih.
Sulawesi ada Wey Bungko dan Lamasora, di Aceh juga ada bahkan sampai Korea, tapi kita temukan jawabannya di Candi Borobudur,” urainya.
Kisah Sasa Jataka

Kisah kedua yang masih belum banyak diketahui banyak orang adalah cerita Sasa Jataka, yang mengisahkan tentang kelahiran Budha dalam wujud hewan kelinci.
“Di Indonesia ada kelinci yang seperti ini namun sekarang sudah punah. Jadi untuk generasi muda ini tanggung jawab besar untuk menjaga kebudayaan dan alam,” katanya.
Kisah Sasa Jataka diawali dengan kelahiran Budha yang berwujud kelinci bernama Sasa. Karena pengorbanannya yang rela dijadikan santapan mereka yang kelaparan.
Maka Sasa akhirnya mendapat kesempurnaan. Kemudian, kelinci Sasa di seluruh dunia menjadi terkenal akan perwujudannya menyerupai bulan. Cerita ini juga dipakai di seluruh dunia, seperti Jepang, dan Amerika.
Kisah Yang Belum Terekpos di Candi Borobudur

Louie mengatakan saat ini, di Borobudur masih terpaku akan cerita sejarah ketika candi dibangun, stupa dan lain sebagainya.
Jarang diceritakan tentang relief yang mewakili seluruh relief di candi Budha terbesar di dunia ini.
Tim ahli UGM nantinya tidak menjadi pelaksana di lapangan, namun bertugas membuat buku materi kepada pemandu wisata yang ada di Candi Borobudur.
“Buku mengenai legenda Borobudur berupa penjelasan sejarahnya, titik-titik yang harus dilalui mana saja dan alat bantunya, nah nanti buku itu kita berikan pada Tour Operation yang ada di Joglosemar ini sehingga dapat jadi referensi mereka dalam menjalankan tur,” tambahnya.
Maka dari itu, menurut Louie, setelah mengetahui relief ini, wisatawan diarahkan untuk menuju Balai Ekonomi Desa yang ada di sekitar Candi Borobudur.
“Ini juga untuk membantu perekonomian masyarakat sekitar Candi Borobudur, kan selama ini wisatawan ketika sudah ke candi lalu mereka kembali ke Yogyakarta untuk pulang,” tuturnya. (MYR)