ERAMADANI.COM, JAKARTA – Pada persidangan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan, Senin (15/06/2020) kemarin, salah satu pelaku menyampaikan motif perbuatanya.
Ia mengatakan motif penyerangan tersebut dilakukan berdasarkan dendam masa lalu, yaitu kasus Sarang Walet pada 2004 silam.
Dilansir dari CNNIndonesia.com, kasus sarang walet tersebut terjadi di Bengkulu, pada tahun 2004 silam.
Singkatnya kasus ini, adalah dugaan penganiayaan pencuri sarang burung walet, yang saat itu, Novel yang menjabat Kasatreskrim Polres Bengkulu memimpin anak buahnya untuk menangkap kelompok pencuri sarang walet.
Dalam proses penangkapan itu, dikatakan sempat terjadi aksi penembakan. Novel pun menjalani pemeriksaan etik di Polres dan Polda Bengkulu.
Ia hanya dikenai sanksi teguran, namun tetap menjabat sebagai Kasatreskrim, dan tidak di pecat dari jabatannya.
Salah satu terdakwa penyiram air keras ke Novel, Rahmat Kadir Mahulette mengaku motif dirinya menyiram air keras dilandasi kebencian dan dendam atas kasus tersebut.
“Saksi korban (Novel) mengorbankan anak buahnya terlebih lagi saksi korban tidak punya jiwa ksatria sehingga tidak berani mempertanggungjawabkan perbuatannya,” kata kuasa hukum terdakwa membacakan pleidoi.
Kasus Sarang Walet
Kasus sarang walet ini sebenarnya cukup sering muncul dan dibahas ketika Novel Baswedan melakukan penyidikan suatu kasus.
Kasus dugaan penganiayaan itu pernah muncul pada 2012. Saat itu, Novel yang telah menjadi penyidik KPK tengah menangani kasus korupsi proyek simulator untuk Surat Izin Mengemudi (SIM) yang menyeret mantan Kakorlantas Irjen Djoko Susilo.
Novel memimpin penggeledahan di kantor Korlantas, Jakarta. Ia kemudian ditetapkan sebagai tersangka penganiayaan. Terjadi kegaduhan antara Polri dan KPK yang disebut Cicak vs Buaya Jilid II.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun turun tangan untuk meredam kegaduhan dua lembaga penegak hukum tersebut. Kasus tersebut akhirnya tenggelam seiring berjalannya waktu.
Namun, selang tiga tahun kemudian kasus sarang burung walet itu kembali muncul. Kasus tersebut diangkat kembali oleh Polri setelah KPK menetapkan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan sebagai tersangka.
Kali ini, Novel sampai ditangkap karena dianggap tak kooperatif. Ia pun sempat ditahan di Bareskrim Polri. Salah satu penyidik senior di lembaga anti rasuah itu juga sampai dibawa ke Bengkulu.
Para pencuri Sarang Walet yang Mengaku Dianiaya Novel Baswedan
Perkara sarang burung walet tersebut akhirnya dihentikan oleh Kejaksaan Agung. Penghentian kasus ini berdasarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) Nomor B 03/N.7.10/Eo.1/02/2016, yang dikeluarkan Kejaksaan Negeri Bengkulu.
Meski demikian, para pencuri sarang burung walet yang mengaku dianiaya Novel, yakni Irwansyah Cs mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Bengkulu pada Maret 2016.
Praperadilan itu dikabulkan. Hakim kemudian memerintahkan Kejaksaan Negeri Bengkulu melimpahkan berkas perkara kasus Novel ke PN Bengkulu untuk disidangkan. Berkas tak kunjung dilimpahkan.
Tak terima dengan sikap Kejari Bengkulu, advokat OC Kaligis menggugat Jaksa Agung ST Burhanuddin dan Kejaksaan Negeri Bengkulu karena telah melakukan perbuatan melawan hukum lantaran tak melaksanakan putusan Praperadilan, pada November 2019.
Laporan itu, teregister dengan nomor perkara 958/Pdt.G/2019/PN JKT.SEL.
“Memerintahkan Para Tergugat untuk melanjutkan penuntutan perkara atas nama Novel Baswedan bin Salim Baswedan untuk segera disidangkan di Pengadilan Negeri Bengkulu,” demikian bunyi petitum OC Kaligis sebagaimana termuat dalam situs SIPP Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. (IAA)