Kisah hidup Nabi Muhammad SAW, bagai lautan luas yang menyimpan mutiara hikmah dan inspirasi tak terhingga. Bukan hanya perjuangan beliau dalam menyebarkan risalah ilahi yang memukau, tetapi juga kelembutan hati dan kasih sayang beliau sebagai seorang anak yang begitu menyentuh kalbu. Salah satu episode paling mengharukan dalam perjalanan hidup Rasulullah adalah kunjungan beliau ke makam ibunda tercinta, Siti Aminah, di Abwa. Ziarah, yang kini menjadi anjuran bagi setiap muslim, ternyata menyimpan pelajaran dan hikmah mendalam, sebagaimana tercermin dalam kisah haru Rasulullah ini.
Berbagai riwayat meriwayatkan kunjungan emosional ini, salah satunya melalui jalur periwayatan yang panjang, seperti yang dikisahkan dalam buku "Tempat-tempat Bersejarah dalam Kehidupan Rasulullah" karya Hanafi Muhalawi. Riwayat ini bermula dari Isa bin Ahmad al-Asqalani, yang menuturkan keterangan dari Abdullah bin Wahab, yang selanjutnya bersumber dari Ibnu Juraij, Ayyub bin Hani, Masruq ibnul Ajda, dan akhirnya sampai kepada Ibnu Mas’ud. Sanad riwayat yang panjang ini menunjukkan betapa pentingnya kisah ini bagi umat Islam.
Diceritakan, suatu hari Rasulullah SAW beserta para sahabat melakukan perjalanan di luar Madinah. Ketika rombongan sampai di sebuah pekuburan, Rasulullah memerintahkan mereka untuk berhenti. Beliau kemudian memisahkan diri, berjalan seorang diri menyusuri area pemakaman yang sunyi. Langkah kaki beliau berhenti di depan sebuah makam. Di sana, Rasulullah duduk termenung, bermunajat kepada Allah SWT dalam doa yang panjang dan khusyuk.
Suasana hening tiba-tiba pecah oleh isak tangis Rasulullah yang begitu pilu dan menggema. Tangisan beliau begitu menyayat hati sehingga para sahabat yang menyaksikannya ikut larut dalam kesedihan dan meneteskan air mata. Kesedihan yang begitu mendalam terpancar dari sosok pemimpin umat yang biasanya tegar menghadapi berbagai cobaan.
Setelah beberapa saat, Rasulullah kembali kepada para sahabat. Umar bin Khattab, khalifah kedua yang dikenal dengan keberanian dan ketegasannya, menghampiri Rasulullah dengan hati yang dipenuhi kekhawatiran. Dengan penuh hormat, beliau bertanya, "Wahai Rasulullah, apa yang menyebabkan engkau menangis? Melihat tangisanmu tadi, kami semua merasa khawatir dan ikut menitikkan air mata."
Rasulullah SAW, dengan lembut, memegang tangan Umar dan mengisyaratkan kepada para sahabat untuk mendekat. Dengan suara yang terbata-bata, beliau menjelaskan, "Sesungguhnya makam yang kalian lihat aku berdoa di hadapannya itu adalah makam ibuku, Aminah binti Wahab. Aku memohon izin kepada Allah SWT untuk menziarahinya, dan Dia telah mengizinkannya." (HR. Abu Said al-Haitsam)
Penjelasan Rasulullah ini mengungkap rahasia di balik kesedihan yang mendalam. Rasa rindu dan kasih sayang yang begitu besar kepada ibunda tercinta, yang telah mendahului beliau, tercurah dalam tangisan yang begitu menyentuh. Kisah ini bukan sekadar ungkapan kesedihan pribadi, melainkan juga gambaran betapa pentingnya penghormatan dan kasih sayang kepada orang tua, khususnya ibu, dalam ajaran Islam.
Riwayat lain menyebutkan bahwa kunjungan Rasulullah SAW ke makam ibunda di Abwa diiringi oleh seribu sahabat yang menunggang kuda. Skala rombongan ini menunjukkan betapa besarnya penghormatan dan perhatian yang diberikan kepada ziarah ini. Di sana, Rasulullah kembali terlihat menangis, dan para sahabat pun turut larut dalam kesedihan bersama beliau.
Pada perjalanan menuju Makkah untuk melaksanakan umrah, tepatnya pada tahun terjadinya Perjanjian Hudaibiyah, Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah SWT telah memberi izin kepada Muhammad untuk menziarahi makam ibunya." Pernyataan ini menegaskan bahwa kunjungan tersebut bukan sekadar keinginan pribadi, melainkan juga izin dan ridho dari Allah SWT.
Sesampainya di makam ibunda, Rasulullah merapikan tumpukan batu yang menjadi penanda makam tersebut. Gerakan sederhana ini menunjukkan rasa hormat dan kasih sayang yang mendalam. Kembali, tangisan beliau pecah, dan umat Islam yang menyaksikan turut terharu dan menangis bersama beliau.
Seorang sahabat kemudian bertanya tentang sebab tangisan Rasulullah. Beliau menjawab, "Aku tadi teringat (terkenang) dengan kasih sayang ibuku itu sehingga air mataku bercucuran." Jawaban singkat ini begitu bermakna, mengungkapkan betapa dalam dan tak terlupakan kasih sayang seorang ibu dalam hati Rasulullah.
Sebelum hijrah ke Madinah, Rasulullah SAW belum mendapatkan izin untuk berziarah ke makam orang tuanya. Hal ini dikarenakan, pada masa itu, tindakan beliau akan diikuti oleh para pengikutnya. Namun, setelah hijrah, Allah SWT memberikan izin kepada beliau untuk menziarahi makam ibunda tercinta.
Abu Hurairah RA meriwayatkan, "Rasulullah SAW berziarah ke makam ibunya, beliau menangis sehingga menangis pula orang di sekelilingnya. Rasulullah SAW lalu bersabda, ‘Tuhanku telah memberi izin untuk memohonkan ampunan untuknya (ibunya) akan tetapi belum diizinkan menziarahi makamnya dan aku memohon agar diizinkan agar dapat menziarahinya, kini aku telah diizinkan. Maka berziarahlah kalian kepada ahli kubur, karena berziarah itu mengandung pelajaran’." (HR. Muslim)
Peristiwa ini menandai perubahan hukum tentang ziarah kubur. Sebelumnya, ziarah kubur mungkin dilarang atau dibatasi karena kekhawatiran akan penyimpangan syariat. Namun, setelah Rasulullah SAW mendapatkan izin dan menziarahi makam ibunda, turunlah anjuran untuk berziarah kubur, dengan catatan tetap menjaga adab dan tata cara yang sesuai dengan ajaran Islam.
Rasulullah SAW bersabda, "Dahulu aku melarang kalian menziarahi kubur, sekarang berziarahlah kalian, karena ziarah kubur mengandung pelajaran." (HR. Ahmad) Pernyataan ini menegaskan bahwa ziarah kubur bukan sekadar kegiatan ritual, melainkan juga sarana untuk mengambil pelajaran dan hikmah dari kehidupan orang-orang yang telah meninggal dunia. Ziarah kubur mengingatkan kita akan kematian, kehidupan akhirat, dan pentingnya mempersiapkan diri untuk menghadapi hari akhir.
Kisah ziarah Rasulullah SAW ke makam ibunda merupakan teladan yang sangat berharga bagi kita semua. Kisah ini mengajarkan tentang pentingnya kasih sayang kepada orang tua, khususnya ibu, keutamaan berdoa untuk orang yang telah meninggal, dan hikmah di balik ziarah kubur. Tangisan Rasulullah yang penuh haru bukan sekadar ungkapan kesedihan pribadi, melainkan juga manifestasi kasih sayang yang agung dan pengingat akan nilai-nilai luhur dalam ajaran Islam. Semoga kisah ini senantiasa menginspirasi kita untuk senantiasa menghormati orang tua, meneladani akhlak mulia Rasulullah, dan mengambil hikmah dari setiap peristiwa dalam kehidupan.