Jakarta – Perbincangan mengenai batasan berhias bagi perempuan muslim kerap memunculkan beragam interpretasi. Artikel ini akan mengupas tuntas larangan berhias dalam Islam, bukan untuk membatasi ekspresi diri, melainkan untuk memahami kaidah syariat yang bertujuan melindungi kehormatan dan martabat perempuan. Islam, jauh dari melarang kecantikan, justru mendorongnya, namun dengan tetap mengedepankan etika dan kesopanan yang termaktub dalam Al-Qur’an dan hadits.
Konsep berhias dalam Islam tidaklah identik dengan larangan total. Sebagaimana dijelaskan oleh M. Quraish Shihab dalam karyanya, Wawasan Al-Quran: Tafsir Tematik atas Berbagai Persoalan Umat, berhias merupakan naluri manusiawi yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Yang dilarang adalah tabarruj al-jahiliyah, yaitu cara berhias yang menonjolkan diri secara berlebihan dan berpotensi menimbulkan fitnah atau rangsangan birahi pada lawan jenis yang bukan mahram.
Ayat Al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 33 menjadi rujukan utama dalam memahami larangan ini: "Wahai istri-istri Nabi, kamu sekalian bukanlah seperti wanita-wanita yang lain. Jika kamu bertaqwa, maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya menjadi tergoda. Dan ucapkanlah perkataan yang baik. Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya."
Ayat ini secara tegas melarang perempuan, khususnya istri Nabi, untuk menampilkan diri secara berlebihan (tabarruj) yang dapat membangkitkan nafsu syahwat laki-laki di luar ikatan pernikahan. Bukan sekadar berhias, namun juga perilaku dan cara bertindak yang menggoda. Konteks ayat ini, meskipun ditujukan kepada istri Nabi, memiliki implikasi universal bagi seluruh perempuan muslim. Prinsipnya adalah menjaga kehormatan diri dan menghindari segala bentuk yang dapat memicu fitnah. Al-Qur’an tidak melarang perempuan untuk berjalan di depan laki-laki, tetapi menekankan pentingnya menjaga cara berjalan yang tidak menarik perhatian secara berlebihan.
Lebih lanjut, merujuk pada buku Inilah Wanita yang Paling Cepat Masuk Surga karya Ukasyah Habibu Ahmad, beberapa bentuk tabarruj yang perlu diperhatikan meliputi:
1. Pakaian Tipis dan Ketat:
Pakaian dalam Islam memiliki fungsi multidimensi: menutup aurat, sebagai perhiasan, dan pelindung. Surat Al-A’raf ayat 26 menyebutkan perintah mengenakan pakaian yang baik: "Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat."
Pakaian tipis dan ketat yang memperlihatkan lekuk tubuh jelas melanggar prinsip menutup aurat dan dapat dikategorikan sebagai tabarruj. Hadits Rasulullah SAW memperkuat hal ini dengan peringatan keras terhadap perempuan yang mengenakan pakaian yang menggoda dan memperlihatkan auratnya, menyatakan mereka sebagai penghuni neraka dan tidak akan mencium bau surga. (HR Muslim) Peringatan ini bukan untuk membatasi keindahan, melainkan untuk menjaga kesopanan dan menghindari fitnah.
2. Penggunaan Wewangian di Depan Laki-laki Bukan Mahram:
Hadits Rasulullah SAW menyebutkan, "Siapapun wanita yang memakai wewangian kemudian melewati suatu kaum agar mereka mencium baunya, berarti ia telah berzina." (HR Nasai). Ibnu Abi Najih menambahkan bahwa keluar rumah dengan wewangian yang menyengat termasuk tabarruj jahiliyah. Larangan ini menekankan pentingnya menjaga kesopanan dan menghindari perilaku yang dapat menarik perhatian laki-laki bukan mahram. Penggunaan wewangian diperbolehkan, tetapi harus dalam konteks yang sesuai, misalnya hanya untuk suami.
3. Berhias untuk Selain Suami:
Hadits Rasulullah SAW menegaskan, "Seorang wanita dilarang berhias untuk selain suaminya." (HR Ahmad, Abu Daud dan Nasai). Islam mengajarkan perempuan untuk mempercantik diri bagi suaminya. Hadits lain menyebutkan bahwa sebaik-baik istri adalah yang menyenangkan suaminya. Berhias dan tampil cantik diperbolehkan, namun semestinya ditujukan kepada suami sebagai bentuk kasih sayang dan keharmonisan rumah tangga.
4. Tato dan Pengikisan Gigi:
Hadits Bukhari dan Abu Dawud meriwayatkan Rasulullah SAW melaknat perempuan yang mentato dan yang minta ditato, serta yang mengikir gigi dan yang minta giginya dikikir. Praktik ini dianggap sebagai bentuk modifikasi tubuh yang berlebihan dan tidak sesuai dengan ajaran Islam.
5. Merawat Rambut yang Tidak Sesuai Syariat:
Hadits Rasulullah SAW menyebutkan ancaman keras bagi perempuan yang tidak menutup aurat rambutnya dan lebih suka dilihat oleh laki-laki bukan mahram. (HR Bukhari). Hadits lain juga mengutuk praktik menyambung rambut dan membuat tahi lalat palsu. Perawatan rambut diperbolehkan, tetapi harus sesuai dengan kaidah syariat, yaitu menutup aurat rambut di depan laki-laki bukan mahram.
Kesimpulannya, Islam tidak melarang perempuan untuk berhias dan tampil cantik. Namun, Islam menekankan pentingnya menjaga kesopanan, kehormatan, dan menghindari segala bentuk tabarruj al-jahiliyah yang dapat memicu fitnah dan merusak moral. Batasan berhias ini bukan untuk membatasi ekspresi diri, melainkan untuk menjaga martabat perempuan dan menciptakan lingkungan sosial yang harmonis dan terbebas dari godaan. Kecantikan sejati dalam Islam adalah kecantikan yang diiringi dengan akhlak mulia dan ketaatan kepada Allah SWT. Pemahaman yang komprehensif terhadap Al-Qur’an dan hadits menjadi kunci utama dalam mengaplikasikan ajaran ini dalam kehidupan sehari-hari. Konsultasi dengan ulama dan ahli agama dapat membantu dalam memahami dan menerapkan kaidah-kaidah syariat secara tepat dan bijaksana.