Jakarta, 1 November 2024 – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat deflasi harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi untuk bulan kedua berturut-turut. Tren penurunan harga minyak dunia menjadi faktor utama di balik fenomena ini, yang memberikan angin segar bagi konsumen dan sektor transportasi.
"Untuk komoditas bensin, deflasi sudah terjadi selama dua bulan berturut-turut. Ini seiring dengan penyesuaian harga BBM non subsidi yang dilakukan oleh PT Pertamina dan sejalan dengan tren penurunan harga minyak di pasar global," ungkap Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, dalam konferensi pers pada Jumat (1/11/2024).
Penurunan harga BBM nonsubsidi ini turut berperan penting dalam meredam laju inflasi pada Oktober 2024. BPS mencatat angka inflasi bulanan sebesar 0,08 persen, naik tipis dari 105,93 pada September menjadi 106,01 pada Oktober 2024. Inflasi ini mengakhiri tren deflasi yang berlangsung sejak Mei 2024.
Kelompok transportasi menjadi salah satu sektor yang paling merasakan dampak positif dari deflasi BBM. "Kelompok transportasi mengalami deflasi sebesar 0,52 persen dengan andil deflasi sebesar 0,06 persen. Komoditas yang dominan mendorong deflasi kelompok ini adalah bensin dan tarif angkutan udara yang memberikan andil deflasi masing-masing 0,06 persen dan 0,01 persen," jelas Amalia.
PT Pertamina telah melakukan penyesuaian harga BBM nonsubsidi pada September dan Oktober 2024, merespon penurunan harga minyak global. Berbagai jenis BBM, mulai dari Pertamax, Pertamax Green, Pertamax Turbo, Dexlite hingga Pertamina Dex, mengalami penurunan harga yang berkisar antara Rp750 hingga Rp1.350 per liter.
Deflasi BBM nonsubsidi ini memberikan dampak positif bagi konsumen, khususnya pengguna kendaraan pribadi. Penurunan harga BBM meringankan beban pengeluaran dan meningkatkan daya beli masyarakat. Selain itu, deflasi ini juga memberikan dampak positif bagi sektor transportasi, baik angkutan darat maupun udara.
Namun, perlu diingat bahwa deflasi BBM nonsubsidi ini merupakan fenomena sementara yang dipengaruhi oleh tren penurunan harga minyak global. Ke depan, harga BBM bisa saja kembali naik jika harga minyak dunia mengalami peningkatan.
Pemerintah dan PT Pertamina perlu terus memantau perkembangan harga minyak dunia dan melakukan penyesuaian harga BBM secara berkala agar tetap adil dan seimbang. Selain itu, pemerintah juga perlu mendorong penggunaan energi terbarukan sebagai alternatif BBM untuk mengurangi ketergantungan pada minyak bumi dan menjaga stabilitas harga BBM di masa depan.
Analisis Lebih Dalam
Deflasi BBM nonsubsidi ini memiliki beberapa implikasi penting bagi perekonomian Indonesia:
- Meningkatkan Daya Beli Masyarakat: Penurunan harga BBM meringankan beban pengeluaran masyarakat, terutama bagi pengguna kendaraan pribadi. Hal ini berpotensi meningkatkan daya beli masyarakat dan mendorong konsumsi, yang pada akhirnya akan berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi.
- Meningkatkan Daya Saing Sektor Transportasi: Penurunan harga BBM akan mengurangi biaya operasional bagi perusahaan transportasi, baik angkutan darat maupun udara. Hal ini akan meningkatkan daya saing mereka dan mendorong pertumbuhan sektor transportasi.
- Mendorong Pertumbuhan Ekonomi: Deflasi BBM dapat mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan konsumsi dan investasi. Namun, hal ini perlu diimbangi dengan upaya pemerintah untuk menjaga stabilitas harga dan mengendalikan inflasi.
- Meningkatkan Ketergantungan pada Minyak Bumi: Meskipun deflasi BBM memberikan dampak positif, hal ini juga dapat meningkatkan ketergantungan Indonesia pada minyak bumi. Pemerintah perlu mendorong penggunaan energi terbarukan untuk mengurangi ketergantungan pada minyak bumi dan menjaga stabilitas harga BBM di masa depan.
Tantangan dan Peluang
Deflasi BBM nonsubsidi juga menghadirkan beberapa tantangan dan peluang bagi pemerintah dan PT Pertamina: