ERAMADANI.COM, DENPASAR – Kematian babi secara mendadak di Bali, oleh penyebab yang masih misterius kini kian serius merambat ke beberapa Kabupaten.
Kematian ternak itu sudah melanda empat kabupaten dan kota di Bali yaitu Denpasar, Kabupaten Badung, Kabupaten Tabanan dan Gianyar.
Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali melaporkan sudah ada 1.191 ekor babi yang mati sejak akhir Desember 2019.
Kepala Bidang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali I Ketut Gede Nata Kesuma juga ikut berkomentar.
Penyebab Kematian Babi di Bali Diduga oleh Virus
Ia menyebutkan bahwa viruslah sebagai penyebab di balik peristiwa itu. Dalam laporan CNNIndonesia.com, Senin (03/02/2020) kemarin.
“Secara klinis hasil pemantauan staf kami di lapangan menunjukkan gejala klinis penyakit babi, baik hog cholera, salmonella, ASF (African Swine Fever),” tuturnya,
“Jenisnya mirip-mirip (kasus di Sumatra Utara) cuman agar lebih pasti harus konfirmasi secara laboratorium,” tambahnya.
Kementerian Pertanian juga akan mengumumkan hasil uji laboratorium ihwal virus tersebut. Jika hasilnya bukan disebabkan oleh virus, hasil laboratorium tidak akan diumumkan.
Nata juga menjelasakan bahwa jumlah kasus kematian babi paling banyak terjadi di Kabupaten Badung. Jumlahnya mencapai 564 ekor.
Tidak menutup kemungkinan akan terus bertambah. Kabupaten/kota lain yang menelan banyak korban terwas adalah Kabupaten Tabanan 537 ekor, Kota Denpasar 54 ekor, dan Kabupaten Gianyar 36 ekor.
Nata beranggapan bahwa babi yang mati masih jauh lebih sedikit ketimbang jumlah babi yang ada di Bali. Populasinya mencapai 800 ribu ekor. Namun, ia tetap tak memandang sepele.
“Jika jumlah kecil ini tidak ditekan bisa merebak ke seluruh penjuru Bali. Kami tidak anggap enteng jumlah kecil ini,” kata Nata.
Peternak babi juga sudah khawatir dengan fenomena tersebut. Mereka mengklaim harga babi terus turun akibat kematian massal.
Itu semua karena masyarakat curiga babi di Bali terinfeksi virus Demam Babi Afrika atau African Swine Fever. Penyakit itu sudah diantisipasi Pemprov Bali sejak akhir 2019 lalu.
Ketut Suardika sebagai peternak asal Gianyar, mengatakan harga babi terus turun. Tidak hanya di daerah tempat babi mati secara misterius.
Tetapi hal ini juga terjadi di daerah lain lantaran kecurigaan masyarakat sudah menyebar, bahwa ini dilatarbelakangi oleh virus.
Ia juga mengatakan harga 1 kg daging babi sudah anjlok ke angka Rp22 ribu dari Rp27 ribu. Tidak ada yang menjamin harga tersebut bisa naik kembali dalam waktu dekat.
“Jujur kami pasti panik. Saya dengar jumlah kematian babi terus bertambah. Saya takut babi saya yang mati dan sebegitu lama kami harus tahu apa penyebabnya. Kami belum tahu sampai sekarang,” ujar Ketut. (MYR)