Jakarta, 15 Februari 2025 – Menjelang datangnya bulan suci Ramadan 1446 H/2025 M, Indonesia kembali bersiap menyaksikan dinamika penentuan awal puasa yang melibatkan tiga pihak utama: Pemerintah, Nahdlatul Ulama (NU), dan Muhammadiyah. Perbedaan metodologi yang digunakan – rukyatul hilal (observasi hilal) dan hisab (perhitungan astronomi) – berpotensi menghasilkan perbedaan tanggal awal Ramadan di Indonesia. Situasi ini, yang telah berlangsung selama bertahun-tahun, kembali menjadi sorotan menjelang bulan suci tahun ini.
Pemerintah: Menunggu Sidang Isbat dan Rukyatul Hilal
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Agama (Kemenag), akan menentukan awal Ramadan 2025 melalui sidang isbat. Sidang yang diagendakan pada Jumat, 28 Februari 2025 di Auditorium H.M. Rasjidi, Kemenag, Jakarta Pusat, ini akan dipimpin langsung oleh Menteri Agama, Nasaruddin Umar. Sidang isbat, yang menjadi rujukan utama bagi mayoritas umat Islam di Indonesia, merupakan forum pengambilan keputusan yang menggabungkan hasil rukyatul hilal dan hisab.
Proses penentuan awal Ramadan oleh pemerintah melibatkan tahapan yang kompleks dan terstruktur. Sebelum sidang isbat, akan dilakukan pemantauan hilal secara serentak di 125 titik lokasi di seluruh Indonesia. Kegiatan ini melibatkan para ahli falak dari Kantor Wilayah Kemenag dan Kemenag Kabupaten/Kota, bekerjasama dengan Pengadilan Agama, berbagai organisasi Islam, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Data pengamatan hilal dari berbagai lokasi ini akan menjadi bahan pertimbangan utama dalam sidang isbat.
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag, Abu Rokhmad, menjelaskan bahwa sidang isbat akan mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk laporan hasil rukyatul hilal dari berbagai lokasi, data hisab yang akurat, dan kriteria-kriteria ilmiah yang telah disepakati. Jika hilal teramati sesuai kriteria yang telah ditetapkan, maka 1 Ramadan 1446 H akan diumumkan pada hari itu juga. Sebaliknya, jika hilal tidak teramati, maka bulan Syaban akan digenapkan menjadi 30 hari, dan 1 Ramadan akan jatuh pada hari berikutnya. Transparansi dan keterbukaan informasi menjadi kunci dalam proses ini, guna memastikan keputusan yang diambil diterima oleh seluruh lapisan masyarakat. Kemenag berkomitmen untuk terus meningkatkan akurasi dan efektivitas metode penentuan awal Ramadan, dengan melibatkan para pakar dan teknologi terkini.
Muhammadiyah: Penetapan Awal Ramadan Berdasarkan Hisab Hakiki Wujudul Hilal
Berbeda dengan pemerintah dan NU, Muhammadiyah telah menetapkan awal Ramadan 1446 H secara resmi melalui Maklumat PP Muhammadiyah Nomor 1/MLM/I.0/E/2025 tentang Penetapan Hasil Hisab Ramadan, Syawal, dan Zulhijah 1446 Hijriah. Berdasarkan metode hisab hakiki wujudul hilal, Muhammadiyah menetapkan 1 Ramadan 1446 H jatuh pada hari Sabtu, 1 Maret 2025.
Maklumat tersebut menjelaskan bahwa pada saat matahari terbenam, Jumat, 28 Februari 2025, hilal telah wujud di seluruh wilayah Indonesia. Dengan demikian, Muhammadiyah konsisten menggunakan metode hisab yang telah mereka terapkan selama bertahun-tahun, dengan perhitungan yang akurat dan terpercaya. Keputusan ini telah diumumkan oleh Sekretaris PP Muhammadiyah, Muhammad Sayuti, dalam konferensi pers pada Rabu, 12 Februari 2025. Konsistensi Muhammadiyah dalam menggunakan metode hisab menunjukkan komitmen mereka terhadap pendekatan ilmiah dalam penentuan awal bulan hijriah. Mereka berpandangan bahwa hisab memberikan kepastian dan kemudahan dalam perencanaan ibadah.
Muhammadiyah juga telah menetapkan Idul Fitri 1446 H jatuh pada Senin, 31 Maret 2025, menunjukkan bahwa puasa Ramadan akan berlangsung selama 30 hari. Keputusan ini didasarkan pada perhitungan hisab yang cermat dan akurat, sehingga memberikan kepastian bagi umat Islam yang mengikuti metode penentuan awal Ramadan versi Muhammadiyah. Transparansi dan keterbukaan informasi juga menjadi prioritas Muhammadiyah dalam mengumumkan keputusan ini kepada publik.
NU: Mengandalkan Rukyatul Hilal Bil Fi’li
Nahdlatul Ulama (NU), sama seperti pemerintah, akan menentukan awal Ramadan 2025 berdasarkan rukyatul hilal. Lembaga Falakiyah (LF) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) akan melakukan pengamatan hilal pada 29 Syaban. NU menggunakan metode rukyatul hilal bil fi’li, yaitu pengamatan langsung terhadap hilal di berbagai titik pemantauan yang telah ditentukan. Hasil pengamatan ini akan menjadi dasar penetapan awal Ramadan oleh NU.
NU menekankan pentingnya pengamatan langsung hilal sebagai bagian integral dari tradisi dan ajaran Islam. Mereka percaya bahwa rukyatul hilal memberikan dimensi spiritual dan kearifan lokal dalam penentuan awal bulan hijriah. Meskipun metode hisab juga diakui sebagai alat bantu, NU tetap memprioritaskan pengamatan langsung hilal sebagai acuan utama. Proses pengamatan hilal oleh NU melibatkan para ahli falak yang berpengalaman dan terlatih, menggunakan peralatan dan teknologi yang memadai.
Proses pengambilan keputusan di NU juga menekankan musyawarah dan ijtihad, mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk hasil pengamatan hilal, kondisi cuaca, dan faktor-faktor lainnya. Keputusan akhir akan diumumkan oleh LF PBNU setelah melakukan evaluasi dan kajian yang komprehensif. Transparansi dan komunikasi yang efektif kepada publik menjadi hal penting dalam proses ini, untuk memastikan pemahaman dan penerimaan yang luas dari keputusan yang diambil.
Kesimpulan:
Perbedaan metode penentuan awal Ramadan antara pemerintah, NU, dan Muhammadiyah menunjukkan keragaman pendekatan dalam memahami dan mengimplementasikan ajaran Islam. Meskipun perbedaan ini terkadang menimbulkan perbedaan tanggal awal puasa, hal ini tidak mengurangi semangat ukhuwah Islamiyah dan toleransi antar umat beragama di Indonesia. Ketiga pihak tersebut memiliki alasan dan argumen yang kuat dalam memilih metode masing-masing, dan semua metode tersebut bertujuan untuk menentukan awal Ramadan dengan cara yang akurat dan sesuai dengan syariat Islam. Yang terpenting adalah saling menghormati perbedaan dan tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam menyambut bulan suci Ramadan. Semoga perbedaan ini tidak menjadi penghalang bagi terciptanya suasana Ramadan yang penuh kedamaian dan keberkahan bagi seluruh umat Islam di Indonesia.