Jakarta – Ayat 105 Surat At-Taubah, sebuah pilar fundamental dalam ajaran Islam, menegaskan perintah Allah SWT bagi seluruh umat manusia untuk senantiasa bekerja keras dan produktif. Ayat ini bukan sekadar anjuran, melainkan sebuah perintah ilahi yang menekankan pentingnya peran aktif manusia dalam menjalani kehidupan di dunia. Lebih dari itu, ayat ini menggarisbawahi cinta Allah SWT kepada mereka yang berikhtiar mencari nafkah melalui jerih payah yang halal. Perintah bekerja ini bukanlah hal baru dalam ajaran Islam; Al-Qur’an dan Hadits dipenuhi dengan berbagai dalil yang mendukung dan memperkuat pesan sentral ayat ini.
Ayat At-Taubah 105, yang berbunyi "وَقُلِ اعْمَلُواْ فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ" (dan katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.”), merupakan seruan langsung kepada setiap individu untuk berkontribusi aktif dalam kehidupan. Kata kerja "اعْمَلُواْ" (’amalū) yang bermakna "bekerja" atau "berbuat", tidak membatasi jenis pekerjaan tertentu. Hal ini menegaskan bahwa setiap usaha yang halal dan tidak bertentangan dengan ajaran agama, dihargai dan dicintai Allah SWT.
Tafsir Al-Azhar karya Buya Hamka, salah satu tafsir Al-Qur’an terkemuka, menjelaskan ayat ini sebagai perintah Allah SWT untuk senantiasa beraktivitas dan produktif. Tidak ada pekerjaan yang dianggap hina selama halal dan tidak menyimpang dari jalan Allah. Mulai dari bertani, beternak, berdagang, menjadi negarawan, guru, tentara, hingga pekerjaan-pekerjaan lainnya yang sekilas tampak sederhana, semuanya memiliki nilai dan kedudukan yang sama di mata Allah SWT, selama dikerjakan dengan niat yang tulus dan ikhlas.
Ayat ini juga mengandung pesan yang sangat mendalam tentang pertanggungjawaban di akhirat. Frasa "وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ" (dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.) mengingatkan kita bahwa setiap amal perbuatan, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, akan diperhitungkan di hadapan Allah SWT. Tidak ada satu pun perbuatan yang luput dari pengamatan-Nya. Baik niat, proses, maupun hasil pekerjaan akan dinilai secara adil dan transparan di hari akhir.
Buku "Wawasan Al-Qur’an dan Hadits Tentang Karakter" karya Dr. Hj. Wisnarni menambahkan perspektif yang penting. Ayat 105 Surat At-Taubah tidak hanya menekankan ibadah ritual seperti shalat, puasa, dan zakat, tetapi juga ibadah mahdhah berupa aktivitas produktif dalam kehidupan sehari-hari. Ayat ini secara tegas melarang sikap malas, pasif, dan ketergantungan pada keajaiban tanpa disertai usaha dan kerja keras. Allah SWT telah menciptakan alam semesta beserta segala isinya untuk kemaslahatan manusia, namun manusia haruslah berupaya dan bekerja keras untuk memperoleh manfaat dari karunia tersebut.
Hadits Nabi Muhammad SAW juga mendukung dan memperkuat pesan ayat ini. Kisah Sa’ad al-Anshari, seorang sahabat Nabi yang memperlihatkan tangannya yang kasar dan melepuh akibat kerja keras, merupakan contoh nyata bagaimana Allah SWT menghargai usaha dan jerih payah hamba-Nya. Ketika Rasulullah SAW mencium tangan Sa’ad seraya menyebutnya sebagai "tangan yang dicintai Allah SWT," hal ini memberikan gambaran jelas tentang penghargaan yang tinggi terhadap mereka yang bekerja keras untuk menghidupi keluarganya.
Dalam hadits lain, Rasulullah SAW bersabda, "Sungguh, jika sekiranya salah seorang di antara kamu membawa talinya, kemudian pulang membawa seikat kayu bakar di atas punggungnya, kemudian dijual sehingga Allah mencukupkan kebutuhannya (maka) itu lebih baik daripada meminta-minta kepada sesama manusia, baik diberi maupun ditolak." (HR Bukhari). Hadits ini menunjukkan bahwa bekerja keras dan mencari nafkah dengan cara yang halal jauh lebih mulia daripada meminta-minta, meskipun hasil kerja keras tersebut mungkin tampak sederhana.
Lebih jauh, ayat 105 Surat At-Taubah juga menekankan pentingnya kerja sama dan kolaborasi dalam mencapai tujuan bersama. Frasa "Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu" menunjukkan bahwa amal perbuatan kita tidak hanya dinilai oleh Allah SWT, tetapi juga oleh Rasulullah SAW dan seluruh umat Islam. Hal ini menginspirasi rasa tanggung jawab kolektif dan mendorong semangat kebersamaan dalam membangun masyarakat yang lebih baik.
Kesimpulannya, Surat At-Taubah ayat 105 bukan hanya sebuah ayat yang membahas tentang kerja keras semata, melainkan sebuah ajaran komprehensif yang mengaitkan etos kerja dengan keimanan, ketakwaan, dan pertanggungjawaban di akhirat. Ayat ini mengajarkan pentingnya produktivitas, kejujuran, dan keikhlasan dalam bekerja, serta mengingatkan kita akan perhitungan amal di hari akhir. Dengan memahami dan mengamalkan pesan ayat ini, kita dapat membangun kehidupan yang lebih bermakna, bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan menyenangkan di sisi Allah SWT. Ayat ini menjadi landasan kokoh bagi setiap muslim untuk membangun etos kerja yang tinggi, berlandaskan iman dan ketakwaan, sekaligus mencari ridho Allah SWT dalam setiap langkah dan aktivitasnya. Lebih dari sekadar mencari nafkah, bekerja menjadi bentuk ibadah yang mulia dan jalan menuju kesuksesan dunia dan akhirat.