ERAMADANI.COM, TURKI – Sejarah Turki modern diawali dengan runtuhnya kekaisaran Islam Ottoman yang melenyapkan kekhalifahan Islam di Turki.
Mengutip pemaparan sejarah dari Eugene Rogan dalam bukunya berjudul “The Fall Of The Khilafah”. Setelah kekalahannya di Perang Dunia I, khilafah dituntun untuk melakukan pembagian wilayahnya ke tangan sekutu.
Mereka harus melepaskan seluruh wilayah Arab, kemudian wilayah Anatolia Timur yang dihuni bangsa Armenia, lalu wilayah Anatolia Barat yang terletak di Eropa.
Serta beberapa kota penting untuk berada di bawah kendali sekutu secara de facto. Pembagian wilayah tersebut praktis menjadikan Khilafah sebagai negeri yang jauh lebih kecil.
Gerakan Nasional Turki
Akibat dari adanya perundingan tersebut, memicu munculnya gerakan penolakan dari beberapa kalangan salah satunya adalah mereka yang mengatasnamakan dirinya sebagai Gerakan Nasional Turki.
Mereka bisa menerima syarat seperti hilangnya provinsi-provinsi Arab, namun mereka tidak bisa menerima dipecahnya wilayah yang dihuni oleh mayoritas muslim Utsmaniyah, yang bersatu dalam agama, ras dan tujuan yang sama.
Pada tanggal 3 Maret 1924 Khilafah Utsmaniyah atau juga dikenal dengan Kesultanan Turki Ustmani (Ottoman) runtuh.
Kejayaan islam yang sudah tegak berdiri sejak 13 abad yang lalu dan menguasai 2 atau 3 wilayah dunia tersebut saat ini hanya bisa menjadi fakta sejarah yang tak bisa dilupakan oleh umat manapun.
Umat islam yang dahulu bersatu dibawah penerapan syariat Islam secara penuh dengan Al-Quran sebagai dasar negara hancur tercerai-berai menjadi lebih dari 50 negara.
Umat islam yang dahulu disegani dan dihormati saat ini tak lebih jadi bahan fitnah dan target kebencian umat-umat lain.
Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah sendiri terjadi begitu kompleks dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama hingga akhirnya benar-benar runtuh .
Setelah Turki Usmani di bubarkan pada tahun 1924 oleh Mustafa Kemal, maka Turki ditahbiskan menjadi negara sekuler yang mengajarkan pemisahan total antara agama dan negara.
Negara adalah pengatur ruang publik, sedangkan agama hanya berlaku bagi ruang privat. Konsekuensinya, negara melarang seluruh aktivitas keagamaan yang melibatkan ruang publik, termasuk ritus-ritus sucinya.
Selain sekularisme, nasionalisme lebih tepatnya etno nasionalisme juga menjadi fondasi negara tersebut. Kebanggaan akan negara dan bangsanya melebihi bangsa lain ditunjukkan dengan melarang penggunaan apapun yang tidak berbau Turki, termasuk bahasa.
Konsekuensinya, bahasa agama pun yang cenderung bahasa Arab harus diubah menjadi bahasa Turki. Secara perlahan dan pasti, Turki pun menjadi negara sekuler modern.
Mayoritasnya adalah penduduk beragama Islam. Atas prestasi yang ia dapat Mustafa Kemal mendapat gelar attaturk atau Bapak Turki.
Kisah Heroik Shaykh Muhammad Nazim Al Haqqani
Dalam kondisi sekularisme Turki, munculah seorang Ulama yang berasal dari kota kecil Siprus, ia adalah Shaykh Muhammad Nazim Al Haqqani.
Setelah melanglang buana menuntut ilmu dari berbagai ulama dari berbagai negara, ia kembali ke kampung halamannya untuk mengamalkan dan menyebarkan ilmu agama yang telah Beliau dapat.
Namun sayangnya, pada saat itu karena imbas sekularisme yang diterapkan oleh pemerintah Turki, pendidikan agama dilarang diajarkan di ruang publik, bahkan adzan dalam bahasa arab pun juga dilarang.
Shaykh Nazim sadar akan besarnya hambatan yang akan menghadang dakwahnya. Namun ia tidak berdiam diri, karena berdakwah adalah suatu kewajiban bagi seorang Ulama.
Seberat apapun hambatan dan rintangan yang menghadang harus dihadapi. Untuk itu, ia pun menuju masjid di tempat kelahirannya Siprus, lalu mengumandangkan adzan disana.
Mengetahui hal itu, petugas keamanan menangkapnya dan memenjarakannya. Setelah dibebaskan, bukannya menghentikan aktivitasnya, Shaykh Nazim malah pergi menuju masjid Jami’ di Nicosia dan melakukan adzan di atas menaranya.
Hal itu membuat para pejabat marah dan Shaykh Nazim pun dituntut atas tuduhan melanggar hukum.
Sambil menunggu sidang pengadilan, Shaykh Nazim tidak henti-hentinya mengumandangkan adzan dari satu masjid ke masjid lainnya di seluruh Nicosia, jumlahnya mencapai sekitar 114 masjid.
Sehingga tuntutan hukumanya pun menjadi 114 kasus. Pengacara menasehati ia agar berhenti mengumandangkan adzan, Namun ia dengan tegas menjawab.
“Tidak, aku tidak bisa berhenti, orang-orang harus mendengar panggilan untuk melaksanakan sholat” tuturnya.
Hari persidangan pun tiba, diperkirakan jika 114 kasus itu terbukti, maka Shaykh Nazim bisa dihukum 100 tahun penjara.
Namun Allah berkehendak lain, pada saat persidangan digelar, Turki juga sedang menyelenggarakan pemilihan presiden, yang dimenangkan oleh Adnan Menderes.
Menariknya, begitu Menderes terpilih ia membuat kebijakan untuk membuka seluruh masjid masjid dan mengijinkan adzan dalam bahasa Arab.
Maka Shaykh Nazim pun bebas dari segala tuntutan, dan sejak itu pula Turki kembali berubah menjadi negara yang kembali ramah pada agama, seperti kata Allah dalam Al-Quran.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong Agama ALLAH dengan mengorbankan harta dan jiwamu, niscaya ALLAH akan menolongmu dari musuh-musuhmu” QS. 47:7. (HAD)