Ka’bah, kiblat umat Islam sedunia, bukanlah sekadar bangunan kubus sederhana di tengah Masjidil Haram, Mekkah. Lebih dari itu, Ka’bah merupakan simbol persatuan, sejarah, dan spiritualitas Islam yang kaya akan detail arsitektur dan makna simbolis yang mendalam. Memahami bagian-bagian Ka’bah bukan hanya sekadar pengetahuan umum bagi calon jemaah haji dan umrah, melainkan juga kunci untuk menghayati lebih dalam makna ibadah di tempat suci ini. Berikut uraian detail mengenai komponen-komponen penting yang membentuk bangunan sakral ini, merujuk pada berbagai sumber historis dan arkeologis, termasuk rujukan buku "Ka’bah Rahasia Kiblat Dunia" karya Muhammad Abdul Hamid Asy-Syarqawi.
1. Syadzarwan: Pelindung Baitullah dari Gejolak Alam
Syadzarwan merupakan struktur bangunan yang mengelilingi bagian bawah dinding Ka’bah di area tawaf, kecuali di sisi Al-Hathim. Struktur ini bukan bagian integral dari Ka’bah itu sendiri, melainkan lapisan pelindung yang dibangun di sekelilingnya. Nama "Syadzarwan" merujuk pada fungsinya sebagai "penutup" atau "pelindung" (mirip sarung) bagi Baitullah. Keberadaan Syadzarwan sangat krusial, terutama mengingat sejarah Mekkah yang kerap dilanda banjir. Struktur ini berfungsi ganda: melindungi Ka’bah dari kerusakan akibat banjir dan memastikan keselamatan jamaah yang melakukan tawaf, sekaligus menjaga kelestarian Kiswah, kain penutup Ka’bah yang berharga.
Pemilihan material Syadzarwan pun mencerminkan keistimewaannya. Terbuat dari marmer berkualitas tinggi, bahkan tergolong marmer termahal di dunia, material ini dipilih untuk menjamin daya tahan dan keindahan struktur pelindung ini. Renovasi pada tahun 1417 H menandai penggantian marmer lama dengan material baru yang lebih prima, menunjukkan komitmen pelestarian warisan suci ini. Tangga yang terdapat di area Syadzarwan merupakan akses terpisah dan bukan bagian dari struktur pelindung itu sendiri.
2. Atap Ka’bah: Sejarah Panjang dan Arsitektur yang Berkembang
Sejarah atap Ka’bah mencerminkan perjalanan panjang pembangunan dan renovasi bangunan suci ini. Catatan sejarawan Mekkah, Al-Azraqi, mencatat kerentanan Ka’bah terhadap banjir. Bahkan, sebelum renovasi besar pada 605 M, Ka’bah hanya berupa struktur rendah tanpa atap, terbuat dari batu-batu yang tidak teratur, tingginya tidak lebih dari tinggi hewan (sekitar 2 meter), seperti yang diceritakan oleh Ibnu Ishaq.
Pembangunan atap menjadi tonggak penting. Kisah unik menceritakan tentang kayu-kayu dari sebuah kapal Bizantium Romawi yang karam di dekat Jeddah. Kayu-kayu tersebut kemudian digunakan untuk membangun atap Ka’bah, dengan bantuan seorang tukang kayu Kristen asal Mesir bernama Bachom (atau Bachomis). Setelah keempat dinding Ka’bah selesai dibangun oleh berbagai kabilah Mekkah, pembangunan atap pun dilaksanakan, menandai sebuah babak baru dalam sejarah arsitektur Ka’bah.
Pada masa Al-Idrisi (1100-1166 M), bentuk atap Ka’bah yang sudah ada diyakini masih bertahan hingga kini, dengan sedikit perubahan setelah perbaikan yang dilakukan oleh Al-Hajjaj pada tahun 74 H. Saat ini, Ka’bah memiliki dua lapis atap. Permukaan atap dilapisi marmer putih yang dikelilingi dinding setinggi 80 cm. Di atasnya, terdapat beberapa tiang penyangga yang berfungsi untuk mengikatkan Kiswah, kain sutra hitam yang menutupi Ka’bah. Kiswah sendiri memiliki berat sekitar 670 kilogram, termasuk 120 kilogram emas murni dan 50 kilogram perak yang terpahat dalam kaligrafi ayat-ayat Al-Qur’an di atasnya, dengan luas sekitar 654 meter persegi.
3. Maqam Ibrahim: Jejak Sejarah Nabi Ibrahim a.s.
Maqam Ibrahim, berarti "tempat berdiri Ibrahim," merupakan bangunan kecil setinggi 1,8 meter yang terletak di dekat dinding tenggara Ka’bah. Struktur ini ditopang enam tiang, empat di antaranya dikelilingi potongan besi setinggi tiang, dan keseluruhannya dibingkai struktur persegi yang berakhir pada puncak piramida.
Makna Maqam Ibrahim sangat dalam. Ia dipercaya sebagai batu pijakan Nabi Ibrahim a.s. saat membangun Ka’bah bersama putranya, Nabi Ismail a.s. Batu ini diyakini melunak karena tapak kaki Nabi Ibrahim a.s., meninggalkan jejak abadi yang hingga kini masih dihormati. Rasulullah SAW sendiri memuliakan batu ini, bahkan menggunakannya untuk mengikat untanya. Lokasi Maqam Ibrahim juga menjadi tempat Nabi Ibrahim berdiri saat bersama Siti Hajar dan Nabi Ismail. Di belakang Maqam Ibrahim, jamaah haji melaksanakan salat sunnah tawaf dua rakaat.
4. Hijr Ismail: Sejarah dan Makna Simbolis
Hijr Ismail terletak di antara Al-Hathim dan dinding Ka’bah sebelah barat daya, tepat di bawah Mizab Ar-Rahman (pancuran). Tempat ini secara tradisional dikaitkan dengan makam Nabi Ismail dan Siti Hajar, meskipun keyakinan ini lebih berdasarkan tradisi lisan dan belum didukung oleh dalil Al-Qur’an atau hadis sahih yang kuat.
Hijr Ismail ditutupi bebatuan berwarna-warni, yang diletakkan pada tahun 826 H. Batu-batu hijau dari Persia, diambil dari Wadi Al-Hamamah di padang pasir timur Mesir pada tahun 241 H, juga menghiasi area ini. Saat ini, Hijr Ismail, yang dibatasi dinding Ka’bah sebelah barat daya (antara rukun Iraqi dan rukun Syami), dilapisi lantai marmer putih.
Menurut Al-Azraqi, Nabi Ibrahim a.s. menjadikan Hijr Ismail sebagai bagian pelengkap Ka’bah, yang pada awalnya digunakan sebagai kandang kambing Nabi Ismail. Oleh karena itu, Hijr Ismail secara arsitektur dan historis bukanlah bagian integral dari struktur utama Ka’bah. Sejarawan Abdullah Al-Kurdi menambahkan bahwa Nabi Ismail ditugaskan oleh Nabi Ibrahim a.s. untuk menjaga Ka’bah, dan tempat yang dipilihnya kemudian dikenal sebagai Hijr Ismail, yang dibangun dari pohon al-arak.
5. Al-Hathim: Fragmen Sejarah dan Lokasi Doa Mustajab
Al-Hathim, seringkali disamakan dengan Hijr Ismail, merupakan bangunan terbuka berbentuk setengah lingkaran. Beberapa pendapat menyebutkan Al-Hathim sebagai "pecahan" dari Baitullah, berkaitan dengan renovasi Ka’bah oleh kaum Quraisy yang mengurangi sebagian struktur bangunan dalam proses pembangunan ulang.
Berbeda dengan Hijr Ismail, Al-Hathim merupakan bangunan melengkung dengan kedua ujungnya berjarak sekitar 3 meter dari rukun Iraqi (utara) dan rukun Syami (barat). Bagian tengah Al-Hathim memiliki ketebalan sekitar 1,5 meter dan tinggi sekitar 1 meter, dilapisi batu pualam. Jarak antara bagian tengah lengkungan dan dinding Ka’bah bagian barat daya adalah 8 meter dan 47 sentimeter.
Istilah Al-Hathim juga digunakan untuk menyebut lokasi multazam, area antara Hajar Aswad, Maqam Ibrahim, dan sumur Zamzam, yang dikenal sebagai tempat mustajab (doa mudah dikabulkan). Al-Hathim juga merujuk pada area pancuran, karena Baitullah ditinggikan sementara area tersebut dibiarkan "hancur" (muhaththam).
6. Pintu Ka’bah: Gerbang Menuju Kesucian
Pada masa Nabi Ibrahim a.s., Ka’bah memiliki dua pintu yang menempel langsung ke tanah, satu di timur setelah Hajar Aswad dan satu di barat setelah rukun Yamani. Kedua pintu ini tidak memiliki daun pintu. Renovasi oleh kaum Quraisy meninggikan pintu timur sekitar 2 meter dan menambahkan daun pintu. Pintu barat kemudian dihilangkan. Pintu timur yang sekarang digunakan, dibuka setiap Senin dan Kamis.
Menurut Ibnu Jubar, pintu Ka’bah terletak di dinding antara rukun Iraqi dan Hajar Aswad, sekitar 5,1 meter. Area antara Hajar Aswad dan pintu Ka’bah dikenal sebagai multazam. Pintu ini dilapisi perak dan dihiasi pahatan dekorasi. Pengukuran terbaru menunjukkan panjang 312 cm, lebar 168 cm, dan tebal 50 cm, mengandung 280 gram emas murni, dengan dekorasi bertema Islam dan ayat-ayat Al-Qur’an.
7. Al-Mustajab: Batu yang Dihormati
Dekat rukun Yamani (selatan), terdapat batu Al-Mustajab, setinggi 1,5 meter, panjang 60 cm, dan lebar 45 cm. Batu gelap kemerahan ini, berbeda dari batu Ka’bah lainnya, sering disentuh jamaah tawaf dengan tangan kanan, meskipun tidak dicium.
8. Al-Ma’jan: Jejak Sejarah Pembuatan Ka’bah
Di tenggara Ka’bah, dekat pintu dan dinding, terdapat lubang Al-Ma’jan (tempat pengadonan), dilapisi marmer. Lubang ini cukup besar, bahkan dapat menampung tiga orang. Dipercaya sebagai tempat Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Ismail a.s. mengadoni kapur dan tanah liat untuk membangun Ka’bah. Dekat Al-Ma’jan, terdapat batu yang dipercaya sebagai tempat berdiri Nabi Ibrahim a.s. Al-Ma’jan juga dikenal sebagai Maqam Jibril atau Al-Hafrah (lubang).
9. Multazam: Area Doa yang Mustajab
Multazam, area sekitar dua meter antara Hajar Aswad dan pintu Ka’bah, merupakan tempat sunnah berdoa sambil menempelkan pipi, dada, lengan, dan telapak tangan ke dinding Ka’bah.
10. Mizab Ar-Rahman (Pancuran): Sistem Drainase Ka’bah
Di barat daya Ka’bah, sekitar 60 cm di bawah atap, terdapat Mizab Ar-Rahman (pancuran), berfungsi mengalirkan air hujan dari atap. Pancuran ini berupa tabung sepanjang 2,58 meter (58 cm terbenam di dinding), lebar 25 cm, dan tinggi 21 cm. Salah satu palangnya memiliki rangkaian perak seberat 2,5 kilogram dan panjang 190 cm, diikatkan dengan 90 ikatan. Mulut pancuran memiliki penopang "dagu pancuran" berhias emas, dikirim dari Konstantinopel pada tahun 981 H, konon terbuat dari emas murni. Paku-paku di atasnya mencegah burung hinggap.
11. Rukun (Sudut) Ka’bah: Arah Kardinal dan Simbolisme Kosmis
Empat rukun Ka’bah (Iraqi, Syami, Yamani, dan Hajar Aswad) memiliki arah yang strategis, sejajar dengan empat arah pergerakan angin di Mekkah selama setahun. Rukun Iraqi mengarah ke utara (Eropa), Syami ke Amerika, Yamani ke Afrika, dan Hajar Aswad ke Asia, menunjukkan simbolisme kosmis dan hubungan Ka’bah dengan seluruh dunia.
Pemahaman detail mengenai bagian-bagian Ka’bah ini memperkaya pengalaman spiritual bagi setiap muslim, khususnya bagi mereka yang berkesempatan menunaikan ibadah haji dan umrah. Lebih dari sekadar bangunan fisik, Ka’bah merupakan manifestasi sejarah, iman, dan persatuan umat Islam, yang setiap bagiannya menyimpan makna dan kisah yang mendalam.