Jakarta – Hukum zakat merupakan rukun Islam yang wajib ditunaikan oleh setiap muslim yang telah memenuhi syarat. Salah satu pilar penting dalam pelaksanaan zakat adalah pemahaman yang komprehensif mengenai nisab, batas minimal harta yang mewajibkan pembayaran zakat. Nisab ini bersifat spesifik, bervariasi tergantung jenis harta yang dimiliki. Dalam konteks ini, artikel ini akan mengkaji secara mendalam ketentuan zakat emas, termasuk perhitungan nisab dan implikasinya bagi umat muslim.
Mengutip pandangan pakar fikih, seperti yang tertuang dalam buku "Panduan Lengkap Ibadah" karya Muhammad Al-Baqir, nisab didefinisikan sebagai jumlah minimum harta yang dimiliki seseorang setelah dikurangi kebutuhan pokok. Kebutuhan pokok ini mencakup sandang (pakaian), pangan (makanan), papan (perumahan), serta alat transportasi dan perlengkapan yang dibutuhkan untuk menunjang pekerjaan atau mata pencaharian. Penting untuk dipahami bahwa nisab hanya dihitung dari harta yang melebihi kebutuhan pokok tersebut.
Selain mencapai nisab, terdapat syarat lain yang harus dipenuhi agar kewajiban zakat atas suatu harta terpenuhi, yaitu kepemilikan harta tersebut selama satu tahun penuh (haul). Satu tahun yang dimaksud di sini adalah tahun Hijriah, yang terdiri dari 354 hari. Syarat haul ini memastikan bahwa harta tersebut benar-benar berada dalam kepemilikan seseorang selama periode waktu tertentu sebelum zakatnya wajib dikeluarkan. Hal ini juga bertujuan untuk memberikan waktu bagi pemilik harta untuk memanfaatkan hartanya secara produktif sebelum diwajibkan untuk berzakat.
Salah satu jenis harta yang termasuk dalam kategori wajib dizakati adalah emas. Kewajiban menunaikan zakat atas kepemilikan emas dan perak ditegaskan dalam Al-Qur’an Surat At-Taubah ayat 34-35. Ayat ini secara tegas memperingatkan mereka yang menimbun emas dan perak tanpa menginfakkannya di jalan Allah, dengan ancaman azab yang pedih di akhirat. Ayat ini menekankan pentingnya zakat emas sebagai bentuk kepedulian sosial dan penghambaan diri kepada Allah SWT. Ayat tersebut tidak hanya sekedar perintah, namun juga mengandung peringatan keras bagi mereka yang lalai dalam menjalankan kewajiban agamanya.
Menentukan Nisab Emas: Pandangan Ulama dan Perbedaan Pendapat
Penentuan nisab emas telah menjadi topik diskusi panjang di kalangan ulama. Buku "Fiqih Sunnah 2" karya Sayyid Sabiq, yang diterjemahkan oleh Abu Syauqina dan Abu Aulia, menyebutkan bahwa nisab zakat emas adalah 20 dinar. Jika jumlah emas yang dimiliki telah mencapai 20 dinar dan telah dimiliki selama satu tahun (haul), maka zakat yang wajib dikeluarkan adalah 1/40 dari jumlah tersebut, atau setara dengan ½ dinar. Jika jumlah emas melebihi 20 dinar, perhitungan zakat tetap 1/40 dari total kepemilikan emas tersebut.
Wahbah Az-Zuhaili, dalam karyanya "Fiqih Islam Wa Adillatuhu," memberikan konversi 20 dinar emas ke dalam berbagai standar berat emas dari berbagai negara pada masanya, seperti 14 Lira emas Usmani, 15 Lira emas Prancis, atau 12 Lira Inggris. Dalam ukuran mitsqal, 20 dinar setara dengan sekitar 100 gram emas Irak, atau sekitar 96 gram emas mitsqal asing. Perbedaan ini muncul karena perbedaan standar berat mitsqal antara Irak (5 gram) dan mitsqal asing (4,8 gram).
Mayoritas ulama sepakat bahwa untuk menghindari kerancuan dan memastikan kepatuhan terhadap ketentuan zakat, sebaiknya digunakan angka yang lebih kecil dan aman, yaitu sekitar 85 gram. Penggunaan angka yang lebih kecil ini merupakan bentuk kehati-hatian (ihtiyat) dalam menjalankan ibadah, demi menghindari kemungkinan kekurangan dalam pembayaran zakat.
Hadits dari Ali RA yang meriwayatkan sabda Rasulullah SAW, "Engkau tidak wajib mengeluarkan zakat sama sekali, maksudnya zakat emas hingga kepemilikanmu mencapai dua puluh dinar. Jika engkau memiliki emas sebanyak dua puluh dinar dan mencapai satu tahun, zakatnya adalah setengah dinar. Selebihnya dihitung seperti itu dan tidak wajib atas harta hingga mencapai waktu satu tahun," (HR Ahmad, Abu Daud, dan Baihaki) semakin memperkuat argumentasi tersebut. Hadits ini memberikan panduan praktis dan mudah dipahami mengenai perhitungan zakat emas.
Berbeda dengan emas, nisab perak menurut mazhab Hanafiyah adalah 200 dirham, setara dengan sekitar 700 gram. Namun, mayoritas ulama menetapkan nisab perak sekitar 642 gram, dengan pendapat yang lebih teliti menyebutkan angka sekitar 595 gram. Perbedaan ini menunjukkan adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam menentukan nisab perak.
Penting untuk dicatat bahwa emas dan perak merupakan dua jenis harta yang berbeda dan tidak dapat digabungkan untuk memenuhi nisab. Artinya, jika seseorang memiliki emas kurang dari nisab dan perak kurang dari nisab, ia tidak diwajibkan membayar zakat, meskipun jika digabung jumlahnya melebihi nisab salah satu jenis harta tersebut. Hal ini serupa dengan perbedaan antara sapi dan kambing, yang tidak dapat digabungkan untuk memenuhi nisab zakat hewan ternak.
Perhitungan Nisab dan Zakat Emas: Contoh Kasus
Berikut contoh perhitungan nisab dan zakat emas berdasarkan buku "Fiqih Zakat Kontemporer" karya Ahmad Muntazar:
Misalnya, seseorang memiliki emas 150 gram, dengan 40 gram digunakan sebagai perhiasan. Maka, emas yang menjadi objek zakat adalah 150 gram – 40 gram = 110 gram. Karena 110 gram lebih besar dari nisab (85 gram), maka emas tersebut wajib dizakati. Besarnya zakat yang harus dikeluarkan adalah 2,5% dari 110 gram, yaitu 2,75 gram. Jika harga emas saat ini Rp 500.000 per gram, maka nilai zakat yang harus dibayarkan adalah 2,75 gram x Rp 500.000 = Rp 1.375.000.
Zakat Perhiasan Emas: Pertimbangan dan Pandangan Ulama
Sayyid Sabiq juga membahas zakat perhiasan emas yang dikenakan perempuan. Menurut pendapat ulama seperti Abu Hanifah dan Ibnu Hazm, perhiasan emas dan perak yang mencapai nisab juga wajib dizakati. Pendapat ini didasarkan pada beberapa hadits, salah satunya hadits yang diriwayatkan oleh Amru bin Syuaib dari bapaknya, yang menceritakan tentang dua perempuan yang memakai gelang emas dan ditanya Rasulullah SAW tentang kewajiban zakatnya. Rasulullah SAW mengingatkan mereka akan konsekuensi di akhirat jika tidak membayar zakat perhiasan tersebut.
Hadits lain dari Aisyah RA juga menyebutkan tentang pertanyaan Rasulullah SAW mengenai zakat perhiasan perak yang dikenakan Aisyah RA. Hadits ini menekankan pentingnya membayar zakat atas semua jenis harta, termasuk perhiasan yang dikenakan. Khaththabi, seorang ulama terkemuka, menyatakan bahwa Al-Qur’an dan hadits menjadi dasar bagi ulama yang mewajibkan zakat perhiasan. Sebagai tindakan kehati-hatian, disarankan untuk mengeluarkan zakat dari perhiasan yang dikenakan.
Kesimpulannya, kewajiban zakat emas merupakan kewajiban agama yang penting. Pemahaman yang tepat mengenai nisab dan perhitungannya, serta memperhatikan berbagai pendapat ulama, sangat krusial untuk memastikan pelaksanaan zakat yang benar dan sesuai dengan syariat Islam. Kejelasan dan kepastian dalam perhitungan ini akan membantu umat muslim dalam menjalankan kewajiban zakatnya dengan lebih baik dan terhindar dari keraguan. Selain itu, kesadaran akan kewajiban zakat atas perhiasan juga perlu diperhatikan untuk melengkapi pemahaman komprehensif tentang zakat emas.