Jakarta, [Tanggal Publikasi] – Umat Islam di dunia saat ini menghadapi tantangan kompleks yang menghambat kemajuan dan kebangkitan: kebodohan, kemiskinan, dan perpecahan internal. Ketiga permasalahan ini saling terkait dan membentuk siklus setan yang sulit diputus. Bagaimana mungkin sebuah komunitas yang terbelenggu kebodohan mampu bangkit dari keterpurukan? Bagaimana kemiskinan dapat diatasi tanpa akses terhadap teknologi dan sumber daya yang memadai, yang biayanya sangat tinggi? Dan bagaimana sebuah kelompok yang terpecah-belah dapat bersatu untuk mencapai tujuan bersama, jika potensi yang dimilikinya tidak disinergikan secara efektif? Untuk mencapai kebangkitan yang hakiki, umat Islam perlu secara serius dan komprehensif mengatasi ketiga akar masalah ini.
1. Mengikis Kebodohan: Menuju Pemahaman Islam yang Holistik
Hadits dari Syaddad bin Aus yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, yang menyebutkan bahwa orang cerdas adalah orang yang mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat, sementara orang bodoh adalah yang mengikuti hawa nafsunya, menjadi landasan penting. Pemahaman ini menekankan pentingnya keseimbangan antara kehidupan duniawi dan ukhrawi. Banyak umat Islam terjebak dalam pragmatisme sempit, mengutamakan hedonisme dan konsumerisme, yang berujung pada kesombongan (al-kibr) dan meremehkan orang lain. Jika tolok ukur keberhasilan hanya diukur dari pencapaian materi dan kepuasan duniawi, maka kebenaran dan nilai-nilai agama akan terabaikan.
Islam, justru sebaliknya, mendorong umatnya untuk mengejar ilmu pengetahuan. Al-Quran dan Hadits sarat dengan ayat dan hadits yang memerintahkan manusia untuk berpikir, meneliti, dan belajar, bahkan hingga ke negeri Cina. Namun, penting untuk diingat bahwa pengejaran ilmu pengetahuan tidak boleh mengabaikan nilai-nilai agama. Ilmu pengetahuan harus menjadi alat untuk kebaikan, bukan panglima yang mengabaikan moralitas.
Bagaimana memerangi kebodohan seperti yang dijelaskan dalam hadits tersebut? Langkah pertama adalah mengendalikan hawa nafsu dengan berdoa kepada Allah SWT, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran surat Ali Imran ayat 16: "(Yaitu) orang-orang yang berdoa, ‘Wahai Tuhan kami, sesungguhnya kami benar-benar telah beriman. Maka, ampunilah dosa-dosa kami dan selamatkanlah kami dari azab neraka.’" Langkah selanjutnya, sesuai dengan ayat 17 surat yang sama, adalah dengan sabar, jujur, taat, berinfak, dan memohon ampun di akhir malam. Ini menunjukkan bahwa memerangi kebodohan bukan hanya soal pendidikan formal, tetapi juga pembinaan akhlak dan spiritualitas yang kuat. Pendidikan yang holistik, yang mengintegrasikan ilmu pengetahuan dan nilai-nilai agama, menjadi kunci utama dalam mengatasi masalah ini.
2. Mengentaskan Kemiskinan: Membangun Ekonomi Berbasis Keadilan
Islam tidak membenarkan kemiskinan, bahkan memeranginya. Hadits Nabi Muhammad SAW, "Kufur itu berasal dari perut (yang lapar)," menunjukkan betapa pentingnya pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Rasulullah SAW juga bersabda, "Lebih baik tangan di atas daripada tangan di bawah," yang menekankan pentingnya kemandirian dan usaha untuk keluar dari kemiskinan.
Dalam perspektif Islam, kemiskinan bukan hanya masalah individu, tetapi juga masalah struktural. Al-Quran, dalam surat Ar-Rum ayat 41, menunjukkan bahwa kerusakan alam akibat ulah manusia turut berkontribusi pada kemiskinan. Surat Ali Imran ayat 180 mengkritik sikap ketidakpedulian dan kebakhilan kelompok kaya. Sementara itu, surat At-Taubah ayat 34 mengutuk perilaku zalim, eksploitatif, dan penindasan yang dilakukan sebagian manusia terhadap yang lain.
Untuk mengatasi kemiskinan, umat Islam perlu mengambil langkah-langkah konkret. Meningkatkan kualitas pendidikan merupakan kunci utama untuk memutus rantai kemiskinan. Pendidikan yang berkualitas akan memberdayakan individu dengan keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan taraf hidup. Selain itu, meneladani kehidupan Rasulullah SAW di masa mudanya sebagai seorang pengusaha yang sukses dapat menjadi inspirasi bagi pengembangan usaha-usaha kecil dan menengah (UKM) yang berbasis syariah. Pentingnya membangun sistem ekonomi yang adil dan berkeadilan, yang menghindari eksploitasi dan penindasan, juga harus menjadi fokus utama. Sistem ekonomi yang berlandaskan prinsip-prinsip syariah, seperti zakat, infak, dan sedekah, dapat berperan penting dalam meringankan beban kaum miskin dan mengurangi kesenjangan ekonomi.
3. Menyatukan Umat: Membangun Persatuan dan Solidaritas Global
Perpecahan di antara umat Islam telah menjadi kelemahan besar yang dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang ingin melemahkan kekuatan Islam. Negara-negara Islam yang terpecah-pecah menjadi negara-negara kecil kehilangan kekuatan ekonomi, militer, dan politiknya. Kondisi ini telah berlangsung sejak akhir abad ke-18 Masehi hingga Perang Dunia Kedua, di mana dunia Timur, khususnya wilayah mayoritas Muslim, berada di bawah kekuasaan Barat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kejayaan Dinasti Utsmaniyah, yang pernah menguasai wilayah yang luas, berakhir dengan pembagian wilayah kekuasaannya oleh kekuatan-kekuatan besar Barat.
Oleh karena itu, persatuan umat Islam sedunia, yang berjumlah sekitar 2 miliar jiwa, menjadi sangat penting. Langkah awal yang harus dilakukan adalah membangun kesadaran bahwa sesama muslim adalah saudara, terlepas dari perbedaan negara dan latar belakang. Makna persaudaraan ini harus diwujudkan dalam bentuk saling membantu, tolong-menolong, dan saling memenuhi kebutuhan. Hal ini akan menciptakan keseimbangan baru dalam bidang ekonomi dan militer. Contoh nyata dari solidaritas ini adalah dukungan umat Islam dunia terhadap saudara-saudara mereka di Gaza, dengan mengirimkan bantuan dan memboikot produk-produk yang terkait dengan Zionis.
Persatuan ini tidak hanya bersifat emosional, tetapi juga membutuhkan strategi yang terencana dan terorganisir. Kerjasama ekonomi antarnegara Islam, misalnya melalui peningkatan perdagangan dan investasi, dapat memperkuat posisi ekonomi umat Islam di dunia. Kerjasama di bidang pendidikan dan teknologi juga sangat penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan daya saing umat Islam. Pentingnya membangun platform komunikasi dan kerjasama yang efektif di antara organisasi dan lembaga Islam di seluruh dunia juga perlu diperhatikan.
Kesimpulan:
Kebangkitan umat Islam bukanlah sekadar slogan, tetapi sebuah proses panjang yang membutuhkan komitmen dan kerja keras dari seluruh umat Islam. Mengatasi kebodohan, kemiskinan, dan perpecahan membutuhkan pendekatan yang komprehensif dan terintegrasi, yang melibatkan pendidikan, ekonomi, dan politik. Dengan mengendalikan hawa nafsu, meningkatkan kualitas pendidikan, membangun ekonomi yang berkeadilan, dan memperkuat persatuan dan solidaritas global, Insya Allah, kebangkitan umat Islam akan terwujud. Allah SWT telah menebarkan hidayah-Nya, dan banyak orang di Barat yang telah memeluk Islam karena kebenarannya. Semoga Allah SWT memperteguh iman kaum muslimin dan memberikan hidayah kepada mereka yang tersesat agar kembali ke jalan yang benar.
(Catatan: Artikel ini merupakan pengembangan dari tulisan pembaca, dengan penambahan analisis dan konteks yang lebih luas. Pendapat dan pandangan yang disampaikan tetap menjadi tanggung jawab penulis asli.)