Jakarta – Dalam dunia penghafalan Al-Qur’an, dua istilah kunci seringkali dibicarakan: ziyadah dan murajaah. Memahami perbedaan dan pentingnya keduanya merupakan langkah krusial bagi siapapun yang bercita-cita menjadi penghafal Al-Qur’an (hafiz). Seringkali, pemahaman yang keliru tentang kedua istilah ini justru menghambat perjalanan panjang dan penuh tantangan tersebut. Artikel ini akan mengupas tuntas perbedaan ziyadah dan murajaah, serta menekankan pentingnya keseimbangan antara keduanya untuk mencapai keberhasilan dalam menghafal dan menjaga hafalan kitab suci.
Kata "ziyadah" (زيادة) berasal dari bahasa Arab yang berarti "penambahan" atau "peningkatan". Dalam konteks menghafal Al-Qur’an, ziyadah merujuk pada proses menambah hafalan ayat-ayat baru. Ini merupakan proses aktif yang membutuhkan konsentrasi, fokus, dan usaha keras untuk memahami dan mengingat ayat-ayat yang belum pernah dipelajari sebelumnya. Ziyadah adalah proses penambahan kuantitas hafalan. Semakin banyak ayat yang dihafal, maka semakin besar pula jumlah ziyadah yang telah dilakukan.
Berbeda dengan ziyadah, "murajaah" (مراجعة) berarti "mengulang" atau "menjaga". Murajaah adalah proses pasif, namun sangat krusial, yang bertujuan untuk mempertahankan hafalan yang telah diperoleh. Proses ini melibatkan pengulangan hafalan secara berkala sebelum hafalan tersebut terlupakan. Murajaah bukan sekadar membaca ulang hafalan, tetapi juga memahami makna dan konteks ayat yang diulang. Murajaah adalah proses menjaga kualitas hafalan.
Meskipun keduanya penting, terdapat perbedaan mendasar dalam status hukumnya. Ziyadah hukumnya sunnah, artinya dianjurkan namun tidak wajib. Sedangkan murajaah hukumnya wajib, artinya merupakan kewajiban bagi setiap penghafal Al-Qur’an untuk menjaga hafalannya. Keharusan murajaah ini ditegaskan dalam berbagai hadits dan pendapat ulama. Mengabaikan murajaah sama halnya dengan mengabaikan kewajiban menjaga amanah yang telah Allah SWT berikan.
Penulis buku "Jika Menghafalmu Lillah Jangan Berhenti karena Lelah: Rahasia Menghafal Al-Qur`an dengan Hati", Ahmad Khoirul Anam, dengan tepat menjabarkan pentingnya murajaah yang lebih utama dibandingkan ziyadah. Beliau menegaskan bahwa ziyadah yang dilakukan tanpa diiringi murajaah yang konsisten akan sia-sia. Bahkan, dalam beberapa kasus, ziyadah dapat menjadi terlarang jika hafalan yang telah ada dibiarkan terlupakan. Analogi yang tepat adalah seperti membangun gedung tinggi tanpa pondasi yang kuat. Gedung tersebut akan mudah runtuh dan tidak bermanfaat.
Salah satu kesalahan fatal yang sering dilakukan para penghafal Al-Qur’an adalah mengutamakan ziyadah dan mengabaikan murajaah. Mereka terobsesi untuk menambah hafalan sebanyak mungkin tanpa memperhatikan kualitas dan kekokohan hafalan yang telah mereka miliki. Hal ini akan menyebabkan hafalan menjadi rapuh dan mudah terlupakan, sehingga usaha yang telah dilakukan menjadi sia-sia. Prioritas utama haruslah pada menjaga hafalan yang telah ada sebelum menambah hafalan baru. Ini seperti membangun pondasi yang kokoh sebelum membangun gedung yang tinggi.
Mitos yang berkembang di kalangan penghafal Al-Qur’an adalah bahwa murajaah lebih sulit daripada ziyadah. Anggapan ini keliru dan justru menghambat proses menghafal. Sebaliknya, murajaah seharusnya jauh lebih mudah daripada ziyadah. Saat pertama kali menghafal, kita dituntut untuk mengolah informasi baru dan memasukkannya ke dalam ingatan. Proses ini membutuhkan energi dan konsentrasi yang lebih besar. Sedangkan dalam murajaah, kita hanya perlu mengulang informasi yang telah ada dalam ingatan. Kesulitan yang muncul dalam murajaah biasanya disebabkan oleh waktu pengulangan yang tidak tepat. Murajaah yang dilakukan setelah hafalan benar-benar terlupakan akan terasa berat dan tidak menyenangkan. Sebaliknya, murajaah yang dilakukan secara rutin dan tepat waktu, sebelum hafalan terlupakan, akan terasa lebih mudah dan bahkan menyenangkan.
Hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Umar RA menekankan pentingnya murajaah: "Jika seorang penghafal Al-Qur’an salat lalu ia membacanya pada malam dan siang hari, niscaya ia akan senantiasa mengingatnya. Namun, jika ia tidak melakukan hal itu, niscaya ia akan melupakannya." (HR. Muslim). Hadits ini secara jelas menunjukkan bahwa murajaah, dalam bentuk membaca dan mengulang hafalan, merupakan kunci untuk menjaga hafalan Al-Qur’an. Hadits lain yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar RA menggambarkan hafalan Al-Qur’an seperti onta yang diikat tali. Jika tali tersebut selalu dipegang, maka onta tersebut akan tetap berada di tempatnya. Namun, jika tali tersebut dilepaskan, maka onta tersebut akan pergi. Ini merupakan metafora yang tepat untuk menggambarkan pentingnya murajaah dalam menjaga hafalan.
Teknik murajaah yang efektif sangat penting untuk keberhasilan dalam menghafal Al-Qur’an. Berdasarkan kajian Ilyas dalam jurnal "Metode Murajaah dalam Menjaga Hafalan Al-Qur’an", beberapa teknik murajaah yang dapat diterapkan antara lain:
-
Murajaah harian: Mengulang hafalan setiap hari, baik sebagian maupun keseluruhan, sesuai dengan kemampuan dan waktu yang tersedia. Ini merupakan teknik yang paling efektif untuk mencegah hilangnya hafalan.
-
Murajaah mingguan: Mengulang hafalan secara menyeluruh pada akhir minggu untuk memastikan hafalan masih tersimpan dengan baik.
-
Murajaah bulanan: Mengulang hafalan secara menyeluruh pada akhir bulan untuk memperkuat hafalan dan mengidentifikasi bagian-bagian yang perlu diperbaiki.
-
Murajaah periodik: Mengulang hafalan secara periodik, misalnya setiap tiga bulan atau enam bulan, untuk memastikan hafalan tetap terjaga dalam jangka panjang.
-
Murajaah dengan metode tertentu: Menggunakan metode tertentu seperti metode penomoran, metode pengelompokan, atau metode lainnya yang sesuai dengan gaya belajar masing-masing individu.
-
Murajaah dengan metode pengajaran: Mengajarkan hafalan kepada orang lain merupakan cara efektif untuk menguji dan memperkuat hafalan sendiri.
-
Murajaah dengan menulis: Menulis hafalan dapat membantu memperkuat ingatan dan meningkatkan pemahaman terhadap teks.
Penting untuk diingat bahwa tidak ada satu teknik murajaah yang cocok untuk semua orang. Setiap individu memiliki gaya belajar dan kemampuan yang berbeda. Oleh karena itu, penting untuk menemukan teknik murajaah yang paling efektif dan sesuai dengan kondisi masing-masing. Konsistensi dan kedisiplinan dalam melakukan murajaah merupakan kunci keberhasilan dalam menjaga hafalan Al-Qur’an.
Kesimpulannya, ziyadah dan murajaah merupakan dua pilar penting dalam perjalanan menghafal Al-Qur’an. Meskipun ziyadah penting untuk menambah hafalan, murajaah jauh lebih penting untuk menjaga hafalan tersebut. Mengutamakan murajaah dan melakukan ziyadah secara bertahap dan terukur merupakan strategi yang paling efektif untuk mencapai keberhasilan dalam menghafal dan menjaga hafalan Al-Qur’an. Semoga uraian ini dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang perbedaan dan pentingnya ziyadah dan murajaah dalam perjalanan menuju menjadi hafiz Al-Qur’an yang handal.