ERAMADANI.COM, – Djayadi Hanan sebagai Direktur Eksekutif LSI menyatakan bahwa Indonesia dinilai belum mampu dan butuh waktu untuk menjadi negara yang berpengaruh di Asia.
Dilansir dari CNNIndonesia.com, menurutnya, hal ini bisa dilihat dari beberapa indikator seperti politik, ekonomi, dan militer.
Nah, tiga faktor ini saja sudah menunjukan bahwa Indonesia belum memiliki pengaruh signifikan yang dapat menjadi negara berpengaruh.
“Jadi kita (Indonesia) untuk menjadi negara yang berpengaruh itu masih di Asia masih perlu waktu,” ujar Djayadi di Hotel Erian, Jakarta, Ahad (12/01/2020) kemarin.
Faktor Indonesia belum Berpengaruh di Asia
Djayadi menyampaikan bahwa ada banyak faktor yang melatarbelakangi sebuah negara bisa berpengaruh terhadap negara lain atau kawasan lain.
Menurutnya, sebuah negara dapat berpengaruh jika memiliki kekuatan politik yang besar. Karena kekuatan politik sebuah negara secara otomastis bisa mempengaruhi politik negara lain.
Selain itu, ia juga menyebut negara dapat berpengaruh jika ekonominya kuat. Negara kuatnya ekonomi bisa berpengaruh lewat beragam investasi di negara lain.
“Indonesia dari segi ekonomi masih termasuk negara yang pedapatannya menengah. Kelas menengah pun masih bawah. Pendapatan per kapita masih kalah dari Malaysia dan Vietnam kalau tidak salah,” tuturnya
Selain politik dan ekonomi, ia juga mengatakan faktor militer juga membuat sebuah negara berpengaruh terhadap negara lain.
Ia mengibaratkan Amerika Serikan dan China sebagai negara yang kuat secara militer sehingga dapat mempengaruhi negara lain.
“Secara militer, (Indonesia) masih lemah. Apalagi berhadapan dengan Amerika dan China,” ujar Djayadi.
Indonesia Masih Memiliki Peluang
Walaupun Indonesia belum memenuhi kriteria menjadi negara berpengaruh, membuat masyarakat Indonesia wajar menilai AS dan China sebagai negara berpengaruh.
Karena kedua negara itu dari segi militer, ekonomi, politik, hingga budaya kuat dan hadir di negara manapun.
Kendati begitu, Djayadi berkata Indonesia tetap memiliki peluang menjadi negara berpengaruh di masa yang akan datang jika faktor tersebut mulai di tingkatkan.
Sementara pengamat hubungan internasional Dinna Wisnu membenarkan Indonesia belum mampu berpengaruh terhadap negara lain.
Karena menurutnya, hal itu terjadi lantaran agenda luar negeri dan dalam negeri Indonesia saling berbenturan.
“Kalau dalam kabinet yang sekarang dan periode pertama Pak Jokowi (Presiden Joko Widodo) kelihatan betul dua hal ini seakan-akan tidak bisa sejalan,” ujar Dinna di Hotel Erian, Jakarta.
Dinna juga mengatakan bahwa pemerintahan Jokowi selalu mengutamakan diplomasi ekonomi. Sementara keaktifan di forum-forum internasional dikesampingkan.
“Padahal dua hal ini dalam formulasi awalnya harus jalan bareng. Tidak mungkin ekonomi kita dapet banyak kecuali kita aktif dan dianggap penting oleh negara lain,” ujarnya.
Meski belum berpengaruh, bagi Dinna dan Djawadi bahwa Indonesia bisa berpengaruh terhadap negara lain. Apabila Indonesia dapat menjadi negara yang didengar pendapatnya oleh negara lain.
“Jangan cuma ngomong di depan, apa yang disampaikan di depan itu yang dilakukan. Harus ada gerak-gerak di belakang yang orang tidak perlu tahu, tapi bikin orang takut, segan, dan tidak punya jalan lain selain lewat depan,” ujar Dinna.
Ia juga meningatkan Kementerian Luar Negeri berperan penting membuat Indonesia berpengaruh dengan negara lain. Ia juga meinta Kemenlu jangan terlalu banyak tampil di depan publik agar diplomasi berjalan dengan efektif. (MYR)