ERAMADANI.COM, DENPASAR – Rabu (16/10/2019) sore kemarin, Kapolresta Denpasar, AKBP Ruddi Setiawan, S.I K,S.H.,M.H, berikan kajian paham radikalisme kepada pemuda, mahasiswa dan pelajar Se Kota Denpasar.
Undangan tersebut bertempat di Gedung Narigraha Renon, yang dihadiri sejumlah perguruan tinggi dan pelajar sejumlah 400 orang, serta turut hadir Wakapolresta dan pejabat utama Polresta Denpasar.
Pertemuan tersebut bertujuan untuk memberikan pengarahan dan pemahaman kepada pemuda tentang radikalisme, terorisme, dan intoleransi untuk menjaga situasi keamanan Bali.
Pemuda Paham Radikalisme
Dalam sambutanya Ruddi mengatakan apresiasi dan rasa terimakasih kepada seluruh peserta yang hadir dalam acara atau pertemuan pada sore itu.
Ia juga menjelaskan mengenai hate speech atau ujaran kebencian. Tindakan itu merupakan tindakan komunikasi yang dilakukan oleh individu atau kelompok dalam bentuk provokasi, hasutan, ataupun hinaan.
Hate Speech dapat bertujuan kepada individu atau kelompok yang lain dalam berbagai hal. Seperti halnya ras, suku, warna kulit, etnis, gender, cacat, kewarganegaraan, agama, dan lain lain.
Ia juga menjelaskan bahwa hal itu disebabkan oleh sosial media yang semakin berkembang, dan penggunanya juga kurang pandai dalam mengelolanya.
Tak hanya itu, penyebab lainnya adalah adanya paham radikal, terorisme, dan memudarnya nilai nilai pancasila serta terjadi intoleransi baik antar umat beragama maupun tidak.
Radikalisme berkaitan dengan politik, sosial, budaya. atau yang menginginkan perubahan dan pembaharuan serta perombakan besar untuk mencapai kemajuan.
Ia menghimpau para mahasiswa dan pelajar untuk bersama sama menjaga Pulau Bali supaya aman, nyaman dan damai, serta terhindar dari beragam tindakan yang tidak diinginkan.
Ia juga berharap generasi muda untuk paham akan empat konsensus kebangsaan Indonesia yaitu Pancasila, NKRI, UUD 45, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Ruddi menjelaskan lagi bahwa adanya intoleransi yaitu penolakan untuk menoleransi praktik-praktik, para penganut, atau kepercayaan yang berlandaskan agama.
Atau penolakan seseorang terhadap hak hak politik dan sosial dari kelompok yang ia tidak setujui dengan kata lain tidak sepakat dengan hal tersebut.
Ia mengkaitkan dengan adanya ancaman terorisme di Indonesia yaitu frustrated traveler, unexpected actors, ioteroris group, returnes, lone wolf, dan Leaderless Jihad.
Ruddi mengingatkan bahwa modus dari terorisme adalah propaganda, rekrutmen, pelatihan, penyediaan logistik, perencanaan, pengeksekusian, dan pendanaan.
Harapan Terhadap Pemuda
Menurutnya terorisme saat ini bisa melanda semua agama, oleh karena itu ia berharap agar pemuda dapat menanamkan wawasan kebangsaan sejak dini.
“Tujuan wawasan kebangsaan tersebut untuk membuat tanah air kita menjadi bangsa yang kuat, rukun, dan bersatu demi menjaga NKRI, tambah Ruddi.
Sedangkan ciri ciri radikalisme adalah antisosial, emosional, memutus komunikasi dengan keluarga, tampil beda, dan kritis terhadap ulama serta organisasi.
Radikalisme juga mengklaim kebenaran tunggal, menganggap agamanya paling benar, penampilan beribadah lebih dari biasanya, mengkafirkan orang lain.
“Berburuk sangka kepada orang yang tidak sepaham, cendrung menggunakan kekerasan, menutupi diri, serta bergaul dengan yang sepaham atau anti-pemerintah”, paparnya.
Sedangkan untuk sarana ysng dipakai oleh penganut paham radikalisme, di antaranya media sosial, komunikasi langsung, hubungan kekeluargaan, dan lembaga pendidikan.
Proses untuk menjadi seoarang radikalisme adalah perekrutan, identifikasi diri, doktrin, dan jihad sesat.
Diakhir acara mahasiswa dan pelajar berikrar menolak anarkisme, radikalisme, terorisme, hoax serta mendukung pelantikan Presiden dan Wakil Presiden tahun 2019.
Dengan menutup acara sore hari itu dengan teriakan ratusan peserta yang hadir “NKRI harga mati,” pekik mereka. (HAD)