ERAMADANI.COM, JAKARTA – Anis Matta selaku Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia menegaskan, partainya tidak akan lagi memperdebatkan soal partai Islam atau soal partai Nasionalis.
Dilansir dari Tribunnews.com, ia memastikan Partai Gelora terbuka untuk seluru komponen bangsa. Ia tak membantah, berdirinya Partai Gelora karena adanya konflik internal di Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Saat ditemui Tim Tribun Network di Jakarta Anis Matta tengah melaksanakan rapat bersama jajaran pimpinan Partai Gelora, yakni Wakil Ketua Umum Fachri Hamzah, Sekretaris Jenderal Mahfuz Sidik, dan sejumlah pimpinan partai.
“Konflik di internal PKS memicu lebih cepat lahirnya atau keputusan untuk melahirkan satu partai baru,” ujar Anis Matta kepada Tribun Network, Senin (11/11/2019) petang.
Menurutnya ada yang lebih penting, yakni bagaimana membangun semangat integrasi Keindonesiaan. Ia merasa di tataran nasional ada krisis narasi dan krisis kepemimpinan.
Ia tak menginginkan Partai Gelora terjebak dalam perdebatan yang tidak produktif, baik itu antara Nasionalis atau Islam maupun Golongan Kiri atau Kanan.
Ia juga ingin menghentikan perdebatan yang tak kunjung usai, bahwa Islam dan Nasionalis ini sudah selesai.
Untuk itu, ia mengajak partai Gelora perlu membuka diri kepada seluruh komponen bangsa, dan mengajak seluruh komponen bangsa ini untuk terlibat.
“Jadi satu narasi besar yang diperlukan Indonesia adalah narasi yang mampu menyatukan seluruh komponen bangsa. Menyatukan elitenya untuk sama-sama memasuki gelombang baru dalam sejarah kita itu. Itu idenya yang paling fundamental,” ujar Anis Matta.
“Jadi saya tidak menafikan, tidak memungkiri, adanya konflik di internal PKS, dan menjadi salah satu trigger lahirnya partai ini” tuturnya.
Tanggapan Anis Matta Soal Terbentuknya Partai Gelora
Menurutnya sebenarnya akar pemikirannya sudah ada sejak lama bukan sebagai partai, tetapi sebagai narasi.
“Ketika saya menulis buku Gelombang Ketiga tahun 2013 yang lalu. Ide-ide ini sudah kita kembangkan jauh. Ide-ide ke-Indonesiaan tentang narasi baru Indonesia sudah kita kembangkan”.
Tapi memang kemudian konflik di internal PKS memicu lebih cepat lahirnya atau keputusan untuk melahirkan satu partai baru.
Apa yang membedakan PKS dengan Partai Gelora?
Sebenarnya perbedaan kedua partai ini adalah semangat integrasi ke-Indonesiaan. Anis merasakan bahwa 10 tahun pertama dari 1998-2009 kita mengalami pergulatan demokrasi yang luar biasa intensnya.
Tapi kemudian ia merasakan di tataran nasional ini ada krisis narasi, dan ia mengira krisis kepemimpinan tersebut menjadikan ia membentuk sebuah partai baru.
Terutama IA dan teman-temannya, mulai mengalami pergulatan memikirkan tentang narasi baru Indonesia, maka lahirlah Gelombang Ketiga itu.
Tapi sebenarnya kita tidak pernah menduga bahwa ini nanti ujungnya satu partai baru. Kita baru memutuskan membentuk partai baru, setelah berbagai upaya untuk menyelesaikan konflik di internal PKS itu tidak ada jalan lagi.
Akhirnya baru kita melangkah untuk itu. Sebetulnya kita sempat berpikir bahwa narasi yang selama ini tetap bisa kita pakai di kendaraan yang lama, yaitu di PKS. Tetapi konflik ini tidak terbendung.
Artinya narasi yang ada di PKS saat ini, menurut Anda sudah melenceng? Anda ingin membawa partai ini berada di ‘tengah’?
Menurut anis ada persoalan di internal, di institusi di PKS. Tetapi yang lebih penting baginya adalah kita tidak terintegrasi sepenuhnya dalam semangat ke-Indonesiaan itu yang menurutnya penting.
Misalnya soal ide keterbukaan yang pernah kita buka dulu di Bali. Yang mendapatkan pertentangan luar biasa di dalam.
Sehingga menurutnya bahwa, jika kita ingin menjadi kekuatan politik yang memimpin Indonesia, kita harus membuka diri terhadap seluruh kelompok, seluruh komponen bangsa yang ada di negeri kita ini.
Karena itu ini ada persoalan. Bahwa kita tidak seutuhnya terintegrasi dengan Indonesia. Sehingga kalau Anda menanyakan apa perbedaannya, saya kira adalah pada keterbukaan. Karena itu di sini, azas yang kita pakai adalah Pancasila.
Tetapi kita tetap menegaskan jati diri kita sebagai kekuatan Islam Politik. Sebab, kita tidak ingin terus menerus ada perdebatan yang tidak produktif, yaitu antara Islam dan Nasionalis.
Kita ingin menghentikan perdebatan bahwa Islam dan Nasionalis ini sudah selesai. Tapi untuk itu kita perlu membuka diri kita semuanya kepada seluruh komponen bangsa, dan mengajak seluruh komponen bangsa ini untuk terlibat.
Jadi satu narasi besar yang diperlukan Indonesia adalah narasi yang mampu menyatukan seluruh komponen bangsa.
Menyatukan elitenya untuk sama-sama memasuki gelombang baru dalam sejarah kita itu. Itu idenya yang paling fundamental.
Ada 99 deklarator. Siapa-siapa saja public figure yang ikut membidangi organisasi ini?
Saya kira sebagian besarnya sudah Anda ketahui. Ada Pak Fachri Hamzah sebagai Wakil Ketua Umum, ada Pak Mahfudz Siddiq sebagai Sekretaris Jenderal, ada Pak Ahmad Riyaldi sebagai Bendahara Umum. Saya kira banyak ya.
Apakah Anda yakin akan menggerus akar rumput PKS? Kemudian bergabung ke Partai Gelora?
Kita membuka untuk seluruh komponen bangsa terlibat di sini. Karena itu kehadiran kami tidak perlu diartikan sebagai ancaman bagi yang lain. Tidak perlu.
Tapi kita ingin semua komponen bangsa terlibat. Kanan, tengah, kiri, bisa terlibat di sini. Tua, muda, semua terlibat di sini.
Dokumen osan-osin, bagaimana tanggapan Anda?
Ini bagian dari konflik lama, yang saya kira sudah kita lupakan. Sekarang kita menata gerakan baru yang mudah-mudahan tidak terpengaruh oleh konflik-konflik yang sudah selesai. Kita sudah lupakan itu.
Pasca deklarasi nanti, apa langkah pertama kali yang akan diambil Partai Gelora?
Sekarang kita fokus dulu, daftar dulu. Jangan terlalu serius. Fokus dulu persoalan teknis, selesaikan administrasi di notaris dan Kemenkumham. Ini masih perlu 2-3 bulan.
Kalau ini sudah selesai baru kita pikirkan apa yang akan kita lakukan agenda selanjutnya. Yang pasti, tujuan kita, Insha Allah bisa ikut Pemilu 2024. Syukur-syukur Pilkada 2020 kita bisa juga ambil bagian. Tapi fokus utama kami Pemilu 2024.
Anda mempersiapkan kader Partai Gelora untuk ikut Pilkada serentak 2020?
Kita akan berusaha Insha Allah untuk ikut dalam Pilkada, walaupun kami punya hak untuk mengusung ya karena partai baru. Tapi kita akan berusaha untuk ikut. Tapi fokus utama kami nanti, tentu Pemilu 2024.
Kenapa Anda memberi nama Partai Gelombang Rakyat Indonesia?
Pertama saya ingin menjelaskan kata rakyatnya dulu. Filosofinya adalah kita ingin menjadikan rakyat sebagai pelaku sejarah.
Tapi supaya dia menjadi pelaku sejarah, dia mesti punya energi. Karena itu, kita menggunakan kata Gelombang. Gelombang itu adalah isyarat tentang energi.
Daya perubahan yang mendalam. Sebab tujuan kami menciptakan deep change. Perubahan yang dalam, dalam tubuh masyarakat kita. Cuma kita ingin menjadikan rakyat sebagai pelaku utamanya.
Tapi dia harus memiliki energi yang dahsyat untuk melakukan perubahan itu. Itu filosofi utamanya.
Karena itu Anda melihat, logo gelombang yang mewakili energi dan semangat perubahan yang mendalam dan fokus yang tajam.
Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap partai politik terus tergerus, bagaimana Partai Gelora melihat fenomena ini?
Saya kira publik sekarangi ini punya alasan untuk tidak terlalu percaya kepada partai politik. Sebagian besarnya karena kegelisahan mereka tidak terwakili dalam narasi partai-partai itu.
Karena itu kita berusaha di Partai Gelombang Rakyat Indonesia ini, untuk mencoba merekam kegelisahan publik yang sesungguhnya.
Dan membawanya ke dalam agenda strategis kita nanti. Walaupun kami punya visi besar tentang gelombang sejarah baru Indonesia ke depan. Tetapi kita juga perlu merekam kegelisahan publik itu.
Dan saya kira visi ini, sebagian besar, dan saya rasa sudah mewakili sebagian kegelisahan publik itu.
Karena visi ini, kita susun setelah melalui survei yang lama, continue sejak 2008-2009, saya mulai melakukan survei ini secara mendalam.
Juga melakukan diskusi yang intensif sekali. Saya percaya ide-ide yang kita bawa ini adalah hasil rekaman terhadap kegelisahan publik itu. Indonesia ini, pantas menjadi kekuatan kelima dunia.
Tapi kita tidak membawa kegelisahan publik itu ke dalam suatu tindakan nyata atau agenda strategis yang membuat publik percaya bahwa mereka bisa lompat, bisa terbang.
Itu sebabnya kita selalu terpuruk lagi ke dalam masalah-masalah yang sebenarnya seharusnya sudah kita lalui, tapi tidak kita selesaikan karena kita tidak punya narasi besar itu. (ZAN)