ERAMADANI.COM, JAKARTA – Awal tahun 2020 bukan hanya di hebohkan karena banjir, tetapi juga dihebohkan dengan banyaknya masyarakat Indonesia khususnya buruh melakukan aksi demo terkait RUU Omnibus Law atau yang dikenal juga dengan UU sapu jagat.
Lalu apasih itu Omnibus Law? Dilansir dari Detik.com, omnibus law itu aturan yang mencakup lebih dari satu aspek yang digabung menjadi satu UU. Yang memiliki manfaatnya untuk menyelesaikan masalah tumpang tindih peraturan perundang-undangan.
Terhitung ada 79 undang-undang dengan 1.244 pasal yang direvisi sekaligus. UU tersebut direvisi karena dinilai menghambat investasi. Dengan omnibus law, harapannya investasi semakin mudah masuk ke Indonesia.
Nah, saat ini ada dua RUU omnibus law yang diajukan ke DPR yaitu omnibus law cipta lapangan kerja dan omnibus law perpajakan.
Sementara, untuk Omnibus law cipta lapangan kerja mencakup 11 klaster dari 31 kementerian dan lembaga terkait. Adapun 11 klaster tersebut adalah sebagai berikut:
- Penyederhanaan Perizinan
- Persyaratan Investasi
- Ketenagakerjaan
- Kemudahan, Pemberdayaan, dan Perlindungan UMKM
- Kemudahan Berusaha
- Dukungan Riset dan Inovasi
- Administrasi Pemerintahan
- Pengenaan Sanksi
- Pengadaan Lahan
- Investasi dan Proyek Pemerintah
- Kawasan Ekonomi
Sedangkan, omnibus law perpajakan mencakup 6 pilar, yaitu Pendanaan Investasi, Sistem Teritori, Subjek Pajak Orang Pribadi, Kepatuhan Wajib Pajak, Keadilan Iklim Berusaha, dan Fasilitas.
Lantas Apa yang didemo para buruh terkait omnibus law cipta lapangan kerja?
Untuk Omnibus law lapangan kerja, buruh merasa terancam, disebab ada beberapa pasal yang mengusik mereka dan merasa tidak seimbang, adapaun pasalanya adalah sebagai berikut:
1. Cuti Hamil
Terkait cuti hamil yang diatur dalam UU 13 Tahun 2003. Misalnya di Pasal 82 yang menyebut buruh perempuan berhak mendapatkan istirahat 1,5 bulan sebelum lahir dan 1,5 bulan sesudah melahirkan.
Jika dilihat dalam draft yang diterima detikcom, Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja tidak ada yang mengatur cuti hamil untuk buruh perempuan.
Namun, bukan berarti omnibus law akan menghapuskan aturan yang tercantum dalam UU sebelumnya. Sebab, omnibus Law ialah UU yang dibuat untuk menyasar satu isu tertentu dalam UU sebelumnya.
2. Isu Omnibus Law menghilangkan sanksi pidana bagi pengusaha
Buruh juga merasa tidak terima karena adanya isu Omnibus Law menghilangkan sanksi pidana bagi pengusaha. Sanksi itu sebelumnya juga diatur dalam UU 13 Tahun 2003.
Misalnya pengusaha yang membayar upah di bawah minimum bisa dipenjara selama 1 hingga 4 tahun. Tapi sekali lagi bukan berarti tidak tertuang dalam draft Omnibus Law maka aturan itu hilang. Lagipula dalam draft tersebut juga masih menjabarkan sanksi-sanksi yang bisa diterima pengusaha.
3. Membebaskan penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA)
Kemudian, ada juga penolakan lantaran membebaskan penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA). Dengan begitu para buruh khawatir ketersediaan lapangan kerja semakin berkurang dengan kedatangan para TKA.
Jika dilihat dari draft Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, ada beberapa pasal yang mengatur tentang penggunaan TKA dalam BAB IV Ketenagakerajaan. Misalnya di Pasal 437 dijelaskan setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal itu juga menyebut pemberi kerja orang perseorangan dilarang mempekerjakan tenaga kerja asing. Selain itu disebutkan TKA dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu.
4. Para buruh juga menolak sistem pengupahan yang ada dalam draft beleid
Para buruh juga menolak sistem pengupahan yang ada dalam draft beleid tersebut. Menurut mereka sistem pengupahan nantinya akan diubah menjadi perhitungan jam. Jika pekerja bekerja kurang dari 40 jam seminggu berpotensi mendapatkan gaji di bawah upah minimum.
Berdasarkan bahan penjelasan Kemenko Perekonomian, Omnibus Law memang akan mengatur skema upah per jam. Namun upah minimum yang biasanya juga tidak dihapuskan.
5. Para buruh khawatir hilangnya pesangon bagi pekerja yang terkena PHK
Para buruh juga mengkhawatirkan hilangnya pesangon bagi pekerja yang terkena PHK. Pesangon itu ubah menjadi tunjangan PHK.
Namun berdasarkan draft RUU tentang Penciptaan Lapangan Kerja masih mengatur pembayaran pesangon. Besaran perhitungan uang pesangonnya pun sama dengan yang diatur dalam UU 13 Tahun 2003.
Misalnya untuk masa kerja kurang dari 1 tahun dapat 1 bulan upah, lalu masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun, dapat 2 bulan upah. Kemudian masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun, dapat 3 bulan upah dan seterusnya. (MYR)