Zina, dalam konteks ajaran Islam, merupakan tindakan tercela yang membawa konsekuensi berat, baik di dunia maupun akhirat. Zina muhsan, khususnya, merupakan bentuk perselingkuhan yang pelakunya memiliki status pernikahan yang sah, baik masih terikat pernikahan maupun pernah menikah sebelumnya. Tindakan ini bukan sekadar pelanggaran moral, melainkan dosa besar yang berpotensi menghancurkan keharmonisan rumah tangga dan stabilitas keluarga, bahkan berujung pada azab yang pedih. Pemahaman yang komprehensif tentang zina muhsan, dampaknya, dan hukuman yang dijatuhkan sangat penting untuk menjaga kesucian institusi pernikahan dan nilai-nilai keluarga dalam masyarakat muslim.
Mengenal Zina Muhsan: Lebih dari Sekadar Perselingkuhan
Zina muhsan, sebagaimana dijelaskan dalam berbagai kitab fikih seperti Fiqh Jinayah karya Nurul Irfan dan Masyrofah, merujuk pada persetubuhan yang dilakukan oleh seseorang yang telah mukalaf (baligh dan berakal) dengan orang yang bukan mahramnya (bukan pasangan yang sah) dengan sengaja. Definisi ini menekankan unsur kesengajaan dan status pernikahan pelaku. Berbeda dengan zina ghairu muhsan yang dilakukan oleh mereka yang belum pernah menikah, zina muhsan memiliki bobot dosa yang lebih berat karena dilakukan oleh individu yang telah memahami konsekuensi pernikahan dan komitmennya.
Menurut mazhab Syafi’iyah, zina didefinisikan sebagai penetrasi alat kelamin laki-laki ke dalam farji (kemaluan) perempuan yang diharamkan secara mutlak (tanpa keraguan) dan secara alami menimbulkan syahwat. Oleh karena itu, zina muhsan mencakup segala bentuk penetrasi seksual antara pasangan yang telah menikah dengan pihak lain. Hal ini tidak hanya terbatas pada hubungan seksual secara penuh, tetapi juga mencakup tindakan-tindakan yang mendekati persetubuhan, sebagaimana dijelaskan dalam berbagai dalil fikih.
Contoh nyata zina muhsan adalah tindakan seorang suami yang melakukan hubungan seksual dengan perempuan lain selain istrinya, atau seorang istri yang melakukan hubungan seksual dengan laki-laki lain selain suaminya. Status pernikahan yang sah pada saat tindakan tersebut dilakukan merupakan kunci pembeda antara zina muhsan dan zina ghairu muhsan. Kejadian ini seringkali dipicu oleh berbagai faktor, mulai dari lemahnya iman, godaan syahwat, hingga masalah-masalah dalam rumah tangga yang tidak terselesaikan dengan baik.
Dampak Devastasi Zina Muhsan: Keretakan yang Sulit Diperbaiki
Zina muhsan bukanlah sekadar pelanggaran pribadi; dampaknya meluas dan berpotensi menghancurkan seluruh struktur keluarga. Konsekuensi yang ditimbulkan tidak hanya bersifat emosional dan psikologis, tetapi juga sosial dan spiritual. Berikut beberapa dampak negatif yang ditimbulkan oleh zina muhsan:
-
Kecewaan dan Patah Hati yang Mendalam: Pengkhianatan dalam bentuk perselingkuhan menimbulkan luka mendalam bagi pasangan yang dikhianati. Kepercayaan yang telah dibangun selama bertahun-tahun runtuh seketika, digantikan oleh rasa kecewa, sakit hati, dan kehilangan rasa aman. Rasa curiga dan ketidakpercayaan akan terus menghantui hubungan, bahkan setelah pengakuan atau pengungkapan perselingkuhan.
-
Hancurnya Rasa Saling Percaya: Kejujuran dan kepercayaan merupakan pilar utama dalam sebuah pernikahan yang sehat dan harmonis. Zina muhsan secara langsung menghancurkan fondasi tersebut. Meskipun ada upaya rekonsiliasi, rasa percaya yang hilang sulit, bahkan mustahil, untuk dipulihkan sepenuhnya. Kecurigaan dan keraguan akan terus menghantui hubungan, menciptakan jarak dan ketidakharmonisan.
-
Konflik dan Pertengkaran yang Tak Berujung: Pengungkapan perselingkuhan seringkali memicu konflik dan pertengkaran yang intens dan berkepanjangan. Emosi yang meluap-luap, rasa sakit hati yang mendalam, dan tuntutan pertanggungjawaban dapat menyebabkan perselisihan yang merusak hubungan dan menciptakan lingkungan rumah tangga yang tidak sehat. Konflik ini dapat berujung pada perpisahan, perceraian, dan bahkan kekerasan dalam rumah tangga.
-
Trauma Emosional yang Berkepanjangan: Korban perselingkuhan seringkali mengalami trauma emosional yang berat. Rasa terluka, dikhianati, dan kehilangan harga diri dapat menyebabkan gangguan mental dan psikis, seperti depresi, kecemasan, dan gangguan stres pasca-trauma (PTSD). Trauma ini dapat berlangsung lama dan memerlukan proses penyembuhan yang panjang dan intensif, termasuk konseling dan terapi profesional.
-
Anak sebagai Korban Tak Berdaya: Dampak zina muhsan tidak hanya dirasakan oleh pasangan yang berselingkuh, tetapi juga oleh anak-anak mereka. Anak-anak menjadi korban tak berdaya dari kehancuran rumah tangga orang tua mereka. Mereka mungkin mengalami depresi, stres, kebingungan identitas, dan kesulitan dalam perkembangan emosional dan sosial. Kehilangan figur orang tua yang utuh dan harmonis dapat berdampak negatif pada perkembangan psikologis mereka di masa depan. Mereka mungkin mengalami kesulitan dalam membentuk hubungan interpersonal yang sehat di masa dewasa.
Hukuman Zina Muhsan: Konsekuensi Ilahi dan Hukum Positif
Allah SWT dengan tegas mengharamkan zina dalam Al-Quran, dan memberikan hukuman yang berat bagi pelakunya. Surat An-Nur ayat 2 menyatakan: "Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman."
Ayat ini menjelaskan hukuman dera seratus kali bagi pelaku zina ghairu muhsan. Namun, bagi pelaku zina muhsan, hukuman yang dijatuhkan lebih berat, yaitu rajam (dilempari batu hingga mati). Meskipun hukuman rajam tidak secara eksplisit disebutkan dalam Al-Quran, hadits-hadits shahih dari Rasulullah SAW dan ijma’ (kesepakatan) para ulama salaf menunjukkan kewajiban pelaksanaan hukuman ini.
Hadits dari Abu Hurairah dan Zaid bin Khalid, dan hadits dari Abdullah bin Abbas yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, menjelaskan praktik rajam yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Hadits-hadits ini memperkuat pandangan bahwa hukuman rajam merupakan bagian integral dari hukum Islam dalam menangani kasus zina muhsan. Implementasi hukuman ini, tentu saja, harus dilakukan dengan prosedur yang benar dan sesuai dengan kaidah-kaidah syariat Islam, dengan memperhatikan persyaratan bukti yang kuat dan kesaksian yang adil.
Azab Zina: Siksa Dunia dan Akhirat yang Tak Terelakkan
Selain hukuman yang dijatuhkan di dunia, zina juga membawa azab yang pedih di akhirat. Hadits dari Hudzaifah bin Al-Yaman yang diriwayatkan oleh Al-Kharaithi dalam Masawi Al-Akhlaq menyebutkan enam dampak zina: tiga di dunia dan tiga di akhirat.
Azab Zina di Dunia:
- Hilangnya Ketampanan/Kecantikan: Zina dapat menghilangkan keindahan fisik dan daya tarik seseorang, baik secara fisik maupun karisma.
- Keadaan Fakir: Zina seringkali diikuti dengan kemiskinan dan kesulitan ekonomi.
- Pendeknya Umur: Zina dapat memperpendek usia seseorang.
Azab Zina di Akhirat:
- Murka Allah SWT: Zina merupakan dosa besar yang mendatangkan kemurkaan Allah SWT.
- Diperberat Hisab: Pelaku zina akan dipersulit perhitungan amalnya di akhirat.
- Abadi di Neraka: Zina dapat menyebabkan seseorang kekal di neraka.
Kesimpulannya, zina muhsan merupakan tindakan yang sangat tercela dalam Islam, dengan konsekuensi yang sangat berat. Dampaknya yang merusak rumah tangga, menimbulkan trauma, dan mengancam stabilitas keluarga harus disadari oleh setiap individu. Hukuman yang dijatuhkan, baik di dunia maupun akhirat, merupakan peringatan keras atas tindakan tersebut. Oleh karena itu, pencegahan dan pemahaman yang mendalam tentang ajaran Islam terkait zina muhsan sangat penting untuk menjaga kesucian keluarga dan masyarakat muslim. Penguatan nilai-nilai moral, pendidikan agama yang benar, dan penyelesaian masalah rumah tangga secara bijak merupakan langkah-langkah penting dalam mencegah terjadinya zina muhsan.