Jakarta, 5 Desember 2024 – Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mendesak pemerintah untuk segera mengoperasionalkan Badan Penyelenggara Haji (BPH) guna mempersiapkan penyelenggaraan ibadah haji tahun 2026. Desakan ini mengemuka dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang berlangsung maraton selama lebih dari 12 jam, dimulai Rabu malam (4/12/2024) hingga Kamis dini hari (5/12/2024), antara Komisi VIII DPR RI dengan Kementerian Agama (Kemenag). RDP yang membahas persiapan penyelenggaraan ibadah haji ini menunjukkan komitmen kuat parlemen untuk memastikan kelancaran dan peningkatan kualitas penyelenggaraan ibadah haji di masa mendatang.
Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PKS, Abdul Fikri Faqih, menyatakan dengan tegas perlunya percepatan pengaktifan BPH. "Komisi VIII DPR RI mendesak agar BPH segera difungsikan. Statusnya, apakah akan tetap berada di bawah naungan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) atau berdiri sendiri, perlu segera disepakati. Informasi yang kami terima menyebutkan bahwa kesepakatan terkait hal ini, termasuk alokasi anggarannya, sudah tercapai," tegas Fikri.
Fikri juga menjelaskan detail mengenai anggaran persiapan haji 2026. Anggaran awal yang dialokasikan sebesar Rp 129 miliar telah ditambah sebesar Rp 50 miliar melalui realokasi anggaran internal Kemenag, sehingga total anggaran persiapan mencapai Rp 179 miliar. Besarnya alokasi anggaran ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam mempersiapkan penyelenggaraan haji 2026 yang lebih baik dan terencana. Transparansi dalam pengelolaan anggaran ini menjadi poin penting yang terus dipantau oleh Komisi VIII DPR RI.
RDP maraton tersebut juga menghasilkan kejelasan mengenai pembagian tanggung jawab penyelenggaraan ibadah haji. Penyelenggaraan haji tahun 2025 tetap menjadi tanggung jawab Kemenag, sementara BPH akan sepenuhnya bertanggung jawab atas penyelenggaraan haji tahun 2026. "Alhamdulillah, meskipun rapat berlangsung maraton hingga melewati tengah malam, ini dilakukan demi kesuksesan amanat Presiden Prabowo Subianto agar penyelenggaraan haji 2025 lebih baik, dan tahun 2026 sepenuhnya dikelola oleh BPH," ungkap Fikri, menekankan pentingnya dukungan penuh terhadap arahan Presiden.
Menteri Agama, Nasaruddin Umar, yang turut hadir dalam RDP tersebut, memberikan penjelasan terkait peran BPH dan Kemenag dalam penyelenggaraan haji 2025. "Bentuk Badan Penyelenggara Haji tidak mengubah struktur organisasi Ditjen Penyelenggara Haji dan Umrah. Oleh karena itu, penyelenggaraan ibadah haji tahun depan masih diselenggarakan oleh Menteri Agama dengan koordinasi yang erat bersama BPH," jelas Menag Nasaruddin. Pernyataan ini memastikan adanya sinergi dan kolaborasi antara Kemenag dan BPH dalam mempersiapkan dan melaksanakan ibadah haji tahun 2025 sebagai transisi menuju pengelolaan penuh oleh BPH di tahun 2026.
Komisi VIII DPR RI tidak hanya mendesak pengaktifan BPH, tetapi juga meminta transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran. Fikri menekankan pentingnya rincian anggaran BPH segera disusun dan dipaparkan kepada Komisi VIII. "Rincian anggaran BPH harus segera disusun dan disampaikan kepada Komisi VIII untuk diaudit dan dikaji. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara, khususnya yang berkaitan dengan ibadah haji, merupakan hal yang mutlak," tegas Fikri.
Selain itu, Komisi VIII DPR RI juga mendesak penyelesaian dan pengesahan Nota Kesepahaman (MoU) antara BPH dan Kemenag, khususnya Ditjen PHU. "MoU yang telah disepakati antara BPH dan Kemenag, khususnya Ditjen PHU, harus segera disampaikan ke Komisi VIII agar dinormakan menjadi regulasi yang sesuai dengan hierarki peraturan perundang-undangan. Bisa berupa Peraturan Menteri, Peraturan Kepala Badan, atau bahkan Peraturan Pemerintah (PP), dan mungkin perlu diusulkan revisi UU Penyelenggaraan Ibadah Haji," jelas Fikri, menekankan perlunya payung hukum yang kuat untuk mendukung operasional BPH.
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag, Hilman Latief, dalam RDP tersebut menyampaikan bahwa Kemenag dan BPH telah menyusun MoU yang mencakup berbagai hal, termasuk pembiayaan haji. "Kemenag dan BPH telah menyusun MoU yang akan disampaikan kepada Komisi VIII. Dalam MoU tersebut terdapat klausul mengenai pembiayaan haji," ungkap Hilman. Pernyataan ini menunjukkan komitmen Kemenag dalam mendukung transisi pengelolaan haji kepada BPH dan memastikan kelancaran proses tersebut.
RDP maraton ini menunjukkan komitmen bersama antara Komisi VIII DPR RI dan pemerintah untuk memastikan penyelenggaraan ibadah haji berjalan lancar, aman, dan terbebas dari berbagai permasalahan. Desakan percepatan pengaktifan BPH, transparansi anggaran, dan penyelesaian MoU merupakan langkah-langkah strategis untuk mewujudkan penyelenggaraan ibadah haji yang lebih baik dan profesional di masa mendatang. Perhatian yang besar dari DPR RI terhadap penyelenggaraan ibadah haji ini mencerminkan pentingnya ibadah haji bagi umat Islam di Indonesia dan tanggung jawab pemerintah untuk memfasilitasi pelaksanaan ibadah tersebut dengan sebaik-baiknya. Ke depan, pengawasan yang ketat dari Komisi VIII DPR RI terhadap kinerja BPH akan menjadi kunci keberhasilan penyelenggaraan ibadah haji yang lebih terarah, efisien, dan akuntabel. Proses transisi ini diharapkan dapat berjalan lancar dan menghasilkan sistem penyelenggaraan haji yang lebih modern, efektif, dan mampu memberikan pelayanan terbaik bagi para jamaah. Keberhasilan penyelenggaraan haji bukan hanya sekadar soal angka dan jumlah jamaah, tetapi juga menyangkut kualitas pelayanan, kenyamanan, keamanan, dan keberkahan ibadah bagi seluruh jamaah. Oleh karena itu, peran BPH sebagai lembaga independen yang bertanggung jawab penuh atas penyelenggaraan haji diharapkan mampu membawa perubahan signifikan dalam meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia. Komitmen DPR RI untuk mengawal proses ini hingga terwujudnya penyelenggaraan haji yang lebih baik patut diapresiasi. Semoga upaya ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi seluruh umat Islam di Indonesia yang menantikan kesempatan untuk menunaikan ibadah haji.